Saat Rasa Bosan Menyergap

Oleh I Ketut Suweca

Rasa bosan itu sangat manusiawi. Tak hanya dalam kaitannya kegiatan tertentu, dalam semua kegiaatan-kegiatan lainnya pun acapkali kita disergap rasa bosan. Jadi, jangan terlalu dikhawatirkan kalau rasa bosan itu mendera Anda pada suatu ketika. Karena pekerjaan yang tengah Anda tangani itu mungkin merupakan pekerjaan yang juga melelahkan dan membutuhkan konsentrasi yang intens, sekali waktu rasa bosan bisa saja menyerang Anda.
Yang terpenting adalah bagaimana mengatasi rasa bosan itu? Berikut beberapa tips yang barangkali berguna bagi Anda mengusir rasa bosan tersebut.
Pertama, hentikan pekerjaan Anda untuk sementara waktu. Beristirahatlah. Mungkin Anda memilih merebahkan diri sejenak di sofa atau di tempat tidur atau ngobrol dengan anggota keluarga/teman. Dengan beristirahat yang cukup, biasanya semangat Anda dapat pulih dan siap bekerja kembali.
Kedua, Anda dapat menyegarkan diri dengan ‘mencuci mata’ melihat pemandangan di sekitar. Mungkin ke kebun, ke pantai, atau cukup di pekarangan rumah. Boleh juga kalau Anda mengambil gunting pemotong dahan untuk melakukan pekerjaan tangan dengan menggunting beberapa dahan pohon yang sudah tua dan menyapu halaman hingga bersih. Membenahi halaman bagi banyak orang memberikan penghiburan.
Ketiga, menyanyilah. Kalau di rumah Anda memiliki CD lagu-lagu yang Anda sukai, mengapa tidak memutar dan menyanyi karaoke? Ayo, bergembiralah. Menyanyi dapat membuang stress dan memperbaharui semangat. Asalkan Anda melakukannya sesantai mungkin.
Keempat, ke pasar. Ada banyak orang yang pergi ke pasar. Di pasar kita dapat melihat kerumunan orang dengan berbagai keperluan. Ini bisa jadi sebuah pemandangan yang menakjubkan. Kalau di salah satu sudutnya ada orang berjualan jajan siap santap, mengapa Anda tidak duduk santai di situ untuk ngopi? Anda dapat berbincang-bincang dengan orang lain di situ. Bertuturlah tentang apa saja dan santai sajalah. Nikmatilah. Kita memang mesti pintar-pintar menikmati kehidupan di sela-sela kesibukan yang padat.
Kelima, berolah raga ringan. Kenakan pakaian olah raga Anda. Pergilah ke lapangan terdekat. Ambil jogging atau jalan santai. Say hello-lah dengan handai taulan yang kebetulan Anda jumpai di lapangan olah raga. Sambil membuang rasa bosan, Anda pun mendapatkan kesehatan. Bagus, bukan?
Ada banyak sekali pilihan yang dapat Anda pergunakan untuk membuang rasa bosan. Pilihan ini sangat bergantung pada selera Anda. Manakah cara yang menurut Anda paling memberikan rasa santai dan lepas? Pilihlah itu sebelum mulai lagi aktivitas Anda. ***

Read more ...

