Budaya Kekerasan yang Menguat, Apa Penyebabnya?

Oleh
I Ketut Suweca


Budaya kekerasan! Mungkin bisa disebut demikian karena belakangan ini kebiasaan penyelesaian masalah yang cenderung menggunakan cara-cara kekerasan tampaknya semakin menguat dan menjadi budaya. Kekerasan dalam bentuk perbuatan anarkhis atau premanisme di berbagai wilayah di Indonesia telah menjadi warta hampir setiap hari. Tanpa perlu menyodorkan kembali data dan informasi yang sudah seringkali kita dapatkan melalui berbagai media massa, catatan yang bernuansa kekerasan itu tidak sulit ditemukan. Ada sederet perbuatan anarkhi yang mengedepankan kekuatan otot, batu, kayu, bom molotov dan pedang dalam menanggapi permasalahan yang muncul. Belum tuntas satu kasus, muncul lagi kasus kekerasan lain, demikianlah susul-menyusul. Kalau keadaan ini terus-menerus terjadi dan berkembang, dikhawatirkan kerugian material dan nonmaterial kian banyak, termasuk kerugian psikhologis, seperti ketakutan dan trauma masyarakat akan semakin parah.
Seperti diketahui, Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negeri yang damai, aman, dan tenteram. Bahkan ada lagu yang liriknya, secara implisit dan eksplisit, mengungkapkan betapa kita adalah bangsa yang santun, toleran, dan suka perdamaian. Pada kenyataannya semua itu kini sebagian sudah menjadi masa lalu, keadaan senyatanya sudah bergeser jauh. Masalah-masalah yang timbul belakangan ini cenderung ditanggapi dengan hati panas, bahkan dengan sikap dan prilaku yang ‘siap perang’, walaupun dengan saudara sebangsa dan setanah air. Hal ini sungguh menyedihkan. Mengapa hal seperti itu sampai terjadi? Mengapa orang kini cepat sekali tersulut emosinya? Adakah faktor yang berpotensi sebagai penyebab terjadinya kekerasan itu?

Empat Faktor Penyebab
Dengan memperhatikan kekerasan demi kekerasan yang terjadi dan merenungkannya secara mendalam, menurut penulis paling tidak ada 4 (empat) faktor yang potensial menjadi penyebab timbulnya kekerasan itu, langsung maupun tidak langsung, secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Hal ini hanyalah hipotesis dari hasil pengamatan dan perenungan, belum merupakan sebuah hasil riset lapangan. Keempat faktor yang berpotensi menjadi penyebab atau penyulut kekerasan itu, diantaranya adalah, pertama, masalah penegakan hukum (law enforcement) yang masih lemah. Tanpa penegakan hukum yang tegas dan adil, maka kekecewaan akan tumbuh di dalam masyarakat. Penegakan hukum yang diinginkan adalah yang adil, dalam arti tidak pandang bulu, apakah ia berduit atau tidak, apakah orang kaya atau miskin, apakah berkuasa atau tidak, di depan hukum harus diperlakukan secara adil. Jika tidak, kekecewaan demi kekecewaan masyarakat lambat laun akan terakumulasi dan hanya menunggu momentum untuk meledak. Sedikit saja ada permasalahan, masyarakat menjadi cepat marah.
Faktor kedua adalah yang berkenaan dengan kesenjangan (gap) ekonomi. Masalah kesenjangan ekonomi terjadi di mana–mana di berbagai belahan dunia. Hanya yang berbeda adalah tingkat kesenjangannya. Semakin besar gap pendapatan anggota masyarakat yang satu dengan yang lain, semakin potensial untuk mengoyak kestabilan dan keamanan wilayah atau daerah setempat. Kesenjangan ekonomi dapat dengan pasti menimbulkan kecemburuan sosial. Apalagi mereka yang terbilang kaya tidak peduli dengan mereka yang miskin yang ada di sekitarnya. Kecemburuan sosial inipun secara potensial membahayakan, karena sewaktu-waktu bisa tersulut membara menjadi tindakan anarkhis, hanya karena percikan api permasalahan yang kecil saja.
Faktor ketiga yang berpotensi menjadi alasan mengapa kekerasan itu muncul dan berkembang adalah tidak adanya keteladanan dari sang pemimpin. Artinya, pemimpin mulai tidak satya wacana: apa yang dilakukan berbeda jauh dengan apa yang dikatakan. Pemimpin melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji, mementingkan diri sendiri, dan keluar dari rel kewenangannya. Masyarakat yang kehilangan figur yang layak diteladani bagai anak ayam yang kehilangan induknya. Walaupun secara fisik sang induk ada, tapi tidak pantas lagi menjadi panutan. Ketika terjadi permasalahan, maka masyarakat yang kehilangan figur keteladanan, menjadi bingung ke mana dan di mana tempat bertanya dan mengadu. Karena tidak ada yang pantas diteladani, maka mereka melakukan tindakan yang semaunya, yang acapkali tanpa pertimbangan.
Faktor penyebab berikutnya adalah karena ada provokasi dari pihak-pihak yang berkepentingan menjadikan bibit-bibit permasalahan yang ada agar menjadi besar. Di balik upaya-upaya mereka itu tentu ada maksud yang tersembunyi, mungkin dalam kaitannya dengan politik, seperti dalam rangka merebut kekuasaan dengan cara merusak image orang yang sedang berkuasa atau lawan politiknya, dan sebagainya. Bagi sebagian masyarakat yang kondisinya sudah ‘labil’ karena dihimpit oleh berbagai persoalan hidup, bukanlah tidak mungkin mereka dengan mudah terprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan destruktif tanpa menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang diperalat.

