Resensi Buku : Mendulang Manfaat dari Aktivitas Membaca dan Menulis

Oleh I Ketut Suweca


Judul Buku : Mengikat Makna Update: Membaca dan Menulis yang Memberdayakan
Penulis : Hernowo
Penerbit : Kaifa, Bandung.
Edisi : I, Tahun 2009.
Halaman : xxxii + 213 halaman.


Pada bagian cover, penulis buku ini mencantumkan gambaran kepada pembaca mengenai apa saja yang dapat dipelajari. Hernowo, sang penulis, mengatakan ada empat langkah aktivitas membaca dan menulis. Langkah pertama, membangun ruang privat di dalam pikiran Anda. Langkah kedua, menyelenggarakan kegiatan membaca dan menulis secara bersamaan. Langkah ketiga, berusaha sekuat daya untuk meraih makna.
Lumayan menyenangkan membaca buku hasil karya seorang penulis yang sudah melahirkan 24 buku ini. Pembaca seakan-akan diajak bergembira dan bersantai sembari membaca. Di sela-sela untaian kalimat demi kalimat dalam bahasan utamanya, penulis menyisipkan beberapa karya grafis/gambar yang lucu yang dipandang relevan dengan isi buku. Ada pula cuplikan-cuplikan berbagai buku sumber yang, menurut penulis, relevan dengan isi buku yang mungkin dimaksudkan untuk menambah wawasan para pembaca. Kalau, misalnya, pembaca berkeinginan untuk menambah pengetahuannya di dalam topik tertentu, dengan cuplikan itu, pembaca mungkin saja bisa tergugah untuk mencari buku sumber tersebut. Beberapa sketsa juga ditampilkan. Di samping sekadar untuk variasi sehingga tidak terkesan monoton, dengan sketsa itu penulis mungkin mengharapkan para pembaca dapat segera menangkap topik-topik yang dibahas.
Dalam pembicaraan seputar langkah pertama, Hernowo mengatakan bahwa kegiatan menulis memiliki makna yang sangat kaya yang membuatnya tidak pernah bosan dalam menjalankan kegiatan menulis. Menurutnya, kegiatan menulis itu seperti sedang mengencangkan atau menyatupadukan ingatan. “Ketika saya menjumpai materi-materi sebuah buku yang mengesankan saya, materi-materi itu akan semakin melekat di dalam diri saya apabila saya menuliskannya dalam konteks mengikatnya,” tulis Hernowo (hal. 36). Ia juga mengatakan bahwa aktivitas menulis adalah kegiatan mengonstruksi, menata, memproduksi, menggambarkan, meengeluarkan dan membagikan ide-ide.
Pada langkah kedua yang membicarakan tentang “menyelenggarakan kegiatan membaca dan menulis secara bersamaan,” penulis buku ini mengatakan bahwa “membaca dan menulis bagaikan sepasang suami-istri yang dalam kesehariannya, masing-masing beraktivitas secara komplementer. Membaca akan menjadi kegiatan yang efektif apabila disertai menuliskan hal-hal yang terbaca. Bagitupun sebaliknya, menulis akan menjadi kegiatan yang efektif apabila didampingi oleh membaca. Dua aktivitas intelektual ini, yaitu membaca dan menulis, memang bisa dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja. Namun, menggabungkan dua aktivitas tersebut secara bersamaan dan saling mendukung belum tentu dapat dilakukan setiap orang”.
Bagi penulis buku ini, menemukan buku yang bergizi sangatlah penting. Sebagaimana makanan yang bergizi, buku yang bergizi akan memberikan “kesehatan” dan tambahan “kekuatan” bagi rohani pembacanya. “Apalagi jika sang pembaca tersebut bertujuan mengeluarkan potensi menulisnya. Apabila dia dapat menemukan buku yang bergizi dan kemudian secara kontinyu dan konsisten membacanya, ada kemungkinan besar potensi menulisnya akan mengejewantah menjadi sebuah “kekuatan” yang tiada tara,” tulisnya (hal. 130).
Pada langkah ketiga tentang “sekuat daya untuk meraih makna”, penulis buku ini mengajak pembaca menggali makna dari berbagai hal yang terkait dengan diri. Diantaranya, mengeksplorasi makna nama diri, mengeksplorasi makna hari kelahiran, mrengeksplorasi makna masa kecil dan mengeksplorasi makna menetap di sebuah rumah. Di samping itu, pembaca juga diajak untuk mengeksplorasi makna belajar di sekolah, mengeksplorasi makna menjadi orang Indonesia serta mengeksplorasi makna menjadi diri sendiri. “Saya berpesan kepada Anda untuk bersegera mewariskan hal-hal berharga dalam kehidupan Anda lewat kegiatan menulis. Anda bisa memulainya dengan membaca kehidupan Anda lebih dahulu, kemudian Anda coba merumuskan hal-hal bermakna dari hasil kegiatan membaca Anda atas diri Anda”, demikian ajakan penulis buku ini
Seperti disebutkan di depan, buku ini banyak ‘accessoris’-nya. Ada gambar-gambar lucu, ada sketsa tulisan, ada petikan isi buku yang sejalan dengan isi tulisannya. Yang pasti, buku ini tampak bervariasi dan lumayan ramai perwajahannya. Terserah kepada Anda dalam menilai buku ini, karena yang terpenting adalah: adakah sesuatu yang baru dan berharga yang dapat Anda petik dari buku yang Anda baca?
Read more ...

Resensi Buku : Meraup Duit dari Blog Anda

Judul Buku : 7 Langkah Mudah Mencari Uang Lewat Blog
Penulis : Eko Nurhuda
Penerbit : Garailmu
Edisi : Pertama, Februari 2010
Halaman : 286 halaman.

Ini buku yang benar-benar baru. Terbit pertama kali pada Februari 2010. Buku yang sejenis dengan ini cukup banyak di pasaran. Akan tetapi, pada umumnya buku tentang blog yang beredar lebih banyak berisi teknik membuat blog dengan berbagai macam variasinya. Akan tetapi, buku karya Eko Nurhuda ini benar-benar beda. Ia tak sekedar menjelaskan bagaimana membuat blog yang berkualitas, tapi lebih kepada motivasi yang mengarah pada mindset pembaca. Ketujuh langkah yang dilakukannya mencerminkan hal-hal yang lebih substansial yang mengarah pada aspek pembentukan mental sang pem-blogger daripada sekadar persoalan teknis.
Buku ini terdiri dari 7 langkah mencari uang lewat blog. Kendatipun judulnya ‘mencari uang’, tapi di dalam buku ini ditegaskan agar jangan sampai motif mencari uang itu sebagai motif utama. Jangan pula niat supaya ‘cepat terkenal’ menjadi motif utama. Mengapa? Karena, dengan motif semacam itu, di samping orang tak akan sabar menjalani proses, juga bisa cepat putus asa. Motif yang baik dalam membuat blog menurut Eko Nurhuda adalah untuk memberikan pelayanan kepada orang lain melalui blog dengan sebaik-baiknya. Ia memberi contoh tentang sikap pendiri Google, Larry Page dan Sergey Brin. Motif mereka bukanlah demi kekayaan atau popularitas, melainkan ingin mempersembahkan mesin pencari yang lebih baik kepada para pengguna internet. “Teladanilah sikap para pendiri Google. Yang terpenting adalah melayani orang lain sebaik-baiknya. Lihat apa yang sedang dibutuhkan orang banyak saat ini, lalu cari cara untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan spirit melayani seperti ini, kita akan tertantang untuk selalu melakukan yang terbaik tanpa pamrih, tanpa memikirkan hasil yang diperoleh. Setelah memberikan yang terbaik, percayalah, penghasilan akan datang dengan sendirinya dari jalan yang terkadang justru tidak pernah diduga-duga sebelumnya”, ajak Eko Nurhuda, pengarang buku ini.
Lantas bagaimana memulai sebuah blog? Pembaca dianjurkan melakukan posting ke blog sendiri dengan tulisan-tulisan yang sesuai dengan minat. Hal-hal yang dikuasai dan diminati adalah tema yang menarik agar blogger merasa betah dan posting-nya bisa berlanjut. Jika orang memulai blog-nya dengan tulisan-tulisan yang sesuai dengan kesukaannya, dapat dipastikan ia akan dapat mengelola blog-nya dengan sungguh-sungguh dan senang hati. “Buatlah blog yang mengangkat tema sesuai dengan hobi dan minat. Anda dijamin tidak bakal kehabisan ide sebagai bahan tulisan. Selain itu, tulisan-tulisan yang dipublikasikan di blog tersebut juga akan memancarkan energi sekaligus ketulusan hati, karena Anda memang benar-benar menyukai apa yang Anda bahas. Dengan tulisan penuh ketulusan ini, mudah saja bagi Anda untuk menjalin readership, sebuah ikatan emosional yang dapat mengeratkan hubungan Anda dan para pembaca”, papar penulis buku ini (hal.40).
Lalu, bagaimana dengan tujuan Anda membuat blog? Ya, satu hal yang penting diperhatikan adalah ke mana arah dan tujuan blog Anda nantinya. Dan, seperti ditulis oleh Eko Nurhuda, tujuan itu menjadi penting, karena dengan menentukan arah blog Anda saat ini sama dengan menentukan mau jadi apa Anda nanti dengan blog itu. Istilah blogger kawakan, Lorell van Fossen : “Blogger are their blog. You made your blog and your blog made you”. (hal 41). Ada blogger yang membuat blog dengan tujuan untuk membangun branding sekaligus kepercayaan diri sebagai penulis sebelum masuk ke dunia penulisan di media mainstream. Jadi, blog ia jadikan sebagai ajang latihan untuk mengasah ketajaman analisisnya terhadap suatu fenomena. Ada juga yang membuat blog dengan tujuan mempromosikan kabupaten di mana ia tinggal, karena sadar kabupatennya masih sangat terbelakang.
Diingatkan oleh penulis buku ini, bahwa kalau Anda benar-benar mau menghasilkan uang melalui blog, lupakanlah semua hal yang Anda rasa bakal menyulitkan keinginan tersebut. Sebaliknya, fokuskanlah perhatian hanya pada tujuan yang hendak Anda capai. Jangan pernah mencari-cari alasan karena alasan adalah gerbang menuju kegagalan (hal 54).
Kalau di atas dibicarakan seputar maindset, langkah kedua dan seterusnya hingga langkah ketujuh isi buku ini banyak berbicara ke persoalan praktis di sela-sela sejumlah motivasi di dalamnya. Misalnya, bagaimana merencanakan sebuah blog. Penulis menyebutkan, ada tiga tipe blog yang bisa dimasuki atau dibuat., yaitu personal blog, hobbies blog, dan high demand niche market blog. Personal blog atau blog pribadi adalah blog tentang Anda sendiri. Tipe blog inilah yang biasa disebut sebagai online diary. Di dalamnya, Anda bisa menuliskan kehidupan sehari-hari, mulai dari hal-hal ringan sampai yang serius. Contohnya, blog TikaBanget.com dan Ndop.com. Kedua blog ini menampilkan kejadian-kejadian lucu dan menarik, sehingga ratusan komentar selalu mrnghiasi setiap posting di kedua blog itu.
Hobbies blog atau passion blog berisi seputar hal yang paling disukai pengelolanya. Prinsipnya tak banyak beda dengan personal blog. Hanya, di sini Anda membahas lebih spesifik pada satu bidang saja. Bisa itu hobi, keahlian Anda atau sesuatu yang sedang Anda pelajari. Kalau Anda hobi membaca, Anda cocok menulis tentang resensi buku yang Anda baca. Demikian pula kalau Anda tertarik dengan hal seputar koleksi uang lama, Anda bisa buat blog yang bertema numismatik. “Sebisa mungkin, kuasai semua hal yang berkaitan dengan langsung maupun tidak langsung dengan topik blog Anda. Jadikan diri Anda sebagai expert dalam bidang yang Anda angkat, karena bisa jadi suatu saat nanti blog Anda dijadikan rujukan utama seputar topik tersebut. Kalau sudah begini, bersiap-siaplah menjadi seorang ahli yang bakal sering dimintai waktu untuk sekedar berkonsultasi atau memberikan ceramah di pertemuan-pertemuan resmi.” (hal 62). Nice demand niche market blog boleh dibilang jenis blog paling serius. Ini adalah blog yang memang dikhususkan sebagai blog bisnis. Selain berisi artikel-artikel, blog seperti ini menawarkan berbagai produk yang berhubungan dengan topik blog.
Di samping merencanakan blog, membangun blog, meng-update blog secara berkala, mendatangkan pengunjung, penulis buku ini juga berbicara tentang bagaimana berinteraksi dengan blogger lain. Ajakan yang terpenting dalam kaitan ini adalah melakukan blogwalking, yakni rajin mengunjungi blog-blog lain dan memberikan komentar pada blog tersebut. Menurut penulis buku ini, ada sejumlah manfaat yang dapat dipetik dari blogwalking ini, yaitu untuk menambah wawasan dan pengetahuan, untuk mempromosikan blog sendiri, ‘mengintai’ blog sukses, dan mencari hiburan. Dengan melakukan blogwalking dan memberi komentar yang baik dan beretika, jaringan kita akan semakin luas, dan kunjungan balasan pun akan semakin banyak. Ini berarti blog kita itu akan mempunyai pengunjung atau pembaca tetap. Ingat, pada saat memberikan komentar, jangan lupa mencantumkan alamat blog Anda.
Kalau Anda telah berhasil membangun blog yang hidup dan terus berkembang, maka sudah saatnya Anda melakukan monetisasi blog. Untuk ini, Anda dapat mendaftar pada sejumlah program online earning, seperti Pay Per Click (PPC), Google Adsense, Kumpul Blogger, KlikSaya. com, dan banyak lagi. Dengan iklan yang masuk ke blog Anda, peluang untuk mendapatkan duit semakin besar. Kalau pembaca blog Anda meng-klik salah satu atau beberapa iklan yang Anda pasang, itu artinya uang tengah mengalir ke arah Anda. Tentang ini Anda dapat baca aturan mainnya pada masing-masing online earning.
Buku ini terbilang menarik karena memiliki kualitas isi yang bagus, bahasa yang sederhana sehingga mudah dicerna pembaca, dan yang terpenting: ada banyak hal baru yang pastinya akan Anda petik ketika membacanya. Asalkan Anda mengikuti ketujuh langkah sebagaimana disebutkan di dalam buku Eko Nurhuda ini, maka yakinlah Anda akan memperoleh income dari blog Anda. Nah, selamat membaca, mempraktekkan dengan telaten, tekun, dan sabar, dan selamat menikmati penghasilan dari blog Anda nantinya.
Read more ...