Tips Membaca Dengan Hasil Maksimal

Oleh I Ketut Suweca

Anda suka membaca buku? Kalau ya, mungkin Anda menerapkan cara membaca yang biasa dilakukan para pembaca pada umumnya. Barangkali juga Anda menggunakan cara yang unik, yang spesial. Bagaimana pun cara membaca Anda, yang penting isi buku yang Anda baca sebanyak-banyaknya dapat diserap.
Pada kenyataannya, ada buku yang hanya cukup dibaca sekali dan sekilas saja, seperti novel, kumpulan cerpen, atau lainnya. Di samping itu, ada juga buku yang wajib dibaca secara suntuk, serius. Nah, tulisan ini khusus mendiskusikan tentang teknik membaca suntuk untuk buku-buku yang serius, apakah itu buku kuliah (ilmiah) atau buku lain yang isinya wajib Anda kuasai.
Akan tetapi, ini hanyalah salah satu cara yang biasa penulis lakukan. Anda pun mungkin telah mempunyai cara tersendiri. Anda bebas memilih cara yang menurut Anda terbaik. Tulisan ini muncul hanya sekadar untuk berbagi mengenai cara penulis (saya) membaca buku. Siapa tahu ada manfaatnya walau pun hanya sebagai perbandingan.
Secara sederhana, penulis membagi cara membaca ke dalam empat tahapan, yakni tahap mengenal, tahap menjelajah, tahap mendetail, dan tahap meringkas. Mari kita mulai dari tahapan pertama, yakni tahap mengenal buku. Untuk memilih sebuah buku untuk Anda beli atau akan Anda baca, pertama-tama tentu Anda perlu melihat secara sekilas buku itu. Cara yang paling praktis adalah dengan melihat judulnya dan kilasan isinya di cover depan dan belakang. Kalau buku tersebut tidak dibungkus (karena biasanya di toko dalam keadaan dibungkus plastik), Anda bisa melihat daftar isinya untuk mengetahui sedikit tentang hal-hal utama yang dibahas.
Setelah tahap pengenalan, Anda masuki tahap menjelajah. Kalau Anda sudah memutuskan untuk membaca lanjut buku tersebut, maka kini saatnya Anda membaca isinya. Mungkin Anda merasa membutuhkan membaca seluruh isi buku itu atau hanya membaca beberapa bab yang menurut Anda itu penting diketahui. Jadi, bacalah isi buku tersebut sesuai dengan kebutuhan. Pada tahapan ini Anda membacanya dengan cepat. Membaca cepat di sini hanya untuk mengetahui secara keseluruhan isi buku dimaksud.
Usai tahapan membaca menjelajah, kini saatnya membaca secara mendetail. Membaca detail? Ya, Anda mengulangi membaca buku itu mulai dari awal lagi. Kini saatnya membaca buku dengan lebih fokus, melihat detailnya, memahami isinya step by step. Sembari membaca, berikan garis bawah bagian-bagian yang penting, bila perlu isi dengan cacatan kecil di kiri atau kanan margin buku untuk membantu ingatan atas pokok soal yang dibicarakan pada bagian tersebut. Membacalah dengan mengerahkan lebih banyak indera. Di samping melihat buku itu, membacanya, menggarisbawahi, mengisinya dengan cacatan, tidak mengapa kalau Anda merasa perlu berkomat-kamit mengekspresikan isi bagian yang Anda baca. Ingatlah, semakin banyak indera yang dilibatkan dalam aktivitas membaca, daya lekatnya di pikiran pun kian baik. Apalagi isi buku itu kemudian Anda diskusikan dengan orang lain, dan/atau Anda laksanakan dalam kehidupan sehari-hari (untuk buku how to).
Tahap terakhir adalah tahap meringkas. Pada tahapan ini Anda bisa membuat catatan-catatan seperlunya dari isi buku itu. Manfaatkan buku harian atau block note. Dengan menuliskan bagian-bagian yang penting, di samping membantu memperkuat ingatan juga untuk membantu menemukan isi ringkasnya ketika suatu saat nanti Anda perlukan.
Itulah cara penulis membaca buku. Apakah Anda mempunyai kiat membaca yang lebih jitu? Berbagilah.
Read more ...