Solusi yang Ditawarkan
Memperhatikan kekerasan yang terjadi serta setelah memprediksi potensi dari sumber-sumber penyebabnya, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam mencegah dan mengantisipasi terjadinya kekerasan itu. Diantaranya dengan upaya penegakan hukum yang menghormati rasa keadilan masyakarakat. Ketegasan dan keberanian pihak penegak hukum sangat diperlukan. Fenomena hukum yang ‘diperjualbelikan’ harus disudahi. Di samping itu, perlu secara berkesimbungan memperkecil gap ekonomi antar wilayah, antar kelompok, dan antar anggota masyarakat. Ini, tentu saja bukan perkara gampang, karena sesungguhnya yang namanya gap ekonomi itu pasti ada di bagian wilayah manapun di dunia. Yang penting adalah bagaimana upaya pemerintah, swasta, dan seluruh komponen masyarakat untuk memperkecil gap itu sehingga dapat mengurangi kecemburuan sosial di samping berusaha meningkatkan solidaritas dan toleransi antar anggota masyarakat.
Selanjutnya, para pemimpin, baik formal maupun informal, mesti melakukan introspeksi diri, sehingga dapat keluar dari kebiasaan lama yang kurang terpuji dan kembali menjadi teladan atau panutan yag baik bagi masyakarat yang dipimpinnya. Hendaknya ada kesediaan atau kerelaan untuk mulat sarira tanpa harus merasa tersinggung ketika ada orang lain yang mengingatkan. Last but not least, masyarakat harus diperkuat mentalnya melalui berbagai siraman rohani dan pemahaman terhadap ketentuan hukum yang berlaku, sehingga lebih tangguh dalam menghadapi para provokator yang mungkin saja menyelinap diantara mereka tanpa disadari, baik secara fisik maupun secara ideologis (melalui pemikiran yang menyesatkan). Harus senantiasa diingatkan kepada masyarakat, terutama di daerah-daerah yang rawan konflik, bahwa kekerasan itu tiada gunanya, semua pihak akan rugi, bagai kayu yang sama-sama habis terbakar: yang satu jadi abu, yang lain jadi arang. ***

*). Catatan : Artikel ini telah dimuat di rubrik Opini Bali Express, 4 September 2010, hal 4. Oleh Redaksi dilakukan sedikit pengeditan dan judulnya diubah menjadi : Menyoal Menguatnya Budaya Kekerasan. Untuk maklum dan terima kasih.

2 Response to "Budaya Kekerasan yang Menguat, Apa Penyebabnya?"

  1. Athur Alam 16 September 2010 pukul 01.35
    Jika bapak menyoroti keempat faktor ini sebagai pemicu menguatnya budaya kekerasan, maka kalau boleh saya menambahkan dari sudut pandang yang saya sendiri berdasarkan pengalaman sederhana sehari-hari..

    Menurut saya, budaya kekerasan (termasuk di negeri ini) sangat dipengaruhi oleh faktor media, terutama media televisi. Dalam hal ini media televisi dewasa ini telah mencontohkan bagaimana mudahnya mengumbar tayangan2 yang mengandung kekerasan. Mulai dari tayangan sinetron, film2 sampai2 acara news (berita) pun tak luput dari liputan tentang kekerasan..

    Dengan intensitas yang semakin gencar, dan didukung oleh budaya dasar masayarakat negeri ini yang cenderung latah, maka budaya kekerasan seakan tersosialisasi dengan atau tanpa disadari...
  2. Ekonomist 19 September 2010 pukul 07.32
    Wah, Anda benar. Ini bahkan salah satu faktor yang penting. Televisi memang bisa merubah opini dan sikap pemirsanya, bahkan juga prilakunya. Jadi, saya sependapat. Trims atas kecermatan Anda.

Posting Komentar