MENYAMBUT UU KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

Oleh I Ketut Suweca

Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang telah disahkan pada 31 April 2008, diberlakukan mulai 1 Mei 2010. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap informasi publik sebagai bagian dari good governance dapat dikelola dengan baik dan benar-benar dapat dijalankan.(Bali Post, 1/5/2010). Akan tetapi, pada kenyataannya, masyarakat belum semuanya memahami isi undang-undang tersebut. Kendati pun sudah mengalami ‘masa persiapan’ pelaksanaan selama dua tahun, namun karena undang-undang masih relatif baru, maka belum banyak yang mengetahui kandungannya. Oleh karena itu, UU ini sangat mendesak untuk disosialisasikan secara luas.
Undang-Undang ini lahir sebagai perwujudan dari amanat konstitusi. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 F disebutkan bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh informasi. Hak atas informasi menjadi sangat penting karena makin terbuka (transparan) penyelenggaraan negara untuk diawasi publik dan penyelenggaraan negara menjadi semakin dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel). Hak setiap orang untuk memperoleh informasi juga sangat relevan dengan upaya untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan publik

Badan Publik, Hak dan Kewajibannya.
Yang dimaksud dengan Badan Publik dalam pasal 1 ayat 3 UU ini adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugasnya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik selain informasi yang dikecualikan. Informasi publik dalam konteks ini dimaksudkan sebagai informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara. Informasi yang disediakan adalah informasi yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan. Akan tetapi, Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Undang-Undang ini, informasi publik yang tidak dapat diberikan meliputi : a. informasi yang dapat membahayakan negara; b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat; c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi; d. informasi publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.

Informasi Wajib
Terdapat tiga kategori informasi yang wajib dipenuhi oleh setiap Badan Publik. Pertama, informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala. Kedua, informasi yang wajib diumumkan secara serta-merta; dan ketiga, informasi yang wajib tersedia setiap saat.
Yang termasuk ke dalam kategori informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala meliputi: a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik; b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik; c. informasi mengenai laporan keuangan dan; d. informasi lainnya yang diatur dalam peraturan peundang-undangan. Informasi jenis ini dilakukan paling singkat enam bulan sekali dan disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Selanjutnya, yang termasuk kategori informasi yang wajib diumumkan secara serta-merta adalah informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum.
Adapun informasi yang wajib tersedia setiap saat, meliputi : a. daftar seluruh informasi publik yang berada di bawah penguasaannya, tapi tidak termasuk informasi yang dikecualikan; b. hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya; c. seluruh kebijakan yang ada dan dokumen pendukungnya; d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan public, e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga; f. informasi dan kevbijakan Badan Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum dan; g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat.

Informasi yang Dikecualikan
Di samping informasi wajib sebagaimana disebutkan di atas, ada pula jenis informasi yang dikecualikan. Artinya, Badan Publik tidak boleh meneruskan informasi jenis dikecualikan ini kepada publik. Diantaranya, informasi yang apabila dibuka dan diberikan kapada pemohon informasi dapat mrnghambat proses penegakan hukum, dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelaktual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat. Juga, informasi publik yang apabila dibuka dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara; dapat mengungkap kekayaan alam Indonesia; dan dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional.
Yang juga termasuk ke dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah yang apabila dibuka dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri; dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang; dan informasi lainnya yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-undang.

Pengenaan Sanksi dan Kesiapan Badan Publik
Dalam pasal 51 Undang-Undang ini disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan informasi publik secara melawan hukum diancam pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak lima juta rupiah. Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan dan/atau tidak menerbitkan informasi publik dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama satu tahun dan/atau pidana denda lima juta rupiah.
Pertanyaan yang muncul adalah, siapkah Badan Publik untuk melaksanakan UU ini? Untuk mengimplementasikan UU ini tentu bukan pekerjaan yang mudah. Akan ada banyak kendala yang dihadapi sehingga memerlukan waktu untuk mencapai tingkat pelaksaan yang maksimal. Kalau dalam penyelenggaraan pemerintahan selama ini ada yang kurang transparan, maka oleh UU ini dituntut menjadi transparan. Sistem pengelolaan informasi oleh Badan Publik yang belum baik dituntut untuk disempurnakan sehingga benar-benar dapat menunjang terwujudnya penyediaan informasi yang cepat, akurat dan tidak menyesatkan.
Read more ...

Anak, Aset Masa Depan Bangsa. Lindungilah

Oleh Drs. I Ketut Suweca, M.Si


Belakangan ini kasus pemerkosaan anak-anak SD terjadi berturut-turut di Denpasar. Pada awalnya polisi mengalami kesulitan mengetahui identitas si pelaku. Kini, satu diantara mereka sudah ditangkap. Kini polisi masih memburu pelaku-pelaku lainnya. Gaung pemerkosaan terhadap anak-anak SD ini bahkan sampai di gedung DPR RI. Salah seorang anggota Komisi III saat rapat kerja dengan Kapolri dan jajarannya baru-baru ini, meminta Kapolri untuk lebih memberi perhatian terhadap masalah ini, dan secepatnya menangkap dan menghukum pelakunya. Kasus pemerkosaan ini sungguh sangat memprihatinkan. Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk mencegah kasus-kasus pemerkosaan seperti itu terulang lagi? Ada empat hal yang berkaitan dengan peran yang perlu diperhatikan dalam mencegah tangkal terulangnya kasus seperti itu. Tidak hanya untuk memproteksi anak-anak SD, juga anak-anak remaja kita.
Pertama, peran si anak sendiri. Ia harus dibekali kemampuan untuk cepat tanggap terhadap situasi dan segera menghindari kemungkinan terjadinya pemerkosaan, misalnya dengan berteriak, menggigit, berlari, bahkan bisa dalam kepepet dapat memukul atau menendang kemaluan pelaku. Yang lebih penting lagi, ia harus dengan tegas dan berani mengatakan “tidak” terhadap iming-iming hadiah atau ajakan jalan-jalan. Anak hendaknya juga bisa menolak kalau si ‘calon pelaku’ mengaku menjemput karena disuruh orang tua, dan lain-lain modus yang patut dicurigai. Ada baiknya si anak belajar ilmu beladiri sehingga lebih memungkinkan untuk melindungi dirinya sendiri. Sikap “awas lan waspada” mesti ditanamkan pada diri si anak. Akan tetapi, jangan over dosis, karena ini dapat memunculkan rasa curiga dan rasa takut yang berlebihan pada si anak.
Kedua, peran keluarga. Keluarga, terutama para orang tua, hendaknya membekali anak-anak dengan sejumlah nasehat atau petunjuk seputar masalah ini. Berbarengan dengan itu, ciptakan suasana nyaman, damai, dan penuh kasih sayang di dalam keluarga. Ini penting, agar anak betah di rumah dan tidak cenderung keluyuran ke luar rumah. Suasana yang harmonis di dalam keluarga akan menciptakan kondisi positif bagi kejiwaan anak, yang mendorongnya untuk tumbuh dewasa dengan baik dan cerdas dalam menghadapi masalah. Jadi, perkuat di dalam keluarga, sehingga anak lebih siap mengantisipasi gangguan di luar.
Ketiga, peran sekolah. Hendaknya sekolah benar-benar memberikan proteksi terhadap para siswa di lingkungannya. Mulai dari kepala sekolah, guru-guru, hingga pegawai sekolah ada baiknya mengenal para siswa yang belajar di sekolah tersebut. Satuan pengamanan (satpam) di sekolah berperan penting, terutama saat siswa ke luar sekolah setelah jam pelajaran selesai. Di jalan raya, peran aparat kepolisian juga tidak kalah pentingnya dalam menjaga dan melindungi generasi belia bangsa ini. Ciptakan suatu sistem penangkal di sekolah yang dapat menutup kemungkinan terjadinya gangguan dan ancaman terhadap para siswa.
Keempat, peran lingkungan (masyarakat). Kepekaan masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya gangguan di lingkungannya sangatlah urgen. Sikap apatis, tak ambil peduli atau acuh tak acuh terhadap keadaan sekitar, sudah tidak tepat lagi. Apalagi mengingat Bali sekarang sudah sangat plural/heterogen, sudah dikerubungi oleh kaum urban (pendatang). Kepedulian terhadap lingkungan, kesediaan kerjasama dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait di lingkungan/wilayah setempat sangat diperlukan untuk memproteksi segala macam gangguan atau ancaman yang mungkin terjadi terhadap anak-anak.
Anak adalah aset masa depan bangsa. Ia adalah tumpuan harapan kita. Masa depan bangsa ini ada di tangannya. Oleh karena itu, saat ia bertumbuh, mari kita lindungi dia, rawat dia, berikan pendidikan dengan baik, sehingga anak-anak kita beranjak dewasa dengan sempurna dan dapat diandalkan.
Read more ...

TINJAUAN PEMIKIRAN TENTANG EKONOMI INDONESIA DAN GLOBALISASI

Oleh I Ketut Suweca

Pendahuluan

Globalisasi merupakan suatu fenomena di abad ke-20. Hubungan antarbangsa dalam berbagai aspek kehidupan telah berlangsung di abad ini. Namun demikian, hubungan antarbangsa tersebut sesungguhnya telah ada sejak beberapa abad yang lalu. Benih-benih globalisasi sudah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu para pedagang dari Cina dan India mulai menelusuri negeri lain, baik melalui jalan darat maupun jalan laut.
Fase berikutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Setelah itu, eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa menjadi tanda fase berikutnya. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa di dunia. Berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi masa kini, seperti komputer dan internet. Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar memunculkan berbagai perusahaan multinasional di berbagai negara.
Seiring dengan berakhirnya perang dingin dan runtuhnya komunisme di dunia, seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme merupakan jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan umat manusia di dunia. Implikasinya, negara-negara di dunia pun mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi.
Sekarang ini globalisasi dapat dilihat dari mudahnya manusia dalam berkomunikasi di seluruh dunia. Sebagai contoh, kita yang berada di Indonesia dapat berbicara secara langsung dalam waktu yang bersamaan dengan teman kita yang berada di negara lain melalui telepon atau internet. Selain itu, segala kejadian yang ada di dunia dapat segera kita ketahui melalui pesawat televisi berkat kecanggihan teknologi komunikasi.
Kemajuan di bidang teknologi komunikasi yang berkembang luar biasa mampu membuat jarak dan waktu menjadi tidak berarti dalam berhubungan. Bagitu pula transportasi, seperti pesawat terbang, memungkinkan seseorang dapat berada di belahan dunia yang berbeda dalam waktu singkat. Sekat-sekat atau batas-batas antarnegara pun menjadi kabur.
Dalam era globalisasi, sebuah negara tidak mungkin menutup diri dari negara lain. Semua negara di dunia memandang perlu menjalin hubungan dalam baerbagai aspek kehidupan, seperti hubungan di bidang ekonomi, social budaya, ilmu pengetahuan, teknologi dan politik. Kerjasama internasional banyak dilakukan oleh bangsa-bangsa di dunia karena bangsa-bangsa tersebut menginginkan tatanan dunia yang aman, tenteram dan damai.
Secara rinci, kerjasama antar negara tersebut bertujuan :

a. Menciptakan saling pengertian antarbangsa dalam membina dan menegakkan perdamaian dunia.
b. Memacu pertumbuhan ekonomi setiap negara
c. Menciptakan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat negara yang bersangkutan.

Perekonomian Dunia

Seperti disebut di atas, perdagangan internasional sebenarnya sudah berlangsung beberapa abad yang lalu, tetapi tentu berdasarkan perdagangan yang masih primitif pada awalnya. Sistem perdagangan yang berlaku saat itu masih berdasarkan suatu sistem barter atau tukar-menukar antara barang dengan barang. Dengan kemajuan peradaban manusia yang semaikin lama semakin meningkat, maka terjadilah perubahan yang amat drastis dengan suatu sistem perdagangan yang sering kita kenal dengan istilah ekspor-impor.
Di dalam dunia modern sekarang, suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat, distribusi barang dan jasa menjadi semakin mantapdan pada akhirnya perkembangan spesialisasi produksi komuditi menjadi semakin luas. Akibatnya semakin meningkat pula jenis dan volume produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Perkembangan spesialisasi berarti pula perkembangan perdagangan karena tidak semua sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang dapat diperoleh di dalam negeri. Karena itu, perdagangan antara negarapun meningkat dengan cepat.
Perdagangan antarnegara memungkinkan terjadinya tukar-menukar barang dan jasa (komoditi), pergerakan sumber daya melampaui batas-batas negara, serta pertukaran dan perluasan pengunaan teknologi dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi negara-negara yang terlibat di dalamnya. Dengan kata lain, kini sudah terjadi globalisasi ekonomi. Dengan globalisasi di bidang ekonomi, perkembangan dunia semakin maju dan semakin kompleks, ketergantungan internasional juga semakin kuat, termasuk hubungan antara perusahaan-perusahaan bisnis dan juga hubungan antara perusahaan dengan masyarakat dan pasar dunia.
Globalisasi tidak selalu menciptakan kisah yang menyenagkan. Pada periode antar Perang Dunia (1918-1939) ditandai oleh gejolak tak terkendali yang pada gilirannya menyeret ekonomi dunia ke lembah depresi terdalam selama era peradaban modern. Upaya pemulihan pasca Perang Dunia I membutuhkan pembiayaan yang sangat besar, jauh melampaui kemampuan pendanaan negara-negara yang menang perang sekalipun, apalagi yang menderita kekalahan. Defisit anggaran untuk membiayaan perang kian menggelembung pada proses rekonstruksi. Kaidah-kaidah dasar pengelolaan makroekonomi yang berhati-hati terpinggirkan oleh tuntutan untuk secepat mungkin melakukan pemulihan dan kerena tuntutan politis untuk memulihkan kehidupan rakyat yang sudah cukup lama menderita akibat perang.
Tanpa berpikir panjang akan konsekuensi ekonominya, pemerintahan negara-negara terpandang, yang kala itu terlibat perang, menuaskan dahaganya untuk membeli sebagian kebutuhan senjata dan hampir seluruh kebutuhan pembangunan kembali dengan mencetak uang. Tak ayal, inflasi meroket, sementara pada waktu yang bersamaan lapangan kerja dan kapasitas produksi menurun drastis karena kerusakan akibat perang. Dalam waktu yang singkat, keadaan itu menghasilkan hiperinflasi yang tidak terkendali.
Satu demi satu negara meninggalkan system standar emas (gold standard system). Di bawah system ini pemerintah tidak memiliki keleluasan untuk mencetak uang sekehendak hati, karena jumlah uang beredar harus setara dengan nilai stok emas yang dimiliki Bank Sentral. Seandainya negara-negara yang terlibat perang tetap patuh pada sistem ini mungkin bencana ekonomi tidak sedahsyat yang terjadi kala itu.
Di tengah kekalutan yang melanda perekonomian dunia, setiap neragara berupaya menyelamatkan diri tanpa terlalu menghiraukan dampaknya terhadap negara-negara lain, sehingga pada akhirnya memukul semua negara tanpa kecuali. Selain melanggar disiplin kebijakan moneter dan fiskal, pemerintah berupaya keras menekan defisit perdagangan luar negeri dengan berlomba menaikkan tarif bea masuk untuk barang-barang impor. Kebijakan perdagangan yang sangat proteksionis ini menyebabkan volume perdagangan dunia turun tajam sehingga memperparah depresi ekonomi.
Menyadari bahwa tatanan ekonomi dunia sudah di ambang kebangkrutan, negara-negara yang menang perang berinisiatif menyusun arsitektur baru tata ekonomi dunia. Mereka mengadakan pertemuan di Bretton Woods yang melahirkan sistem moneter internasional dengan IMF sebagai lembaga multilateralnya dan Bank Dunia yang berfungsi membantu rehabilitasi dan rekonstruksi negara-negara yang porak-poranda akibat perang. Cikal bakalnnya adalah ITO (International Trade Organizaton). Namun, Amerika Serikat dan Inggris gagal mencapai kesepakatan atau kompromi pengurangan tarif bea masuk sehingga lembaga ini tidak sempat menjalankan fungsinya. Barulah kemudian pada tahun 1947 tercapai kesepakatan yang melibatkan lebih banyak negara yang melahirkan GATT (General Agreement on Trade and Tariffs). Ketiga lembaga multilateral, yakni IMF, Bank Dunia, dan GATT, inilah yang menjafi pilar utama bagi tegaknya kapitalisme internasional.