Memaknai Kehadiran Kita di Dunia

Oleh I Ketut Suweca


Ketika hari-hari berjalan secara rutin tanpa gejolak, ketika kita mendapatkan ‘kemajuan’, mungkin dalam peningkatan jabatan, kenaikan pangkat, tumpukan kekayaan, dan ‘keberhasilan-keberhasilan’ lain, pernahkah kita berpikir mengenai hakekat hidup ini? Merenung mengenai apa sesungguhnya tujuan kita lahir ke dunia? Benarkah kita lahir untuk sebuah kekuasaan, sebuah kekayaan, atau kelimpahan duniawi lainnya?
Kadang-kadang, tatkala kita sedang sibuk berjuang mengejar sesuatu yang bersifat duniawi, mungkin kita lupa mengejar yang spiritual. Maksudnya, kita lupa mempertimbangkan, apa sesungguhnya nilai segala sesuatu yang sedang kita kejar ini. Apakah yang kita kejar itu selaras dengan keimanan kita kepada Tuhan? Atau, apakah yang kita kejar itu tidak melanggar kaidah/ajaran ketuhanan? Sebagian dari kita mungkin lupa aspek moral dan etik karena silau oleh gemerlap duniawi.
Kalau direnungkan lebih jauh, apakah sebenarnya makna semua yang kita sebut dengan ‘keberhasilan’ itu? Apakah itu akan mengantarkan kita pada jalan menuju Tuhan? Tidakkah malah menjauhkan kita dengan Tuhan? Atau, kita memang tak mau tahu dengan aspek moral dari segala sesuatu yang kita raih, karena yang penting mendapatkan sebanyak-banyaknya, tak peduli apakah sejalah dengan kehendak-Nya atau tidak?
Kalau kita acuh tak acuh terhadap nilai moral dari pekerjaan kita, persoalan menjadi sulit. Perlu usaha keras untuk membangunkan kita dari kegelapan duniawi. Kalau kita sudah selalu ingat untuk mengukur semua pekerjaan kita dengan aspek moral dan berpedoman padanya, mungkin kita akan dengan mudah melangkah di garis ketuhanan.
Mari kita coba untuk self-correctie. Kalau kita mati -- semua orang pasti akan mati -- apa yang kita bawa? Apakah kita akan membawa semua pangkat, kekayaan, dan kekuasaan yang pernah kita raih itu ke dunia sana? Bukankah kita hanya dibekali selembar kain kafan? Kalau kita bersikukuh membawa semua harata benda duniawi yang berhasil kita raih di dunia, untuk apa dan mungkinkah? Adakah orang yang seperti itu?
Penulis berpendapat, sejatinya yang kita mesti lakukan di dunia ini adalah kerja: kerja sebagai bentuk bakti atau ibadah kita kepada Tuhan tanpa harus terlalu banyak berhitung hasil yang kita dapatkan dari kerja itu. Yang perlu kita lakukan di dunia ini adalah menabur kebajikan, menabur kebaikan dan kasih sayang dengan sesama. Wujudnya bermacam-macam, mungkin berbagi sedekah dengan mereka yang miskin, mungkin berbagi pengalaman dan pertimbangan dengan mereka yang tengah dilanda kesulitan, dan senantiasa siap membantu siapa pun yang benar-benar membutuhkan bantuan. Dengan begitu, barulah kiranya kehidupan kita di dunia menjadi lebih berarti. Dan, dengan ringan dan ikhlas kita bakal meninggalkan dunia karena selama di dunia sudah sempat banyak berbuat kebaikan.
Kesempatan untuk hidup sebagai manusia di dunia adalah kesempatan emas. Dan, sifatnya sangat sementara seperti kilat di udara. Lahir, hadir, kemudian tiada. Saat di dunialah kita bisa berbuat kebaikan, bukan setelah di liang kubur. Semoga bermanfaat. ***
Read more ...

