Memaknai Kehadiran Kita di Dunia

Oleh I Ketut Suweca


Ketika hari-hari berjalan secara rutin tanpa gejolak, ketika kita mendapatkan ‘kemajuan’, mungkin dalam peningkatan jabatan, kenaikan pangkat, tumpukan kekayaan, dan ‘keberhasilan-keberhasilan’ lain, pernahkah kita berpikir mengenai hakekat hidup ini? Merenung mengenai apa sesungguhnya tujuan kita lahir ke dunia? Benarkah kita lahir untuk sebuah kekuasaan, sebuah kekayaan, atau kelimpahan duniawi lainnya?
Kadang-kadang, tatkala kita sedang sibuk berjuang mengejar sesuatu yang bersifat duniawi, mungkin kita lupa mengejar yang spiritual. Maksudnya, kita lupa mempertimbangkan, apa sesungguhnya nilai segala sesuatu yang sedang kita kejar ini. Apakah yang kita kejar itu selaras dengan keimanan kita kepada Tuhan? Atau, apakah yang kita kejar itu tidak melanggar kaidah/ajaran ketuhanan? Sebagian dari kita mungkin lupa aspek moral dan etik karena silau oleh gemerlap duniawi.
Kalau direnungkan lebih jauh, apakah sebenarnya makna semua yang kita sebut dengan ‘keberhasilan’ itu? Apakah itu akan mengantarkan kita pada jalan menuju Tuhan? Tidakkah malah menjauhkan kita dengan Tuhan? Atau, kita memang tak mau tahu dengan aspek moral dari segala sesuatu yang kita raih, karena yang penting mendapatkan sebanyak-banyaknya, tak peduli apakah sejalah dengan kehendak-Nya atau tidak?
Kalau kita acuh tak acuh terhadap nilai moral dari pekerjaan kita, persoalan menjadi sulit. Perlu usaha keras untuk membangunkan kita dari kegelapan duniawi. Kalau kita sudah selalu ingat untuk mengukur semua pekerjaan kita dengan aspek moral dan berpedoman padanya, mungkin kita akan dengan mudah melangkah di garis ketuhanan.
Mari kita coba untuk self-correctie. Kalau kita mati -- semua orang pasti akan mati -- apa yang kita bawa? Apakah kita akan membawa semua pangkat, kekayaan, dan kekuasaan yang pernah kita raih itu ke dunia sana? Bukankah kita hanya dibekali selembar kain kafan? Kalau kita bersikukuh membawa semua harata benda duniawi yang berhasil kita raih di dunia, untuk apa dan mungkinkah? Adakah orang yang seperti itu?
Penulis berpendapat, sejatinya yang kita mesti lakukan di dunia ini adalah kerja: kerja sebagai bentuk bakti atau ibadah kita kepada Tuhan tanpa harus terlalu banyak berhitung hasil yang kita dapatkan dari kerja itu. Yang perlu kita lakukan di dunia ini adalah menabur kebajikan, menabur kebaikan dan kasih sayang dengan sesama. Wujudnya bermacam-macam, mungkin berbagi sedekah dengan mereka yang miskin, mungkin berbagi pengalaman dan pertimbangan dengan mereka yang tengah dilanda kesulitan, dan senantiasa siap membantu siapa pun yang benar-benar membutuhkan bantuan. Dengan begitu, barulah kiranya kehidupan kita di dunia menjadi lebih berarti. Dan, dengan ringan dan ikhlas kita bakal meninggalkan dunia karena selama di dunia sudah sempat banyak berbuat kebaikan.
Kesempatan untuk hidup sebagai manusia di dunia adalah kesempatan emas. Dan, sifatnya sangat sementara seperti kilat di udara. Lahir, hadir, kemudian tiada. Saat di dunialah kita bisa berbuat kebaikan, bukan setelah di liang kubur. Semoga bermanfaat. ***

0 Response to "Memaknai Kehadiran Kita di Dunia"

Posting Komentar