GATT dan Tindakan Antisipasi

GATT (General Agreement on Trade dan Tariffs) adalah kesepakatan umum tentang tariff dan perdagangan). GATT berdiri pada tahun 1947, setelah Perang Dunia II usai. Berkantor pusat di Geneva, Swiss. Tujuan didirikannya GATT adalah sebagai organisasi dunia yang mengatur tentang perdagangan dunia dan tarif perdagangan. Hampir semua anggota PBB juga menjadi anggota GATT.
Ada beberapa prinsip pokok yang ditetapkan oleh organisasi GATT yang harus ditaati oleh semua anggotanya :
1. Adanya pasar dunia yang terbuka atau liberalisme perdagangan.
2. Adanya perdagangan bebas dan adil.
3. Anti proteksionisme dalam segala bentuk.
4. Anti dumping dan anti subsidi.
5. Adanya hubungan timbal-balik (reciprocity).
Dalam prakteknya, penyimpangan dan proteksinisme terjadi dan umumnya dilaksanakan oleh negara industri maju sendiri, baik secara terbuka maupun secara terselubung. Praktek yang menyimpang dari kesepakatan GATT sangat merugikan negara-negara sedang berkembang.
Bentuk-bentuk proteksionisme tersebut antara lain :
1. Pembatasan quota hasil produksi negara berkembang.
2. Dumping system oleh negara maju, terutama Jepang.
3. Pemberian subsisi pada produk pertanian dan subsidi ekspor hasil pertanian oleh negara anggota MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa).
4. Perlakuan tidak adil terhadap barang ekspor negara berkembang seperti pembebanan bea masuk dan tarif yang tinggi.
5. Perlakuan diskriminatif dalam pelayanan di pelabuhan, system pembayaran, dll.
Negara-negara berkembang terus-menerus melakukan protes dan tuntutan pada GATT agar bertindak supaya tercapai perlakuan yang adil oleh negara-negara maju. Lalu, muncul Kelompok 77 negara-negara berkembang yang menuntut belahan bumi utara untuk bertindak adil dan jujur terhadap negara berkembang. Kelompok 77 dipelopori oleh Kanselir Willie Brant dan Adam Malik yang menuntut agar diadakan rekonstruksi Tata Ekonomi Baru Dunia. Kemudian, negara-negara belahan utara berjanji akan membantu negara-negara berkembang berupa modal, teknologi, dan perlakuan yang adil. Dalam kenyataannya tidak banyak terealisasi, kecuali setelah dibentuknya GSP (General System Preference) atau Sistem Preferensi Umum pada tahun 1970.
Melalui GSP yang dibentuk tahun 1970, secara bertahap negara-negara berkembang memperoleh bantuan dari negara-negara maju atau negara donor. Negara-negara donor yang tergabung ke dalam GSP adalah :
1. Australia.
2. New Zealand
3. Kanada
4. USA
5. Jepang
6. MEE (12 negara)
7. Swiss
8. Finlandia
9. Norwegia
10. Swedia
11. Islandia, dll.
Negara-negara yang menjadi kelompok penerima GSP atau Sistem Preferensi Umum, meliputi :
1. Negara-negara ASEAN(10 negara)
2. Negara-negara Amerik Latin
3. Negara-negara Amerika Tengah
4. Negara-negera miskin lainnya.
Tingkat konsesi yang diberikan dalam bentuk GSP berbeda-beda, namun dirasakan bermanfaatt dan membantu negara-negara berkembang. Keringanan konsesi GSP dalam wujud pembebasan tarif, penurunan tarif, keringanan bea masuk, kelonggaran kuota, perlakuan cepat dan keringanan dalam sistem pembayaran.
Persetujuan di dalam GATT pada dasarnya mengatur tentang hambatan tarif dan nontariff dalam perdagangan internasional. Ada empat prinsip dasar dalam persetujuan itu, yaitu:
1. Prinsip nondiskriminasi, yang mengharuskan perlakuan sama terhadap seluruh negara penandatangan persetujuan.
2. Penggunaan sistem tarif sebagai satu-satunya hambatan dalam perdagangan dengan menghindarkan penggunaan kebijaksanaan perdagangan lainnya, seperti subsidi.


3. Menciptakan iklim perdagangan yang stabil dan dapat diperkirakan.
Penyelesaian sengketan sengketa perdagangan melalui proses perundingan atau konsultasi atau konsiliasi.

Aktivitas yang dilakukan oleh GATT yang disebut dengan final act, meliputi :
1. Pemotongan tarif barang
2. Pengurangan hambatan atas jasa-jasa.
3. Penerapan liberalisasi perdagangan lebih luas termasuk investasi dan hak milik intelektual (tahun 2010 untuk negara maju dan tahun 2020 untuk negara berkembang).
Bisnis atau jasa yang dikelola GATT yang sangat meningkat mencakup jasa perbankan, jasa transportasi, jasa telekomunikasi/komunikasi, jasa konstruksi, jasa kosultasi, jasa akuntansi dan jasa tenaga kerja.
Implementasi GATT dimulai pada awal tahun 1995, yakni dengan didirikannya sebuah organisasi baru yang disebut WTO (World Trade Organization) yang berfungsi melakukan monitoring dan mengawasi peleksanaan ketetntuan yang dikeluarkan oelh GATT. Adapun ketentuan-ketentuan yang tercakup dalam GATT dapat dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu:
1. Perdagangan produk-produk manufaktur pada umumnya dan tekstil, garmen,serta produk pertanian.
2. Perdagangan barang dan jasa.
3. Investasi yang terkait dengan perdagangan trade related investment measures (TRIMS)
4. Hak milik intelektual yang terkait dengan perdagangan.


Putaran Uruguay

Semenjak berdirinya GATT pada tahun 1947 sampai tahun 1995 telah menampung banyak keluhan, tuntutan, dan protes sampai pada pertikaian perdagangan dan tarif serta bea masuk. Banyak masalah yang berhasil dipecahkan sehingga menimbulkan ketidakpuasan bagi yang dirugikan. Untuk menghadapi masalah besar dan luas itu, pimpinan GATT mengadakan putaran perundingan yang dihadiri negara-negara anggotannya. Tempat putaran perundingan dan masalah yang dibahas berbeda-beda. Semenjak berdirinya, telah 8 putaran perundingan diadakan, yaitu :
1. Di Geneva, Swiss, tahun 1947-1949
2. Di Prancis, tahun 1949.
3. Di Inggris, tahun 1950-1951.
4. Di Geneva, tahun 1955-1956
5. Di Inggris, tahun 1961-1962
6. Di USA, tahun 1963-1967
7. Di Tokyo, tahun 1950-1951
8. Di Uruguay, tahun 1986-1993.




Putaran Uruguay (Uruguay Round) adalah putaran perundingan yang penting,
alot dan sangat tajam perbedaan pendapat yang terjadi, sehingga terdapat 15 negara bereaksi keras pada putaran itu. Mereka menuntut agar tata perdagangan dunia yang lebih adil di berbagai sektor perdagangan, termasuk pengurangan subsidi pertanian bagi petani masyarakat MEE. Kelimabelas negara yang dikenal dengan sebutan “Chairns” tersebut adalah : Australia, Indonesia, Malaysia, Muangthai, Philipina, Fiji, Chlili, Columbia, Argentina, Brazilia, Hongaria, New Zealand, Uruguay, Kanada, dan AS.
Kalau diteliti lebih jauh, tujuan Putaran Uruguay adalah :
1 Untuk mencapai tata perdagangan dunia yang lebih adil mengenai 15 sektor perdagangan, termasuk pengurangan subsidi pertanian bagi petani MEE.
2 Selama ini, MEE memberikan susbsidi kepada petani dan subsidi ekspor hasil pertanian, ini bertentangan dengan GATT.
Tuntutan negara-negara “Cairns” adalah pengurangan siubsidi 75% untuk pertanian dan subsidi ekspor hasil pertanian dikurangi 90%.

Mengatasi Sengketa Dagang Antar Negara

Sengketa dagang antarnegara atau antarkelompok negara sudah berkembang sedemikian rupa sejak dilaksanakannya perdagangan internasional. Di dalam sistem perdagangan yang ada, ada negara yang merasa dirugikan, sehingga mereka memandang perlu mengajukan protes melalui berbagai forum yang tersedia, atau membentuk forum baru sebagai wadah untuk bargaining.
Di dunia, ada bebarapa forum yang bertindak untuk membantu memecahkan isu-isu perdagangan dan moneter dunia. Berikut ini akan diraikan berbagai forum atau organisasi-organisasi atau kelompok negara-negra yang bergabung untuk memecahkan masalah-masalah perdagangan dan keuangan dunia, antara lain :

a. General Agrement on Trade and Tariffs (GATT).
Forum ini beranggotakan 117 negara yang mempertanggungjawabkan sebagian terbesar perdagangan dunia dengan menetapkan perjanjian perdagangan multilateral diantara berbagai negara, menetapkan kerangka kerja untuk negosiasi perdagangan dan meletakkan aturan dasar untuk pelaksanaan perdagangan bebas secara internasional. GATT berdiri pada tahun 1995 dan kemudian digantikan oleh organisasi yang lebih formal dan lebih besar yang disebut dengan nama World Trade Organization (WTO). WTO ini melakukan negosiasidan konferensi secara periodik dalam hal konsesi atau kelonggaran . Sebagai hasil dari konferensi ini adalah telah selesainya Putaran Uruguay yang dimualai sejak 1986

b. Internationall Monetary Fund (IMF)
Terdiri atas 178 negara anggota, yang menfokuskan diri pada masalah-masalah moneter internasioanl. IMF mencari sumber-sumber keuangan untuk disalurkan kepada negara-negara anggota. Lembaga ini mengawasi sistem nilai tukar internasional, juga tindak-tanduk atau prilaku negara-negara untuk menghormati tingkat nilai tukar mereka dan mengatasi masalah-masalah keuangan lainnya.



c. World Bank
Institusi keuangan internasional ini membantu memobilisasi dana dan akan memberikan berbagai bentuk pinjaman untuk pembangunan pada negara-negara berkembang berupa modal atau dana sumbangan, juga dana-dana yang terkumpul dari berbagai pasar modal dunia.


d. The European Union (EU)
EU adalah suatu kelompok regional yang bersatu, terdiri dari 12 negara anggota, yaitu Jerman, Prancis, Italia, Belgia, Belanda, Luxemburg, Inggris, Denmark, Irlandia, Greece, Spanyol, dan Portugal.. EU bermarkas di Brussel, Belgia.

d. Group of Ten
Kelompok ini terdiri atas 10 negara maju, dibentuk untuk tujuan konsultasi mengenai masalah-masalah ekonomi, juga mencoba untuk menyerasikan dan mengkoordinasikan kebijakan-kebijakan ekonomi diantara anggotanya. Negara-negara yang tergabung dalam Group of Ten adalah Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Jerman, dan Prancis ( dikenal dengan sebutan Kelompok Lima), ditambah Italia dan Kanada, Belgiaaa, Belanda, Swedia.

e. The United Nationas Conference of Trade and Development (UNCTAD)
UNCTAD adalah organisasi yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menangani masalah-masalah perdagangan dan pembangunan.

f. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
Organisasi ini terdiri atas 24 negara maju di Amerike Utara, Eropa Barat, Jepang dan Ocenia, merupakan kelompok konsultatif yang bertujuan untuk membentuk suatu keseragaman dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi anggotanya.

Kerjasama Perdangangan dan Ekonomi Antar Wilayah dan Regional

Dalam usaha meningkatkan ekonominya masing-masing, maka setiap negara mengadakan kerjasama ekonomi regional. Bentuk, sistem dan pelaksanaan kerjasama yang dilaksanakan bias mengambil jenis-jenis kerjasama secara beragam, yang biasanya didasarkan pada kondisi politik, sosial, dan ekonomi.
Fredrich Kehnert mengemukakan model-model kerja sama ekonomi adalah sebagai berikut :

1. Free Trade Association:
Diantara negara-negara anggota tidak ada pembatasan-pembatasan baik kuota impor, ekspor maupun pembebanan tariff atau bea masuk/cukai. Terhadap negara luar terserah kepada negara masing-masing.