Ketika Kesulitan Mendera Kita

Oleh I Ketut Suweca

Senang dan susah itu berkawan baik. Tidak ada hidup yang tanpa pernah mengalami kesulitan. Tidak ada perjalanan hidup yang, senang-senang saja, lurus-lurus saja. Tetapi, tentu ada kelokannya, ada naik-turun, ada bagian jalan yang berbatu, bahkan ada bagian yang terjal. Masih syukur, ada sedikit jalan yang datar dan lurus yang memungkinkan kita menarik nafas dengan tenang.
Begitulah kehidupan, susah-senang, pahit-manis bergandengan. Karena itu sudah menjadi elan kehidupan dan sebagian besar tidak dapat dihindari, maka kitalah yang pintar-pintar mengelola diri kita. Dengan pengelolaan diri, kita tidak terlalu diombang-ambingkan oleh kehidupan. Ini tentu persoalan yang tidak mudah, tetapi harus dijalani.
Saya menyaksikan orang yang sedang kesusahan menuduh Tuhan tidak adil. Bagi orang ini, seakan-akan hanya dialah yang paling sengsara di muka bumi ini. Baginya, tidak ada orang susah dan sulit hidupnya sesulit dan sesusah dia. Tuhan dirasakannya tidak adil, dengan mengeluh mengapa ‘hanya’ dia yang dibebani kesusahan seperti yang dialaminya.
Hidup memang tidak terdiri atas susah-susah melulu atau senang-senang saja. Keduanya silih berganti menghampiri kita. Adakah kita ingat dengan Tuhan tatkala kita sedang hidup senang dan makmur? Apakah kita baru ingat dan memanggil-manggil Tuhan hanya tatkala kita sedang dalam kesulitan? Kita sendiri yang dapat menjawabnya.
Ketika kita susah kita menghendaki Tuhan berkenan menolong kita, tapi tatkala kita hidup senang mungkin diantara kita lupa kepadaNya.
Apapun keadaan kehidupan kita, mungkin sebaiknya kita selalu bersyukur. Bersyukur atas apapun yang sudah kita terima. Hal-hal yang utama dan bahkan urgen yang telah kita nikmati, kadangkala kita lupa mensyukurinya. Seperti, ketika kita bangun pagi masih sehat, ketika anak-anak bisa bersekolah dengan baik, ketika kita dapat bekerja dengan baik dan mendapatkan sejumlah uang untuk makan. Juga tatkala kita dapat menghirup nafas dari udara segar di pagi hari. Hal-hal yang nampaknya biasa itu acap terlupakan untuk kita syukuri.
Sebaliknya, kita mungkin lebih sering mengeluhkan keadaan yang tidak sesuai dengan keinginan kita, kita mengeluhkan segala sesuatu yang belum kita dapatkan, kita menggerutu karena banyak hal yang belum kita peroleh sesuai dengan keinginan.
Mungkin ada baiknya kita mengurangi frekuensi berkeluh-kesah, dan sebaliknya memperbanyak bersyukur atau berterima kasih atas segala apa yang telah dikaruniakan Tuhan kepada kita. Dengan banyak bersyukur, kita akan terarah ke pikiran-pikiran positif. Dan, pikiran-pikiran positif itu akan membantu kita mencapai kehidupan yang lebih baik. Kita menjadi lebih tenang dan damai menjalani hidup, memaklumi bahwa susah-senang itu berdampingan, dan dapat menjalani hidup yang lebih berkualitas. ***
Read more ...

Hanya Hari Ini Milik Kita

Oleh I Ketut Suweca

“Kenyataan hari ini adalah mimpi hari kemarin. Mimpi hari ini
adalah kenyataan hari esok.” (Hasan Al Bana)


Perhelatan sepak bola Piala AFF 2010 cukup lama usai. Mungkin kita masih terngiang dengan gegap gempita suporter pendukung Tim Merah Putih. Dukungan meluap deras bak air bah. Luar biasa. Hal ini menampakkan betapa kita semua mencintai negeri ini dengan semangat keindonesiaan sejati. Di situ ada harapan menjadi pemenang, walau pada akhirnya harus mengakui keunggulan Tim Nasional Malaysia di babak final. Score lag kedua yang diharapkan minimal 0-4, atau 1-5 untuk bisa menang bagi Indonesia, tidak menjadi kenyataan. Walapun pada akhirnya Tim Merah Putih kalah, namun acungan jempol patut kita berikan kepada mereka. Para pemain, pelatih, dan seluruh komponen yang berkontribusi dalam mencapai prestasi tersebut, apapun hasilnya, tetap kita hargai. Mereka telah berjuang keras mencapai hasil yang optimal. Tim Nasional Indonesia sudah berbuat sebaik yang mereka mampu. Dalam sepak bola ada yang menang dan kalah, itu hal yang biasa. Jangan ada saling menyalahkan. Yang terpenting, Tim Merah Putih sudah berlaga dengan menjunjung tinggi sportivitas. Demikian pula para suporter yang dengan sepenuh hati memberikan dukungan. Dan, dalam setiap pertandingan, kita mesti siap kalah dan siap menang. Bukan melulu siap menang, sehingga kalau kalah, lalu membuat keributan seperti acap terjadi dalam Pemilukada.
Kalau kini kita masih saja kalah, toh tetap masih ada waktu untuk berbenah. Kalah tak berarti kiamat. Yang diperlukan ke depan adalah melakukan pembenahan: menyatukan pikiran dan menyamakan langkah untuk membangun persepakbolaan di negeri ini. Dari ratusan juta penduduk Indonesia pasti ada yang benar-benar berbakat atau berpotensi dan siap diasah menjadi pemain bola level nasional. Ini penting sebagai bentuk pembinaan generasi pemain muda (youth development) lapis kedua. Para pemain yang ada sekarang pun mesti berlatih kian keras dan kontinyu untuk menghadapi event sejenis di masa mendatang. PSSI yang paling bertanggung jawab terhadap persebakbolaan juga seyogianya berbenah diri ke dalam. Jadikan kekalahan ini sebagai cemeti pemacu diri untuk berusaha lebih keras dan cerdas di masa datang. Jangan pernah berputus asa, karena keputusasaan adalah ciri kelemahan. Jangan lagi ada yang menohok pihak-pihak tertentu untuk dijadikan kambing hitam atas ketidakberhasilan menjuarai Piala AFF ini. Yang penting dan mendesak adalah menyusun strategi dan program yang menyangkut masa depan sepak bola kita. Sepak bola kita tak boleh terus-menerus menjadi pecundang, suatu saat pastikan bakal jadi pemenang.
Penghiburan dan Keberanian Bermimpi
Pertandingan sepak bola Asia Tenggara itu telah sempat memberikan kita penghiburan di tengah-tengah tumpukan problema di negeri ini, seperti bencana alam, korupsi, TKW, video porno artis, dan banyak lagi. Lega rasanya dapat bersantai untuk istirahat sejenak dari hiruk-pikuk persoalan itu. Akan tetapi, kini perhelatan sepakbola telah usai. Apa yang akan terjadi kemudian? Apa yang bakal dikerjakan kemudian? Kita mungkin perlu membuka kembali file permasalahan yang, dalam beberapa waktu, kita tutup dan lupakan sementara. Dengan berupaya menyemangati diri, kita harus mencari jalan untuk memecahkan masalah yang masih belum tertuntaskan. Di samping masalah yang sudah ada di arsip tersebut, mungkin tak lama lagi akan mencuat kasus atau issue baru yang tak kalah menariknya. Daripada menunggu issue itu, lebih baik kita fokus untuk mengurai benang kusut yang ada di depan mata yang segera butuh penanganan.