2. Custom Union
Antara negara-negara anggota tidak ada tarif atau pembatasan dan terhadap dunia luar ada kesatuan tarif.

3. Tarif Community
Ada common eksternal tariff dan lowered internal tariff.

4. Economic Union
Beberapa negara yang mempunyai letak geografis yang berdekatan tergabung bersama dalam rangka mengatasi masalah=masalah ekonominya
.
5. Suppra National Union
Gabungan beberapa negara dalam letak geografis yang berdekatan untuk kerja sama di bidang ekonomi, sosial, budaya maupun pertahanan dan keamanan.

6. Fre Port
Pelabuhan bebas yang mengijinkan masuknya berbagai barang secara bebas.

7. Free Zone
Wilaqyah pengembangan ekspor di pelabuihan laut maupun pelabuhan udara dilengkapi dengan fasilitas dan sarana penunjang yang diperlukan.

8. Entreport
Pelabuhan laut maupun udara yang menjadi pelabuhan transit yang mempunyai fasilitas dan sarana diperlukan.

9. Bonded Warehouse
Daerah yang ada di pelabuhan untuk menampung barang-barang yang datang maupun yang berangkat terutama barang-barang yang sedang dalam penyelesaiaan administrasi.

Di atas telah dijelaskan model-model kerja sama ekonomi yang didasarkan pada masalah yang dikerjasamakan dan pertimbangan wilayah geografis. Berikut akan dipaparkan beberapa bentuk kerjasama ekonomi yang telah dilaksanakan oleh berbagai negara di dunia.

a. Benelux, adalah suatu organisasi yang beranggotakan negara Belgia,, Belanda dan Luxemburg. Tujuan dibentuknya Benelux meliputi tariff community, costum union, full economic union.

b. Pasar Bersama Eropa adalah organisasi perdagangan internasional dengan anggota meliputi Belanda, Belgia, Luxemburg, Perancis, Jerman, Itsalia, Inggris, Irlandia, Denmark, Norwegia, Yunani, dan Spanyol. Pasar bersama Eropa adalah suatu organisasi yang didirikan oleh enam negara Eropa yang mempunyai tujuan merealisasikan cita-cita terbentuknya apa yang disebut European Economic Community (EEC) atau komunitas Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).



c. Europen Free Trade Area (EFTA)
Anggota EFTA meliputi Belanda, Belgia, Luxemburg, Prancis, Jerman, Italia, Inggris, Swedia, Norwegia, Denmark, Austria, Irlandia, Iceland, Portugal, Turki, dan Yunani.

d. ASEAN Free Trade Area (AFTA)
Kerja sama ASEAN dalam tahun 1995 mencatat lembaran baru dengan masuknya Vietnam sebagai anggota penuh dan cakupannya perdagangan jasa-jasa dalam kerangka perundingan AFTA. Pengesahan masuknya Vietnam secara resmi sebagai anggota penuh dilakukan dalam Pertemuan Menlu ASEAN, 28 Juli 1995 di Brunei Darussalam.
Latar belakang pembentukan AFTA adalah sbb.:
1. Adanya perubahan eksternal, yaitu masa transisi terbentuknya new world order atau tatanan dunia baru.
2. Perubahan internal, yaitu adanya kemajuan ekonomi negara-negara anggota selama 10 tahun terakhir.
3. Hasil kerjasama ASEAN yang kurang menggembitrakan.
4. Menggalang persatuan regional untuk meningkatkan posisi dan daya saing.

e. ASIA Pasific Economic Cooperation (APEC)
Gagasan pertama terbentuknya APEC muncul dan diusulkan oleh Australia dan Jepang pada tahun 1989. Organisasi ini merupakan forum kerjasama ekonomi Asia Pasifik. Sejak kemunculan APEC hingga tahun 1997, telah diselenggarakan pertemuan konsultasi Kepala Nergara atau Pimpinan Ekonomi anggota APEC sebanyak 9 kali, dengan tempat yang berbeda-beda di negara anggota. Terdapat 18 negara yang menjadi anggota APEC dengan kerjasama di bidang teknik, investasi, pengembangan infrastruktur pendidikan tinggi, transportasi dan telekomunikasi.

f. North American Free Trade Area (NAFTA)
NAFTA adalah blok perdagangan yang bersifat eksklusif di kawasan Amerika Utara. Berbentuk dalam perdagangan bebas yang bersifat eksklusif mencakup kawasan negara-negara anggota NAFTA dimana nantinya pada tahun 2010 arus lalu lintas barang dagangan dan faktor penunjang lainnya yang berasal dari negara-negara anggota bebas keluar-masuk dalam wilayah NAFTA, dan tidak boleh lagi ada hambatan nontarif diantara negara anggota di kawasan Amerika Utara.
Latar belakang pembentukan NAFTA, antara lain karena perubahann global (ekonomi, perdagangan, maupun informasi, di samping karena perubahan internal, yaitu adanya kemajuan ekonomi negara-negara anggota selama dasa warsa, dan karena alasan menggalang persatuan regional untuk meningkatkan posisi dan daya saing serta memperkecil defisit perdagangan antar anggota NAFTA.


Perekonomian Indonesia dan Globalisasi

Globalisasi telah membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat dunia. Kerjasama di berbagai bidang dilakukan, termasuk di bidang ekonomi. Dibentuk berbagai forum atau organisasi yang bersifat regional atau kewilayahan, yang pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai kemajuan sesama negara anggota. Globalisasi demikian besar dampaknya begi sendi-sendi perekonomian Indonesia dan dunia, sehingga mau tak mau harus diciptakan kerja sama dengan berbagai negara di dunia untuk mengatasi berbagai masalah ekonomi yang muncul sekaligus untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Kalau diteliti, ada banyak dampak positif dari globalisasi, diantaranya :
1. Devisa negara semakin baik.Adanya keterbukaan dalam membuka diri dengan pihak asing membuat devisa negara semakin meningkat. Dengan adanya AFTA dan WTO, misalnya, membuat perusahaan asing benyak dibuka di Indonesia sehingga menimbulkan dampak positif, yakni terbukanya lapangan pekerjaan. Banyak sekali angkatan kerja yang terserap di perusahaan-perusahaan asing, seperti pabrik tekstil, elektronik, sepatu dll. yang banyak beroperasi di Indonesia.

2. Kesejahteraan meningkat. Dengan beroperasinya perusahaan asing di Indonesia mengakibatkan mudahnya kita memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Karena produk perusahaan asing yang ada di Indonesia minimal memberikan berkurangnya ketergantungan kita pada barang-barang impor.

3. Alih teknologi. Adanya alih teknologi dari orang asing ke pekerja Indonesia dilakukan secara sengaja karena perusahaan asing yang berada di Indonesia menginginkan para pekerjanya dapat menggunakan teknologi tersebut.

4. Meningkatkan pendapatan negara. Peningkatan pendapatan negara terjadi karena pajak yang wajib disetor oleh perushaan-periusahaan asing tersebut.

Di samping dampak-dampak positif seperti disebutkan di atas, tentu saja ada dampak pencemaran lingkungan, peralihan fungsi lahan, dan merenggangnya nilai-nilai tradisi yang mungkin kita peroleh dari globalisasi yang tidak terkendali bersamaan dengan kian derasnya nilai-nilai eksternal yang dibawa oleh globalisasi itu.
Berkenaan dengan hal itu, ada beberapa saran yang diajukan untuk kesiapan Perekonomian Indonesia menyongsong derasnya arus globalisasi di masa datang, yaitu :

1 Perkuat kerjasama ekonomi dengan berbagai negara yang telah terjalin baik selama ini, misalnya dalam APEC, AFTA, dan kerjasama bilateral lainnya. Kerjasama ini hendaknya tetap didasarkan pada asas keadilan dan saling menguntungnya bagi seluruh anggotanya.

2. Perkuat fondasi ekonomi dalam negeri, melalui berbagai program dan peluang usaha sehingga tercipta keadaan kondusif bagi tumbuh-kembangnya lembaga perbankan yang sehat dan maju, juga usaha kecil dan menengah yang kian kuat, dan hubungan harmonis antara buruh dan pengusaha.

3. Perlu ditegakkan supremasi hukum di Indonesia, sehingga regulasi di bidang ekonomi yang diberlakukan benar-benar ditaati. Jika tidak, maka monopoli dan ketidakadilan di bidang ekonomi akan merajalela. Yang besar akan bertambah besar, sedangkan yang kecil tambah kurus, bak kerakap tumbuh di batu.

Penutup

Globalisasi adalah sebuah dinamika yang mencirikan perubahan yang tiada hentti. Bagi Indonesia, tiada pilihan lain selain berperan aktif dalam perubahan yang dibawa globalisasi itu, termasuk di bidang ekonomi. Ada dampak positif dan negatif yang dibawa oleh globalisasi itu. Oleh karenanya, Indonesia mesti mempersiapkan diri untuk menyambut masa datang dengan melakukan berbagai langkah fundamental, diantaranya dengan meningkatkan kerjasama ekonomi bilateral dan multilateral, memperkuat basis ekonomi dalam negeri dan menegakkan supremasi hukum di negeri ini untuk mendukung investasi demi kesejahteraan rakyat.

Sumber :

1. Lia Amalia, 2007. Ekonomi Internasional, Jakarta: Graha Ilmu

2. Faisal Basri, 2006. Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan Indonesia, Jakarta: Erlangga.

3. Todaro MP, 2002. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Ketujuh (Terjemaahan), Jakarta: Erlangga, Bab 13.
Read more ...

OTONOMI DAERAH DAN PROBLEMATIKANYA

Oleh :
I Ketut Suweca
Ngakan Made Anom Wiryasa
Dewa Putu Gede Sugupta
A.A. Oka Putra Wardana
I Nyoman Suartha

1. PENDAHULUAN

Otonomi daerah yang dalam istilah tata negara dikenal dengan desentralisasi mempunyai dimensi politik, sosial, ekonomi dan administrasi. Secara politik, desentralisasi merupakan langkah menuju demokratisasi. Dengan desentralisasi, pemerintah lebih dekat dengan rakyat, sehingga kehadiran pemerintah lebih dirasakan oleh rakyat dan keterlibatan rakyat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan dan pemerintahan semakin nyata. Secara sosial, desentralisasi akan mendorong masyarakat ke arah swakelola dengan memfungsikan pranata sosial yang merupakan social capital dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Dengan pranata yang telah internalized, mekanisme penyelesaian diyakini lebih efektif, efisien dan adil. Sedangkan secara ekonomi, desentralisasi diyakini dapat mencegah eksploitasi Pusat terhadap Daerah, menumbuhkan inovasi masyarakat dan mendorong motivasi masyarakat untuk lebih produktif. Secara administratif akan mampu meningkatkan kemampuan Daerah dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, meningkatkan akuntabilitas atau pertanggungjawaban publik.
Menurut Basri (2002), di Indonesia masalah otonomi daerah sudah lama diidam-idamkan, bahkan sejak dimulainya negara. Namun, pelaksanaannya masih tanggung bahkan nyaris tak terjadi. Hal ini terus berlangsung hingga akhir pemerintahan Orde Baru. Pada masa-masa akhir tahun 1990-an pemerintahan sistim sentralisasi menampakkan kesenjangan di segala bidang. Kemudian, setelah Orde Baru berakhir niat otonomi daerah mendapat angin segar. Otonomi daerah dimulai dengan keluarnya Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan berlanjut kemudian dengan hadirnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Apakah dengan keluarnya undang-undang ini Indonesia telah melaksanakan desentralisasi pemerintahan dengan mulus? Apa esensi otonomi daerah itu, pokok-pokok pikiran apa yang menjadi kandungan UU tersebut baik dari segi pemerintahan dan keuangan. Problem-problem apa yang dihadapi sehingga pelaksanaan otonomi daerah tidak berlangsung sebagaimana diamanatkan oleh reformasi. Tulisan ini akan mencoba mengulas secara singkat persoalan-persoalan yang telah disebutkan berdasarkan sumber-sumber ilmiah dan isu-isu yang muncul.

2. PEMBAHASAN

2.1 Beberapa Deskripsi Otonomi Daerah
Pengertian otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagaimana pun juga, otonomi merupakan kebutuhan, karena tidak mungkin seluruh persoalan yang ada di satu negara ditangani oleh pemerintah pusat. Terlebih lagi, Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari wilayah yang dipisahkan oleh perairan. Masing-masing wilayah memiliki ciri khas berdasarkan letak geografis, kondisi alam dan sosiokulturalnya. Lahirnya UU ini ditandai oleh semaraknya reformasi di segala bidang. Tujuannya memang ideal sebagaimana disebutkan dalam penjelasan umum UU 32/2004 yaitu untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Di samping itu, melalui undang-undang ini daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan , keadilan serta potensi daerah.

2.2 Pokok-pokok Pikiran Otonomi Daerah
Ada dua pendekatan yang didasarkan pada dua proposisi (Penni Chalid, 2005). Pertama, pada dasarnya segala persoalan sepatutnya diserahkan kepada daerah untuk mengidentifikasikan, merumuskan, dan memecahkan persoalan, kecuali untuk persoalan-persoalan yang tidak mungkin diselesaikan oleh daerah itu sendiri dalam perspektif keutuhan negara-bangsa. Kedua, seluruh persoalan pada dasarnya harus diserahkan kepada pemerintah pusat kecuali untuk persoalan-persoalan tertentu yang telah dapat ditangani oleh daerah. Yang pertama disebut sebagai pendekatan federalistik, sedangkan yang kedua sebagai pendekatan unitaristik.

2.3 Prinsip Dasar Otonomi Daerah
Asumsi dasar desentralisasi adalah membangun sistem pemerintahan yang berdasarkan pada kemauan politik (political will) untuk menyerahkan pengelolaan daerah kepada pemerintah lokal atau daerah yang lebih memahami persoalan-persoalan, kebutuhan dan karakter masyarakat yang berada di daerah tersebut. Upaya mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat yang dengan demikian menghasilkan kebijakan-kebijakan pro-rakyat merupakan tujuan dari sistem desentralisasi. Selain itu, pelaksanaan desentralisasi juga merupakan prasyarat yang dibutuhkan untuk menyiapkan daerah-daerah agar dapat berkompetisi di pasar global.
Sebagaimana dimuat dalam penjelasan UU No.32/2004, bahwa otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur urusan pemerintah yang ditetapkan. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip tersebut, dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang telah ada dan berpotensi untuk hidup, tumbuh dan berkembang. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2.4 Otonomi Daerah sebagai Reformasi Sistem
Otonomi daerah berpijak pada prinsip-prinsip federalisme. Federalisme dapat dipahami sebagai mekanisme berbagi kekuasaan secara konstitusional di mana kombinasi dari berpemerintahan sendiri dan berbagi kekuasaan dijamin dalam konstitusi tersebut. Dalam sistem federalistik, unit-unit politik memiliki otonomi secara utuh, baik yang menyangkut wewenang eksekutif, legislatif dan bahkan yudikatif. Undang-undang No. 32/2004 menyerahkan fungsi, personil, dan aset dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota. Hal ini berarti bahwa tambahan kekuasaan dan tanggung jawab diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota, dan membentuk sistem yang jauh lebih terdesentralisasi dibandingkan dengan sistem dekonsentrasi dan koadministratif. Sistem dekonsentrasi adalah delegasi kewenangan dari pemerintah pusat kepada gubernur sebuah provinsi dan atau pejabat pemerintah pusat di provinsi. Sedangkan koadministrasi adalah sistem yang memberi wewenang pada pemerintahan yang strukturnya berada di atas, mengarahkan bawahannya untuk mengambil alih tugas dan fungsi pemerintah di tingkat yang lebih atas.
Jalan yang terbaik untuk meminimalisasi persoalan yang bertumpuk di pusat adalah reformasi sistem. Sejak diberlakukannya UU No. 22/1999 yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 32/2004 Indonesia memasuki tahapan baru kepemerintahan. Desentralisasi dan otonomi diharapkan menjadi solusi yang tepat untuk berbagai persoalan yang ada di daerah. Asumsi dasar desentralisasi yaitu mendekatkan pelayanan dengan rakyat. Dengan sistem desentralisasi, pelayanan publik menjadi mudah direalisasikan mengingat adanya kedekatan antara penyedia layanan dan pengguna layanan. Terlebih lagi mengingat bentuk negara Indonesia sebagai negara kepulauan yang sulit dijangkau dan setiap wilayah memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Tumbuhnya perhatian terhadap desentralisasi merupakan reaksi atas gagalnya pembangunan sebagai ideologi dan acuan dasar oleh pemerintah Orde Baru yang sentralistik. Kerapuhan ekonomi yang terutama dirasakan akibatnya oleh sebagian besar rakyat Indonesia pada saat krisis ekonomi yang dimulai sejak tahun 1997.

2.5 Otonomi Daerah untuk Pengembangan Wilayah Berdasarkan Potensi Lokal
Pengembangan wilayah pada hakikatnya adalah pengembangan di daerah yang bersifat menyeluruh. Artinya, pembangunan tidak hanya menyentuh aspek pengembangan fisik, tetapi yang lebih prinsip adalah upaya memaksimalkan potensi sumber daya manusia agar dapat mengelola sumber daya absolut yang dimiliki daerahnya secara bijak. Persoalan kemiskinan dan ketertinggalan bukan merupakan satu-satunya masalah yang dihadapi dalam upaya pelaksanaan pengembangan wilayah. Partisipasi masyarakat dalam hal ini menjadi penting karena perubahan sistem yang sangat mendasar, yaitu dari sentralistik ke desentralisasi. Tetapi, permasalahannya adalah partisipasi merupakan hal baru dan asing bagi masyarakat, terutama bagi unit masyarakat terkecil di tingkat desa. Hampir tidak dapat dibayangkan bagaimana masyarakat desa berpartisipasi dalam pembangunan seperti misalnya merencanakan pembangunan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan masyarakat setempat (Suparmoko, 2002).

2.6 Kebijakan Fiskal Masa Otonomi Daerah
Dalam lingkup UU No. 32/2004 inti otonomi daerah meliputi dua hal. Pertama, pemberian kewenangan, dan bukan sekedar pendistribusian urusan seperti pada UU No. 5 tahun 1974. Kedua, sekaligus pemberian tanggung jawab. Daerah juga bertanggung jawab membina dan melayani masyarakat. Dalam UU No. 32/2004, seluruh fungsi pelayanan publik, kecuali pertahanan, hubungan luar negeri, kebijakan moneter dan perdagangan, serta sistem hukum akan didesentralisasikan pada tingkat kabupaten. Propinsi sebagai tingkat pemerintahan yang lebih tinggi tidak diberikan tanggung jawab yang besar, kecuali melakukan kebijakan yang lebih bersifat koordinasi dari kebijakan pemerintah di tingkat kabupaten.
Untuk mendukung tanggung jawab yang dilimpahkan, pemerintah daerah memerlukan sumber fiskal. UU No. 33/2004 menyatakan bahwa untuk tujuan tersebut pemerintah daerah harus memiliki kekuatan untuk menarik pungutan dan pajak, dan pemerintah pusat harus mentransfer sebagian pendapatan dan atau membagi sebagian pendapatan pajaknya dengan pemerintah daerah. Sumber pajak utama pemerintah propinsi berasal dari pajak kendaraan bermotor dan pajak balik nama kendaraan bermotor, yang dapat dipandang sebagai variasi pajak kekayaan dan properti. Jenis pajak daerah yang dapat diusahakan oleh pemerintah kabupaten dan kota terbatas pada tujuh jenis: pajak hotel dan restoran, pajak iklan, pajak atas bahan bangunan, pajak penggunaan air, pajak hiburan, pajak IMB, dan retribusi lain-lain. Pemerintah daerah tidak akan diperkenankan untuk meningkatkan pendapatan daerah lewat pajak selain pajak yang disebutkan di atas.


2.7. Sumber Penerimaan Daerah
Beberapa sumber penerimaan untuk membiayai pembangunan sesuai dengan pasal 5 UU No. 33/2004, meliputi: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan.

Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah dalam menggali pendanaan dalam paleksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.
Dana Perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana peimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta antar daerah. Ketiga komponen dana perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.

a. Dana Bagi Hasil
Pendapatan pemerintah pusat dari ekploitasi sumber daya alam, seperti minyak dan gas, pertambangan, dan kehutanan dibagi dalam proporsi yang bervariasi antara pemerintah pusat, provinsi, kota dan kabupaten. Penerimaan negera yang dibagihasilkan terdiri dari:
a. Penerimaan Pajak, meliputi: PBB, BPHTB dan PPh Orang Pribadi
b. Penerimaan Bukan Pajak (SDA), meliputi: sektor kehutanan, sektor pertambangan, umum, sektor minyak bumi dan gas alam, serta sektor perikanan

b. Dana Alokasi Umum
Diperkenalkannya DAU dan DAK berarti menghapus Subsidi Daerah Otonomi dan Dana Inpres yang diperkenalkan era Soeharto. DAU merupakan block grant yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas yang kebutuhan fiskalnya, dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak daripada daerah kaya.dengan kata lain, tujuan penting alokasi DAU adalah kerangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antar pemda di Indonesia. Undang-undang No. 33/2004 pasal 27 menggariskan bahwa pemerintah pusat berkewajiban menyangkut paling sedikit 26% dari Penerimaan Dalam Negerinya dalam bentuk DAU.
Secara definisi, Dana Alokasi Umum dapat diartikan sebagai berikut (Penni Chalid, 2005):
a. Satu komponen dari Dana Perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep Kesenjangan Fiskal atau Celah Fiskal (Fiscal Gap), yaitu selisih antara Kebutuhan Fiskal dengan Kapasitas Fiskal.
b. Instrumen untuk mengatasi horizontal imbalance, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah di mana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.
c. Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya PAD, Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil SDA yang diperoleh daerah.

c. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK) ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus. Karena itu, alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang pusat untuk tujuan nasional khusus. Kebutuhan khusus dalam DAK meliputi:
1. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah terpencil yang tidak mempunyai akses yang memadai ke daerah lain;
2. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung transmigrasi;
3. Kebutuhan prasaran dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir/kepulauan dan tidak mempunyai prasarana dan sarana yang memadai;
4. Kebutuhan prasaran dan sarana fisik di daerah guna mengatasi dampak kerusakan lingkungan.
Persyaratan untuk memperoleh DAK sebagai berikut:
1. Daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai seluruh pengeluaran usulan kegiatan tersebut dari PAD, Bagi Hasil Pajak dan SDA, DAU, Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah.
2. Daerah menyediakan dana pendamping sekurng-kurangnya 10% dari kegiatan yang diajukan (dikecualikan untuk DAK dari Dana Reboisasi).
3. Kegiatan tersebut memenuhi kriteria teknis sektor/kegiatan yang ditetapkan oleh Menteri Teknis/Instansi terkait.


2.8 Persoalan Pelaksanaan Kebijakan Fiskal

Ternyata dalam pelakasanaannya kebijakan fiskal masih menemui persoalan, diantaranya seperti:

a. Desentralisasi Fiskal. Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal seharusnya ditujukan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat banyak, terutama untuk pembangunan yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tetapi, fakta menunjukkan bahwa komitmen dan kemampuan daerah dalam pengurangan kemiskinan sangatlah lemah, terbukti masih saja terdapat ribuan kaum miskin di Indonesia.

b. Manajemen Keuangan di Daerah. Aset-aset milik pusat yang berada di daerah kerap kali menimbulkan permasalahan dalam hal pengelolaannya. Perusahaan-perusahaan negara seperti BUMN atau BUMD kebanyakan adalah milik pemerintah pusat dan provinsi. Otonomi kemudian diartikan dengan peningkatan PAD dengan cara mengerahkan, menggalakkan dan intensifikasi sumber-sumber peneriman daerah. Akhirnya, perusahaan-perusahaan milik pemerintah pusat yang berada di daerah menjadi sumber konflik, karena pemerintah daerah merasa berhak atas pendapatan yang diperoleh perusahaan milik negara tersebut, sedangkan pemerintah pusat cenderung mempertahankan perusahaan negara dan fasilitas negara karena membiayai operasional perusahaan.

c. Perilaku Budgeting. Budgeting di masa lalu didominasi oleh asumsi dinas-dinas bahwa pendanaan telah diplot oleh pemerintah pusat untuk masing-masing daerah, sehingga pemerintah daerah tidak perlu mengajukan usulan pembangunan kepada pemerintah pusat. Dalam prakteknya, pola seperti ini memunculkan berbagai kasus proyek fiktif, atau proyek-proyek yang tujuannya hanyalah untuk menghabiskan anggaran. Yang menjadi pertimbangan para birokrat pada waktu itu tidak terlepas dari upaya bagaimana menyerap anggaran yang dialokasikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebesar-besarnya. Pola-pola pendanaan yang sentralistik seperti ini telah melekat pada cara berpikir para birokrat di daerah yang mempengaruhi sistem, mekanisme dan prosedur pembangunan.

2.9. Problematika dalam Otonomi Daerah

Implementasi otonomi dalam prosesnya telah membawa implikasi yang luas dalam bentuk pergeseran tatanan sosial, politik dan ekonomi yang berpotensi memunculkan konflik kewenangan antar lembaga dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari bangunan sentralistik selama Orde Baru yang belum sepenuhnya dapat dihilangkan. Di samping itu, institusi yang terkait dengan fungsi pemerintahan di tingkat lokal; eksekutif dan legislatif belum memiliki pengalaman yang cukup untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Beberapa bentuk problem yang menonjol terjadi adalah sebagai berikut:

a. Problem hubungan Pemerintah Pusat – Provinsi – Kabupaten. Titik tekan otonomi daerah pada daerah di tingkat II bukan di tingkat I berkonsekuensi mengurangi otoritas provinsi terhadap kabupaten. Kabupaten tidak lagi menjadi sub-struktur atau bagian dari provinsi. Hubungan antara keduanya tidak lagi bersifat hirarkis, tapi lebih kepada hubungan kemitraan antar organisasi. Gubernur tidak lagi dapat memberikan instruksi kepada bupati/walikota, karena bupat/wali kota tidak lagi berhubungan dengan Gubernur menurut garis instruksional. Hubungan antara gubernur dan bupati/wali Kota bersifat koordinatif.

b. Problem Kekuasaan DPRD – Pemerintah Daerah. Satu diantara bentuk konflik antarlembaga yang terjadi dalam era otonomi daerah adalah konflik antara eksekutif dan legislatif. UU 32/2004 telah mengembalikan fungsi, peran dan kewenangan DPRD sesungguhnya sebagai lembaga yang sejajar dengan eksekutif, bertugas mengawasi dan mengontrol kebijakan-kebijakan pemerintah. Apabila merujuk pada pasal 45 UU 32/2004 ayat (b) dan (c) secara eksplisit menjelaskan bahwa DPRD, baik provinsi maupun kabupaten, berkewajiban “melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah” dan berkewajiban “memperjuangkan kesejahteraan rakyat di daerah”, maka perilaku elit politik yang terhimpun dalam lembaga DPRD tampak jelas belum sepenuhnya mencerminkan isi undang-undang dan semangat otonomi daerah dan menerapkan politik aji mumpung. Sehingga, apa yang terjadi adalah sebuah konspirasi untuk mengeksploitasi sumberdaya ekonomi yang didapat dengan cara yang legal untuk memenuhi kepentingan pribadi. Dengan demikian otonomi sama saja dengan memindahkan perilaku korupsi dari pusat ke daerah.

c. Problem Anggaran. Proses konflik telah mulai terjadi dalam bentuk benturan antara keinginan masyarakat dan kepentingan elit. Pada tingkat yang lebih tinggi, ketika RAPBD akan ditetapkan menjadi APBD melalui rakorbang yang melibatkan eksekutif, dimana perhitungan biaya yang akan dialokasikan, maka peran masyarakat akan lebih kecil. Peran elit yang diwakili oleh anggota DPRD dan eksekutif lebih dominan pada tingkat ini. Disinilah akan terbuka peluang yang besar antara elit politik dan pemerintah untuk mengadakan kontrak-kontrak politik yang bias kekuasaan dan menyimpang dari tujuan anggaran itu sendiri. Partisipasi masyarakat pada akhirnya, hanya merupakan bentuk manipulasi elit lokal dan eksekutif (pemerintah daerah) untuk melegitimasi penetapan anggaran yang bias kekuasaan. Dengan demikian, paradigma ‘money follows function’ berubah arah menjadi ‘function follow money’.