Satu hal yang menjadi pegangan kita di awal tahun 2011 ini adalah perlunya keberanian untuk bermimpi. Bermimpi mengenai goal yang berharga yang hendak kita tuju, setelah memahami terlebih dahulu dimana kita berada, kini. Termasuk menentukan apa yang perlu kita lakukan untuk mencapai tujuan itu? Seperti dikatakan Hasan Al Bana sebagaimana dikutip di atas bahwa “kenyataan hari ini adalah mimpi hari kemarin. Mimpi hari ini adalah kenyataan hari esok.” Jadi, kini saatnya kita merajut mimpi, dan berjuang mengusahakannya menjadi kenyataan. Kegairahan hidup ada pada mimpi-mimpi itu, karena mimpi itu membawa kita kepada tantangan untuk mencapai kemajuan. Tanpa mimpi, hidup akan terasa tak berguna, hambar, dan tidak jelas akan menuju ke mana. Maka, mari kita bermimpi seraya berjuang mencapainya.
Berpikir Positif
Berpikir positif adalah bekal kehidupan menyongsong masa depan. Berpikir positif artinya melihat segala sesuatu secara positif dan konstruktif, jauh dari praduga atau syak wasangka. Berpikir positif meliputi tiga tataran: berpikir positif terhadap diri sendiri, orang lain, dan Tuhan. Berpikir positif terhadap diri sendiri adalah dengan memandang diri dengan penuh keimanan, bahwa ada potensi besar dalam diri kita sendiri. Ada kekuatan Tuhan yang mahadahsyat yang membentuk kekuatan kita sebagai insan ciptaanNya. Jangan pernah kita menganggap remeh diri, menganggap segala sesuatunya tidak mungkin kita capai, dan selalu merasa tak berdaya. Jika kekuatan Tuhan bersama kita karena kita berada di dalam rel yang diberkatiNya, kekuatan macam apa yang mampu mengalahkannya?
Berpikir positif juga terhadap orang lain. Dengan begitu, kita akan membuka diri kepada orang, saling percaya, membangun kerjasama, dan membentuk sinergi, sekaligus membuang habis kecurigaan dan permusuhan. Dengan berpikir positif terhadap orang lain, kita akan merasa hidup lebih nyaman dan tenteram berada dalam masyarakat yang peduli dengan solidaritas tinggi. Jika sudah tumbuh saling percaya (trust) dalam masyarakat, niscaya segala tujuan menjadi lebih mudah dicapai.
Tak kalah pentingnya adalah berpikir positif terhadap Tuhan. Masih ada orang yang menyangsikan kebesaran Tuhan tatkala ia ditimpa masalah berulangkali. Bahkan menyatakan Tuhan itu sudah mati. Hendaknya kita selalu meyakini, dalam kondisi apapun, Tuhan senantiasa bersama kita. Hanya kita, manusia yang sering khilaf dan melupakanNya, lupa berserah diri dan memohon petunjuk dan bantuanNya. Bahkan mungkin kita telah meragukan keadilan dan kehadiranNya. Jadi, berpikir positif terhadap Tuhan adalah berpikir bahwa apa saja yang kita alami adalah atas karunia Tuhan dan itulah yang terbaik buat kita. Sekaligus juga hasil dari karma kita sendiri.
Hari Ini Milik Kita
Ada ungkapan, “barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia merupakan orang yang beruntung. Kalau sama saja, dia adalah orang yang merugi. Kalau lebih buruk, dia adalah orang yang celaka.” Milik kita hanya hari ini! Kita hanya bisa berpikir, berkata, dan berupaya pada ‘hari ini’. Kita tak bisa merubah hari kemarin karena sudah lewat. Hari kemarin sudah menjadi masa lalu. Karena itu, tak perlu menjadikan hari kemarin sebagai beban yang harus dipikul pada hari ini. Hari esok adalah hari yang belum datang, belum jadi kenyataan, masih samar-samar. Karenanya, tak layak kalau kita khawatirkan hari esok pada hari ini. Rugi dan membuang waktu percuma. Mari isi setiap ‘hari ini’ dengan sebaik-baiknya sehingga kita menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Hanya hari ini milik kita, milik kita hanya hari ini! Tabuh genderang dan tiupan sangkakala Tahun Baru 2011 menyambut kita. Mari bergegas berbenah diri, tak terkecuali dalam urusan bola di negeri ini. ***
Read more ...