d. Problem Sumber Pendapatan Daerah. Otonomi daerah telah memberikan kepada daerah, provinsi dan kabupaten/kota, kewengan untuk memenuhi pendapatannya secara mandiri dari sumber-sumber potensial di wilayahnya. Berdasarkan UU 33/2004 bahwa sumber penerimaan daerah (pasal 3) dalam melaksanakan desentralisasi bersumber dari: (1) hasil pajak Daerah; (2) hasil retribusi Daerah; (3) hasil perusahaan milik Daerah dan pengelolaan kekayaan Daerah lainnya yang sah dan; (4) lain-lain hasil pendapatan Daerah yang sah. Sumber pendapatan Asli Daerah seperti yang diatur dalam pasal 4 tidak berbeda dengan sumber penerimaan daerah. Isi UU 33/2004 tidak membedakan sumber penerimaan dan pendapatan daerah antara provinsi dan kabupaten/kota.

e. Problem Pemekaran Wilayah. Undang-undang No 32/2004 telah mengatur bahwa pemekaran lebih dari satu wilayah memang dimungkinkan untuk dilakukan dengan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, jumlah penduduk, sosial politik, sosial budaya, luas daerah, dan pertimbangan-perimbangan lain yang memungkinkan otonomi dapat dilaksanakan. Adanya peluang untuk membentuk daerah otonomi baru, disambut dengan baik oleh daerah-daerah untuk memekarkan dirinya dari daerah induk. Setiap pemekaran akan membawa implikasi-implikasi yang luas sebagai bentuk konsekuensi logis, seperti perubahan struktur pemerintahan, anggaran belanja pemerintah, batas dan nama wilayah, pembagian sumber penerimaan dan pendapatan daerah yang sebelumnya menginduk kepada daerah asal. Perubahan-perubahan tersebut, meski secara de jure telah diatur berdasarkan undang-undang, dalam praktiknya tidak semudah membalikkan tangan.

f. Problem Primordialisme Daerah.
a. ‘Putra Daerah’: Sentimen Daerah. Satu hal yang mencuat setelah reformasi politik dan lebih khusus setelah dilaksanakannya otonomi daerah, yaitu menguatnya ego kedaerahan.
b. Konflik Penduduk Asli dan Pendatang: Perebutan Lahan. Konflik antara penduduk asli dan penduduk pendatang apabila ditelusuri lebih jauh akan bermuara pada ketimpangan sosial ekonomi. Sentimen priomordial, seperti etnis hanyalah merupakan media konflik bukan sebagai sumber konflik itu sendiri. Proses integrasi antara penduduk asli dengan penduduk pendatang awalnya terkendala pola sosialisasi yang ekslusif. Ketimpangan secara sosial dan ekonomi pada akhirnya membuat proses integrasi semakin sulit, sehingga berpotensi memicu konflik horisontal.


3. KESIMPULAN

Dari uraian singkat terhadap UU No. 32/2004 dan UU No.33/2004 di atas serta dengan memperhatikan kenyataan yang sedang berlangsung di masyarakat, beberapa point penting dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Anggaran merupakan komponen penting dalam menjalankan roda pemerintahan. Dalam otonomi daerah, paradigma anggaran telah bergeser ke arah anggaran partisipatif. Dalam praktiknya, keinginan masyarakat akan seringkali bertabrakkan dengan kepentingan elit, sehingga dalam penetapan anggaran belanja daerah cenderung mencerminkan kepentingan elit daripada keinginan masyarakat.
2. Sumber pendapatan dan pengelolaan aset daerah menjadi salah satu sumber konflik dalam otonomi daerah. Pemahaman yang lebih berorientasi ke dalam daripada mengedepankan sikap koordinatif dan sinergis antar daerah dalam mengelola sumber pendapatan dan aset di daerah terutama yang berada di perbatasan, menyebabkan konflik yang kontra produktif.
3. Otonomi daerah diwarnai oleh kepentingan elit lokal yang mencoba memanfaatkan otonomi daerah sebagai momentum untuk mencapai kepentingan politiknya, dengan cara memobilisasi massa dan mengembangkan sentimen kedaerahan, seperti “putra daerah” dalam pemilihan kepala daerah.
4. Menguatnya politik identitas diri selama pelaksanaan otonomi daerah yang mendorong satu daerah untuk semakin menjauh dari induknya yang sebelumnya menyatu.
5. Otonomi daerah dibayang-bayangi oleh potensi konflik horisontal yang bernuansa etnis.
6. Otonomi daerah masih menjadi isu pergeseran kekuasaan di kalangan elit daripada isu untuk melayani masyarakat secara lebih efektif. Langkah-langkah desentralisasi belumlah dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Basri, Faisal H, 2002, Perekonomian Indonesia – Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Pheni Chalid, 2005, Otonomi Daerah-Masalah, Pemberdayaan, dan Konflik, Decentrali-zation and Regional Autonomy, Partnership for Governance Reform, Perpustakaan Nasional RI, Jakarta

Pilliang, Indra J. et. al. 2003. Otonomi Daerah: Evaluasi dan Proyeksi. Jakarta: Yayasan Harkat Bangsa Bekerjasama dengan Partnership for Governance Reform in Indonesia

Sudarsono H., 2004, Hubungan Pusat Dan Daerah Dalam Kerangka Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Berita IPTEK, November 3, 2004

Suparmoka, M., 2002, Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah, Andi Offset, Yogyakarta.

Undang-Undang Otonomi Daerah 1999, Sinar Grafika, Agustus 1999.

Undang-Undang Otonomi Daerah No.32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Beserta Penjelasannya, Permata Press, 2007.
Read more ...

Resensi Buku : Era Baru Transformasi Diri

Drs. I Ketut Suweca, M.Si

Judul Buku   : Quantum Ikhlas: Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati
Pengarang    :  Erbe Sentanu
Penerbit        :  PT Alex Media Komputindo
Edisi             :  Ketujuhbelas, 2008
Halaman       :  236  halaman.

Ini satu lagi buku yang memberdayakan kekuatan hati dan pikiran untuk meraih kemajuan.  Kalau ditelusuri jumlah buku  yang mengambil aspek pikiran sebagai bahan pokok bahasan,  jumlahnya   sudah cukup banyak. Sebagian diantaranya merupakan karya penulis luar negeri. Akan tetapi, tidak banyak buku yang membicarakan soal  hati sekaligus pikiran sebagai jalan  mencapai kehidupan yang sepenuh-penuhnya. Di tengah-tengah kelangkaan tersebut, lantas hadir Erbe Sentanu dengan bukunya yang terbilang menarik ini. Karena unsur-unsur kebaruan dan dikemas dengan sedemikian apik, tak pelak buku ini langsung meledak di pasaran, menjadi salah-satu buku terlaris. Terbit pertama kali pada Mei 2007. Hingga Desember 2008 sudah mengalami cetak ulang ketujuhbelas kalinya.
Buku ini terdiri dari 9 Bab, pembicaraan dimulai dari seputar memasuki dunia quantum dan  memaknai arti quantum ikhlas dan berlanjut dengan tinjauan  yang lebih dalam tentang manusia (seharusnya) sebagai ciptaan yang sempurna karena lahir sempurna, manusia adalah super komputer hebat. Selanjutnya dibicarakan juga hukum tarik-menarik (The Law of Attraction) sebagai hukum kehidupan yang berlaku dengan pasti bagi setiap orang.  Disini dijelaskan bagaimana orang mendapatkan sesuatu yang selalu  dipikirkannya, meskipun dia tak menginginkannya. Ditulis pula bagaimana setiap orang dapat meng-apgrade otaknya dengan teknologi digital. Dipaparkan bahwa dengan teknologi, gelombang otak manusia dapat dituntun ke dalam kondisi meditatif sehingga dalam keadaan seperti itu terjadi perubahan pada pikiran bawah sadar sehingga perubahan mindset dapat dilakukan tanpa hambatan.
Pembahasan dilanjutkan dengan memaparkan seputar kekuatan pengaruh  perasaan. Merupakan persyaratan utama bahwa pikiran dan perasaan harus terhubung dengan baik. Ketika orang berada pada pikiran tertentu, maka perasaannyapun mesti enak atau berkesesuaian. Tidak boleh terjadi ketidakselarasan diantara keduanya. Di bagian ini dijelaskan bagaimana menyelaraskan  pikiran dan hati. Buku ini dilengkapi dengan CD Alphamatic Brainwave yang dapat membantu setiap orang untuk melakukan perubahan minset.  Dimulai dengan menciptakan kondisi meditatif melalui pergeseran gelombang otak ke tingkat alpha atau theta sebagai prasyarat bagi terjadinya perubahan pikiran bawah sadar yang menjadi langkah awal bagi seseorang dalam menanamkan pikiran yang selaras dalam  upaya mencapai kehidupan yang  sukses dan bahagia.

Pembahasan lalu berlanjut dengan mengungkap rahasia doa yang sangat efektif, serta ajakan untuk lebih banyak mensyukuri apapun karunia yang diberikan Tuhan dengan keikhlasan yang penuh. Dianjurkan untuk  banyak berlatih di zona ikhlas, dimana semua pikiran, perasaan , ucapan dan tindakan harus dilakukan dengan jujur dan rela. Kalau Tuhan bersama kita, adakah sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan?

Banyak pujian yang dilayangkan kepada penulis buku ini, sebagai bentuk apresiasi  pembaca setelah menyimak isinya. Sarwono Kusumaatmaja berkomentar: “Banyak buku bergenre selfhelp yang telah ada, dan kebanyakan diantaranya berfokus pada metode positif thinking. Mengubah cara berpikir dengan memasuki kondisi kognitif itu baik, namun dalam taraf tertentu upaya itu  seolah mengabaikan sisi lain dari dimensi manusia, yaitu dimensi efektif, dimensi “hati.” Dalam buku Quantum Ikhlas ini, Erbe Sentanu mempertemukan kedua dimensi tersebut dengan lebih berani untuk menyentuh dimensi hati dalam arti yang lebih luas. Buku ini membantu kita masuk lebih dalam untuk mengenal dan kemudian menggali potensi-potensi yang ada di dalam diri kita sendiri.”
Ada  lagi komentar Rano Karno, sang seniman, yang mengatakan bahwa buku ini adalah buku motivasi yang lain daripada biasanya. Penuh pesan dan petunjuk praktis untuk menjadi orang yang sukses dengan mengandalkan kekuatan Allah. Sangat membantu kita mengenali diri dan menemukan kekuatan yang sudah dititipkan Allah di dalam diri kita. Seperti pesan saya terhadap semua orang selama ini, kita tidak perlu takut menghadapi hidup karena dengan bantuan-Nya, insya Allah,  semua orang bisa sukses dan selamat”.
Banyak orang telah membaca buku ini. Isinya tentang memanfaatkan pikiran dan perasaan yang dipadukan dengan teknologi digital,  mengantarkan banyak orang pada pengertian yang lebih gamblang bagaimana proses perubahan minset itu berlangsung. Jika dipraktekkan dengan susngguh-sungguh dalam kehidupan sehar-hari, niscaya akan mengantarkan siapapun menuju kesuksesan dan kekebahagiaan hidup. Jika Anda tertarik,  bacalah buku ini
Read more ...

Resensi Buku : EFEK PIKIRAN TERHADAP KESEHATAN

Drs. I Ketut Suweca, M.Si

Judul Buku : As A Man Thinketh
Pengarang : James Allen
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Edisi : Pertama, 2010
Halaman : vii + 203 halaman.

Ini buku terjemahan. Tetapi, judul di kulit depannya masih menggunakan judul aslinya dengan embel-embel : Maha Karya Inspirasional Klasik, Edisi Revisi untuk Abad ke-21. Terbilang buku yang sangat laris karena sudah terjual lebih dari 20 juta eksemplar di seluruh dunia. Sejatinya buku ini adalah bentuk gabungan dari dua buku, yang satu berjudul As A Man Thinketh dan yang lain bertajuk From Poverty to Power. Walaupun berasal dari dua buku yang berbeda, tapi isinya bernuansa sama, kedua-duanya sangat filsafati, berbicara tentang potensi insani, sehingga terasa nyambung satu dengan yang lainnya.

Seperti diungkapkan oleh Arthur R. Pell, Ph.D di dalam Pengantar buku ini, James Allen mungkin merupakan salah satu penulis motivasi pertama, seseorang yang benar-benar membuka pintu bagi sebuah gerakan yang dewasa ini yang disebut sebagai gerakan potensi insani, dan seseorang yang karya tulisnya menjadi mata air yang penuh dengan nilai-nilai filsafati. James Allen lahir di Leicester, Inggris pada tahun 1864. Sebagai anak yatim piatu, ia harus bekerja dan mendidik dirinya sendiri dan ketika dewasa ia mencari nafkah dengan bekerja sebagai pegawai administrasi. Ia keranjingan membaca dan mempelajari karya-karya penulis besar Rusia, Leo Tolstoy, serta kajian sains baru dari Charles Darwin dan para ahli seangkatan Darwin. Ia juga menenggelamkan dirinya ke dalam bacaan berbau agama, tak hanya agama Kristen yang merupakan agamanya, bahkan juga Budha, Hindu dan Konfusionisme. Tahun 1902 ia keluar dari pekerjaannya dan mulai menjalani profesi sebagai penulis. Ada sembilan belas karya tulisnya, dua diantaranya digabung dalam buku ini.

Apa saja pokok bahasan yang dituturkan Allen di dalam buku yang direvisi dan diperbaharui untuk abad ke-21 oleh Arthur R. Pell, Ph.D ini? Mari kita periksa bagian pertama yang berjudul As A Man Thinketh. Pada bagian ini Allen menguraikan keterkaitan pikiran dengan karakter, pikiran dengan keadaan, pikiran dengan kesehatan dan tubuh, pikiran dengan tujuan, dan pikiran dengan keberhasilan. Ia juga bertutur tentang visi, cita-cita dan keheningan. Pada topik tentang pikiran dan karakter, ia menegaskan bahwa setiap diri manusia terbentuk dari apa yang dipikirkannya. “Karakter kita merupakan hasil dari semua pikiran kita. Seperti tanaman yang tumbuh dari dan tidak mungkin tanpa benih, begitu juga setiap tindakan kita berasal dari benih pikiran kita yang tak tampak, dan tindakan itu tidak mungkin muncul tanpa benih pikiran itu. Tindakan adalah mekarnya pikiran, dan kegembiraan serta penderitaan adalah buahnya. Jadi, kita memanen buah manis atau pahit dari hal yang kita tanam sendiri. Kita adalah apa yang kita pikirkan. Jika benak kita dipenuhi oleh pikiran jahat, kita akan menderita kesakitan; jika pikiran kita murni, kegembiraan akan mengikuti,” tulis Allen (hal. 5).

Dalam hubungan antara pikiran dengan kesehatan, Allen bertutur bahwa penyakit dan kesehatan berakar di pikiran. Pikiran yang sakit, kata Allen, akan mewujud tubuh yang sakit. “Pikiran yang dipenuhi rasa takut dikenal sebagai pembunuh kilat, secepat peluru yang menembus tubuh seseorang. Pikiran semacam itu terus membunuh ribuan orang secara pasti, meskipun kecepatannya sedikit berkurang. Orang yang hidup dihinggapi rasa takut akan penyakit adalah orang yang justru akan mendapatkan penyakit itu. Rasa cemas dengan cepat mendemoralisasi keseluruhan tubuh dan membuatnya rentan terjangkit penyakit. Sementara, pikiran kotor, meskipun tidak diwujudkan secara fisik, akan segera menghancurkan sistem syaraf,” tegas Allen. Serlanjutnya dikatakan, bagi mereka yang hidup dengan saleh, semakin berumur, mereka akan semakin tenang, damai dan lemah-lembut, seperti matahari yang terbenam (hal.25)

Pada bagian kedua buku ini yang berjudul From Poverty to Power, James Allen mengawalinya dengan sebuah puisi di bagian Kata Pengantar bukunya, seperti berikut ini: Biarkan cemerlang cinta bersinar di hati/Datanglah sekarang ke keceriaan, damai, dan tetirahmu/Usir bayangan kelam keegoisan diri/ Dan sekarang dan selama-lamanya, engkau benar-benar diberkati.

Terdapat empat topik singkat yang ditulis Allen pada bagian kedua bukunya ini. Diantara topik tersebut, banyak hal yang menarik, antara lain topik tentang rahasia kebahagian yang melimpah dan kekuatan meditasi. Berbicara tentang kebahagiaan yang melimpah, ia menulis betapa banyak orang salah mengartikan kebahagiaan itu. “Semua orang, kecuali yang telah masuk ke jalan kearifan, percaya bahwa kebahagiaan hanya bisa diperoleh dengan pemuasan nafsu. Kepercayaan inilah, yang berakar dari kebodohan dan keinginan egois yang terus dipupuk, yang menjadi sebab semua kesengsaraan di dunia”, paparnya. Kebahagian dikatakannya sebagai keadaan pemenuhan sempurna rohani, yaitu suka cita dan kedamaian, dan dari situ semua nafsu dihapuskan. Kepuasan yang dihasilkan dari pemenuhan nafsu tidaklah berlangsung lama dan hanya seperti ilusi serta selalu diikuti oleh keinginan untuk lebih dipuaskan. “Kebahagiaan akan berlimpah datang kepada engkau jika engkau tidak lagi mementingkan diri sendiri. Ketika engkan ikhlas kehilangan hal-hal fana yang sangat engkau sayangi dan suatu hari akan diambil darimu, engkau akan mendapati bahwa hal yang semula tampak menyakitkan bagimu ternyata menjadi kebahagiaan luar biasa bagimu”, tulisnya.

Tatkala berbicara mengenai kekuatan meditasi, Allen memulainya dengan menulis bahwa meditasi spiritual adalah jalan setapak menuju keilahian: merupakan tangga mistis yang menjulur dari bumi ke surga, dari kesalahan ke kebenaran, dari penderitaan ke perdamaian. Allen menulis, ”Katakan pada saya apa yang sering engkau pikirkan secara intens. Dan ke arah itulah jiwamu akan berpaling di saat-saat heningmu. Dan saya katakan kepadamu, ke tempat penderitaan atau perdamaian engkau akan menuju, dan apakah engkau bertumbuh menjadi sama dengan Ilahi atau hewani”. Terkait dengan meditasi ini, James Allen menganjurkan pembaca untuk memilih waktu yang tepat untuk bermeditasi. Waktu terbaik adalah dini hari ketika jiwa keheningan masih sangat kuat. Ia juga menganjurkan untuk menyingkirkan kelesuan dan kemanjaan. Bangkit secara spiritual juga berarti bangkit secara fisik dan mental. Orang malas dan manja, kata Allen, tidak bisa memperoleh pengetahuan kebenaran. Terkait dengan hal ini, Allen dengan puitisnya menulis : Ketinggian oleh orang-orang besar dicapai dan dipertahankan/ Tidak diraih dengan sekali usaha/ Namun mereka, ketika yang lain masih terlelap/Mendaki ke atas di malam gelap.(hal. 136).

Yakinlah bahwa Anda tak akan rugi membeli dan membaca buku ini. Nilai spiritual, psikhologis dan philosofis yang dikandungnya benar-benar akan mampu menyegarkan jiwa Anda. Buku ini penuh dengan inspirasi, sehingga sangat pantas kalau menjadi best seller internasional. Bacalah. Anda akan mendapatkan nilai kerohanian yang luar biasa darinya. Anda pun pantas menyampaikan terima kasih. kepada James Allen atas pemikirannya yang luar biasa ini. Itu kalau dia masih hidup. Tak apalah, karena ucapan terima kasih juga dapat diwujudkan dengan membeli dan membaca buku ini dengan sungguh-sungguh. Anda setuju?
Read more ...

REVITALISASI PERTANIAN BALI

SEBUAH TANTANGAN DAN HARAPAN
Drs. I Ketut Suweca, M.Si

1. Pendahuluan
Sudah banyak wacana belakangan ini yang membicarakan tentang pertanian Bali. Pertanian Bali, dikatakan kian surut peranannya dalam pembangunan Bali, karena orang tak lagi banyak yang tertarik menjadi petani, apalagi generasi muda. Dilihat dari perkembangan PDRB Bali dari tahun ke tahun tampaknya kontribusi sektor primer kian menurun, sedangkan sektor sekunder dan tersier semakin meningkat. Ini mengindikasikan semakin surutnya peranan sektor pertanian sekaligus juga kian menurunnya kontribusi pertanian dalam PDRB Bali dibandingkan dengan sektor industri dan jasa.
Memperhatikan perkembangan seperti itu, maka pihak-pihak yang peduli terhadap eksistensi pertanian Bali mengingatkan masyarakat untuk kembali ke pertanian dengan berbagai upaya revitalisasi yang mungkin dilakukan. Ajakan nuntuk kembali memperhatikan sektor pertanian tidak melulu datang dari masyarakat, bahkan juga kaum intelektual dengan mengambil prakarsa untuk mengakomodasi berbagai pemikiran demi membangun kembali pertanian Bali yang belakang mulai ditinggalkan karena orang tak tertarik menjadi petani dan berbagai alasan lainnya.
Universitas Udayana, misalnya, pada tanggal 18 September 2009 menggelar seminar yang bertema Revitalisasi Pertanian Bali dengan menghadirkan 150 orang dari kalangan stakeholder pertanian. Banyak gagasan yang muncul dalam seminar itu sebagaimana dilaporkan media Balipost tanggal 19 dan 20 September 2009. Tentu saja semua masyarakat Bali berharap agar hasil seminar itu dapat disarikan, lantas diteruskan kepada Pemerintah Prrovinsi Bali untuk kemudian diterjemahkan ke dalam kebijaksanaan di sektor pertanian Bali.
Harus diakui bahwa sudah banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten/Kota se-Bali untuk menjaga eksistensi pertanian Bali. Akan tetapi, semua itu masih jauh dari cukup kalau dibandingkan dengan tantangan yang dihadapi oleh sektor pertanian Bali. Usaha-usaha pemerintah Daerah itu tetap harus dihargai sebagai langkah untuk menjaga dan melestarikan Bali dengan sektor pertaniannya. Namun, kiranya diperlukan kebijakan-kebijakan yang lebih sesuai,
intens dan komprehensif bagi tumbuh kembangnya sektor pertanian Bali ke depan mengantisipasi kian ditinggalkannya sektor ini dalam pembangunan Bali.
Jika diperhatikan laporan Bank Indonesia tentang Statistik Ekonomi Keuangan Daerah Provinsi Bali edisi November 2008, terlihat perkembangan PDRB Bali pada sektor pertanian adalah sbb. : pada tahun 2003 sebesar Rp. 5,666 triliun (T), tahun 2004 Rp. 6,011 T, tahun 2005 Rp. 6,887 T, tahun 2006 Rp. 7,463 T, tahun 2007 sebesar Rp. 8,266 T.
Selanjutnya, dapat dilihat kontribusi sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran terhadap PDRB Bali. . Data dalam laporan BI tersebut menunjukkan sbb. : pada tahun 2003 sektor Perdagangan Hotel dan Restoran berkontribusi terhadap PDRB Bali sebesar Rp.7,439 T, tahun 2004 Rp. 8,452 T, tahun 2005 Rp. 9,968 T, tahun 2006 Rp. 10,797 T, dan tahun 2007 sebesar Rp. 15, 267 T.
Sektor jasa memperlihatkan kontribusi terhadap PDRB Bali sbb.: tahun 2003 Rp. 4,382 T, tahun 2004 Rp.4,815 T, tahun 2005 Rp. 5,496 T, tahun 2006 Rp. 6,064 T, dan tahun 2007 Rp. 6,962 T.
Total PDRB Bali tanpa migas adalah sbb.: tahun 2003 sebesar Rp. 26,167, tahun 2004 Rp. 28,986 T, tahun 2005 Rp.33,946 T, tahun 2006 Rp.37,388 T dan tahun 2007 sebesar Rp. 46,712 T.
Apa yang dapat dilihat dari data di atas adalah bahwa secara kuantitatif kontribusi sektor pertanian Bali sesungguhnya relatif besar terhadap total PDRB Bali. Akan tetapi, kontribusi itu tidak terlalu mengesankan, berbeda dengan peningkatan yang terjadi pada dua sektor lainnya, baik sektor perdagangan maupun sektor jasa-jasa. Kalau dilihat pada sektor perdagangan, kontribusinya secara kuantitatif selalu mengalami peningkatan yang besar dan terus naik dari tahun ke tahun. Hal yang sama terjadi pula pada sektor jasa-jasa.
Melihat kecenderungan seperti di atas, bukanlah tidak mungkin peran sektor pertanian dalam pembangunan Bali secara terus-menerus akan berkurang yang pada akhirnya Bali harus mendatangkan beras dari luar daerah bagi warganya sendiri.
Dengan latar belakang di atas, maka dalam makalah yang sederhana ini pertama-tama akan diangkat kondisi obyektif sektor pertanian Bali berdasarkan data kuantitatif dan informasi yang berhasil dihimpun. Kondisi obyektif ini merupakan serangkaian tantangan bagi Bali dalam membangkitkan sektor pertaniannya. Selanjutnya, akan diketengahkan usulan berupa langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan dalam rangka merevitalisasi pertanian Bali sekaligus menjadikannya sebagai basis perekonomian Bali.

2. Kondisi Obyektif Pertanian Bali

2.1. Lahan Pertanian Bali Semakin Menyusut

Luas lahan persawahan di Bali pada tahun 2000 mencapai 85.777 hektar atau 15,23 persen dari seluruh luas wilayah. Jika dilihat dari jenis pengairannya, maka lahan sawah ter-irigasi merupakan lahan persawahan terbesar yang mencapai 98,77 persen dari luas lahan sawah. Kemudian disusul lahan persawahan tadah hujan 1,22 persen dan lahan sawah lainnya yang mencapai 0,01 persen. Namun , pada tahun 2002, luas lahan persawahan mengalami penurunan menjadi 81.416 hektar. Penurunan ini disebabkan karena semakin menyempitnya sawah irigasi yang disebabkan karena adanya alih fungsi lahan menjadi lahan pemukiman atau lahan industri dan lahan yang tidak diusahakan.
Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman menjadi penyebab utama semakin menyempitnya lahan persawahan di Bali. Hal ini terlihat dengan semakin luasnya pemukiman dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2002. Pada tahun 2000, luas lahan pemukiman mencapai 43.550 hektar, sedangkan tahun 2002 bertambah menjadi 44.758 hektar atau naik sebesar 2, 77 persen.
Dr. Made Antara, pada kesempatan sebagai penyaji dalam suatu seminar mengatakan, bahwa koversi lahan sawah sudah sangat mengkhawatirkan. Konversi, katanya, terjadi di daerah Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Tahun 1977 luas lahan sawah 98.000 hektar, kini di tahun 1998 tinggal 87.850 hektar. Jadi, selama sepuluh tahun terjadi penyusutan lahan sawah sebanyak 10.150 hektar.
Berdasarkan data yang ada, luas lahan tegalan atau lahan kering di Bali mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, luas lading mencapai 127.428 hektar, kemudian meningkat sebesar 0,23 persen atau 127.723 hektar pada tahun 2001. Pada tahun 2002, luas lahan untuk ladang kembali meningkat menjadi 128.594 hektar atau sebsar 0,68 persen.
Belum diperoleh data untuk keadaan lahan pertanian sawah maupun lahan kering (ladang) untuk tahun 2003 hingga sekarang (2009). Kalau dilihat trend-nya, dapat diperkirakan bahwa lahan sawah dan lahan ladang secara terus-menerus mengalami penurunan luasannya. Hal ini terutama karena pengalihan lahan ke pemukiman, sebagai akibat semakin padatnya jumlah penduduk di Bali yang membawa konsekuensi pada kebutuhan akan pemukiman yang kian meningkat dari tahun ke tahun.

2.2. Pencemaran Sumberdaya Air

Di wilayah perkotaan, sudah banyak keluhan-keluhan dari masyarakat yang terkait dengan terjadinya pencemaran sumber daya air. Air yang dulunya dipakai untuk mengairi sawah, tidak bisa dimanfaatkan lagi. Persoalannya adalah karena telah terjadi pencemaran air oleh limbah industri, seperti misalnya pencelupan sablon, dan sebagainya. Pencemaran air ini dikhawatirkan akan semakin parah bersamaan dengan meningkatnya jumlah industri di beberapa lokasi, terutama di perkotaan. Di samping karena industri, pemukiman dan perhotelan juga memegang peran dalam kontribusi limbah ini.
Sungai dan saluran irigasi menjadi tercemar dan tidak dapat lagi dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian karena mengandung unsur racun di dalamnya. Kalaupun, misalnya, air mengandung limbah ini terpaksa dimanfaatkan juga untuk pengairan, niscaya akan berdampak negatif terhadap produksi hasil pertanian, dan pada akhirnya berdampak jelek bagi kesehatan manusia dan makhluk hidup yang mengkonsumsinya.

2.3. Lembaga Subak yang Mulai Berkurang

Luas lahan pertanian di Bali semakin tahun semakin berkurang. Diperkirakan setiap tahunnya terjadi penyusutan luas lahan pertanian seluas 1.000 hektar terutama untuk pemukiman. Penciutan luas lahan pertaniaan ini terbilang sangat pesat, terutama di lokasi seputar perkotaan. Salah satu pertimbangan petani menjual lahan pertaniannya, karena dipicu oleh harga tanah yang melambung tinggi dan hasil yang diperoleh dari pertanian kurang memadai. Ditengarai, petani cenderung menjual lahan pertaniaannya, dan uang yang diperoleh dari hasil pernjualan itu didepositokan di bank, sehingga mendapatkan bunga yang cukup besar setiap tahun yang besarnya jauh lebih tinggi dibandingkan hasil yang diperoleh kalau lahan itu dikelola sendiri.
Bertumbuhnya pemukiman di seputar kota berdampak pada lembaga irigasi yang bernama subak. Pemukiman cenderung menghambat saluran irigasi. Irigasi itu sendiri merupakan obyek utama garapan subak. Karena irigasi suda mati atau setengah mati, maka subakpun tidak bisa berperan. Akhirnya, lembaga subak kian lama kian berkurang jumlahnya bersamaan dengan berkurangnya lahan pertanian, juga berkurangnya sistem irigasi. Dengan kata lain, penciutan lahan pertanian berkorelasi positif terhadap berkurangnya organisasi subak di Bali. Orang yang tadinya adalah petani lambat laun beralih profesi menjadi pekerja di bidang lain, seperti sebagai buruh industri atau jasa.

2.4. Generasi Muda Enggan Bertani

Ada pendapat bahwa bertani di sawah tidak dapat mendukung peningkatan kesejahteraan petani. Berbeda dengan kalau bekerja di sektor industri atau jasa khususnya yang berkaitan dengan pariwisata. Hal ini disebabkan karena kecilnya luas lahan pertanian, dan rendahnya nilai tawar petani. Bagi generasi muda Bali, bekerja di luar sektor pertanian jauh lebih menarik dibandingkan dengan dalam keseharian bergelimang lumpur. Balum lagi harga hasil pertanian yang seringkali berfluktuasi, yang bukan tidak mungkin mengakibatkan kerugian yang cukup besar akibat anjloknya harga yang mungkin terjadi sewaktu-waktu.
Oleh karena itu, dapat dipahami kalau generasi muda desa terdorong pergi ke kota untuk mencari penghidupan di sektor luar pertanian. Mereka berharap kehidupannya akan dapat berubah menjadi lebih baik, tidak seperti orang tuanya yang setiap hari bergelimang lumpur dan dipandang kurang bergengsi di mata masyarakat. Kalau generasi muda pergi ke kota, maka yang tinggal di desa adalah generasi tua yang kurang produktif. Akibatnya, penanganan terhadap lahan pertanian menjadi tidak optimal, hasilnyapun tidak memadai. Hal ini bisa menjadi pemicu untuk dijualnya lahan pertanian itu dan uangnya ditabung di bank. Hasil akhinya adalah lahan pertanianpun kian berkuang dari tahun ke tahun bersamaan dengan berkurangnya minat generasi muda untuk menjadi petani dan memilih menjadi enaga kerja di sector industri dan jasa di kota.

2.5. Persaingan dalam Pemasaran Hasil Pertanian

Akan tiba waktunya Indonesia harus terbuka terhadap masuknya komoditi pertanian produk luar negeri. Sektor pertanianpun, mau tak mau, harus terbuka untuk investasi asing dan dituntut agar mampu bertahan dalam kondisi persaingan bebas tanpa subsidi dari pemerintah. Sekarang saja di pasar-pasar modern di sejumlah kota sudah mulai kebanjiran produk-produk pertanian seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan daging yang dihasilkan oleh petani asing yang dapat menggeser kedudukan produksi pertanian yang dihasilkan oleh petani-petani negeri kita sendiri.
Keadaan ini kian lama akan kian terasa dampaknya bersamaan dengan derasnya produk pertanian asing masuk ke Indonesia. Kalau produk pertanian dari petani-petani kita tidak mampu meningkatkan kualitasnya, maka cepat atau lambat daya saing produk pertanian Bali akan jauh menurun. Kalau hal ini terjadi, maka dapat diperkirakan akibatnya terhadap animo generasi muda untuk bertani, luas lahan pertanian, dan akibat ikutan lainnya.

3. Revitalisasi Pertanian Bali

Tantangan pertanian Bali demikian kompleks. Satu dengan yang lain saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri. Tantangan yang satu berkeit erat dengan tantangan yang lainnya. Oleh karena itu, penanganannyapun semestinya dilakukan secara komprehensif dan holistik. Semua pihak terkait mesti bergerak menuju bangkitnya pertanian Bali. Tak hanya petani yang berjuang sendiri, bahkan terutama pemerintah dengan segala kebijakannya yang berpihak kepada petani. Demikian pula berbagai pihak terkait lainnya yang bersentuhan dengan pertanian, baik langsung maupun tak langsung, mesti fokus untuk memajukan pertanian. Gagasan, komitmen, gerakan bersama sangat diperlukan untuk maju bersama. Sinergitsitas tak bisa diabaikan dalam konteks ini.
Jika dirinci lebih jauh, maka ada beberapa langkah strategis yang dapat diusulkan demi berlangsungnya revitalisasi pertanian Bali ke depan.



3.1. Intensifikasi Pertanian Bali

Seperti dipaparkan dalam kondisi obyektif pertanian Bali di atas, lahan pertanian sudah semakin menciut. Pengurangan lahan itu karena dipakai untuk lahan pemukiman , perhotelan, dan sebagainya. Tentu saja tidak ada kemungkinan bagi Bali untuk memperluas lagi lahan pertanian yang sudah terlanjur dialihfungsikan untuk keperluan lain.
Dalam menghadapi sempitnya lahan pertanian ini, pertama-tama harus dibatasi terjadinya pengalihfungsian lahan lag, terutama lahan-lahan pertanian yang produktif. Diperlukan peraturan dan pengawasan yang ketat terhadap pemanfaatana lahan yang ada. Berbagai upaya bisa dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengerem pengalihan fungsi lahan pertanian, diantaranya dengan memberikan keringanan pajak tanah pertanian, insentif pupuk, bibit unggul, dan bantuan teknologi pertanian.
Terhadap lahan yang terbatas ini, sebaiknya dilakukan pendekatan pertanian yang berbasis teknologi sehingga lebih dimungkinkan terwujudnya peningkatan kuantitas dan kualitas hasil pertanian. Sekadar contoh, Denmark dan New Zealand adalah dua negara yang memajukan ekonominya dengan berbasiskan pertanian, tanpa merasa perlu mengembangkan industri besar. Toh dengan pertanian berteknologi maju, kedua negara itu dapat menghidupi warga negaranya dan memajukan negerinya sejajar dengan negara-negara maju lainnya di dunia. Untuk di dalam negeri dapat dilihat Provinsi Gorontalo saat dipimpin Gubernur Fadel Muhammad, yang telah menjadikan sektor pertanian, khususnya produk jagung selain dinikmati oleh masyarakat setempat, juga diekspor ke Malaysia, Singapura, Filipina, dan Korea Selatan.

3.2. Stop Pencemaran Sumber Daya Air

Belakangan ini, air sudah menjadi barang yang makin langka dan semakin mahal. Beberapa media massa bahkan memberitakan beberapa daerah di Bali dilanda kekeringan dan mengancam ketahanan pangan penduduk. Fenomena kelangkaan air ini sudah terjadi sedemikian rupa, belum lagi air yang ada mengalami pencemaran Bagaimana manusia bisa hidup sehat kalau makana yang dimakan berasal dari hasil pertanian yang diairi oleh air yang telah tercemar oleh limbah industri? Bagamana manusia Bali bisa sehat kalau air yang diminum oleh sebagaian besar pendududknya sebenarnya adalah air yang tak layak minum karena tercemar oleh kandungan yang merusak kesehatan peminumnya?
Oleh karena itu, air mesti dijaga dan dilestarikan. Jangan sampai tercemar. Penanaman pohon seharusnya lebih digalakkan. Penyedotana air bawah tanah semestinya dibatasi. Penggundulan hutan selayaknya dihindari. Dan, pemanfaatan air seyogianya dibatasi. Upaya-upaya apapun yang dilakukan demi melestarikan sumber daya air ini hendaknya tak pernah berhenti.

3.3. Menjaga Kelestarian Subak

Bersamaan dengan berkurangnya lahan pertanian, lambat laun lembaga subak bisa jadi akan menjadi catatan masa lalu di Bali. Keberadaan subak kian lama bukannya kian eksis, melainkan kian tenggelam oleh gemuruhnya sektor industri. Oleh karena itu, sangat diperlukan upaya-upaya pemberdayaan terhadap lembaga irigasi tradisional Bali ini guna meningkatkan kemampuannya mengahadapi berbagai tantangan masa kini dan masa datang.
Kalau ditilik lebih jauh, banyak hal yang dapat dibanggakan dengan keberaadaan subak ini. Diantaranya, di dalam subak ada semangat gotong royong yang tinggi, organisasinya yang relatif mantap karena tanggung jawab dan wewenang pengurus dan anggotanya sangat jelas, di samping karena menjunjung tinggi budaya Bali yang berfalsafah Tri Hita Karana. Dengan potensi internal seperti itu, maka dapat diharapkan bahwa subak akan mampu berperan dalam melestarikan pertanian Bali.
Perhatian pemerintah terbilang sudah cukup baik terhadap subak ini, melalui berbagai pembinanan dan bantuan yang diberikan. Ke depan, komitmen untuk menjaga dan melestarikan sistem irigasi pertanian yang satu-satunya di Bali ini, mesti lebih dimantapkan. Subak mesti lebih berdaya dalam mengajegkan pertanian Bali, sehingga untuk bisa berperan seperti itu, maka subak harus didukung penuh oleh pemerintah dan masyarakat Bali. Tentu saja tak satupun dari masyarakat Bali menghendaki hilangnya subak ini. Karena, kalau subak ini punah, maka pertanian Bali pun akan lenyap. Begitu pula sebaliknya. Keduanya hanya akan tinggal dalam catatan sejarah.

3.4. Mendorong Generasi Muda Berkiprah di Pertanian

Seperti dikatakan Prof. Dr. I Wayan Windia, Guru Besar Pertanian Universitas Udayana, bahwa revitalisasi itu seyogianya menekankan bagaimana menjadikan sektor pertanian itu mempunyai daya tarik bagi para generasi muda Bali. Persoalannya adalah bagaimana mengajak dan mendorong generasi muda bersedia bekerja di sektor pertanian. Ini sepertinya sebuah pekerjaan sulit di tengah-tengah daya tarik sektor industri, pariwisata, perdagangan dan jasa yang kian pesat perkembangannya. PDRB Bali sendiri sudah menunjukkan kecendrungan betapa kontribusi sektor pertanian terus-menerus berkurang sedangkan sektor sekunder dan tersier kian meningkat. Walaupun relatif sulit mengajak generasi muda bekerja di sektor pertanian, upaya yang stimulus ke arah itu harus terus dilakukan tanpa pernah surut.
Lembaga-lembaga pendidikan tinggi didorong untuk membuka jurusan pertanian. Para mahasiswa yang masuk disitu diberikan beasiswa selama studi. Di dalam studi para mahasiswa hendaknya dibekali keahlian mengolah lahan pertanian dengan teknologi, dan merekayasa tanaman sehingga dapat menghasilkan buah-buahan, sayur-sayuran dan produk pertanian lainnya dengan kuantitas dan kualitas yang jauh lebih bagus. Penelitian di bidang pertanian perlu dikembangkan. Di samping itu, kepada para mahasiswa juga diberikan keahlian manajemen dan entrepreneurship dalam mengelola pertanian dan hasilnya. Perlu dilakukan berbagai upaya agar generasi muda Bali tertarik dengan pertanian dan bangga menjadi petani.

3.5. Meningkatkan Kemampuan Bersaing di Pasar

Pengelolaan pertanian dengan menggunakan teknologi maju tentu saja diharapkan akan dapat meningkatkan produk pertanian Bali, baik secara kuantitas maupun kualitas. Kuantitas yang memadai dan kualitas yang memenuhi tuntutan pasar, dengan sendirinya akan membawa produk pertanian itu mampu bersaing. Apalagi, dengan teknologi pula, dilakukan pengolahan terhadap hasil-hasil pertanian sehingga menjadi produk dengan nilai tambah. Anggur bisa diubah menjadi wine, pisang dan nangka bisa diubah menjadi kripik dan dodol, serta melon, jeruk, dan sejenisnya dapat diolah menjadi juice.
Jadi, pertama-tama, dalam bertani para petani sudah harus menerapkan teknologi maju. Selanjutnya, dalam pengolahan hasil pertanian juga dengan teknologi sehingga mendapatkan produk yang mampu bersaing di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini, mau tak mau harus dilakukan, mengingat dalam perdagangan bebas produk pertanian dalam negeri harus sanggup bersaing dengan produk pertanian dari negara lain. Indonesia dan khususnya Bali, mungkin harus belajar banyak dari negara-negara yang telah maju yang berbasis pada sektor pertanian.

4. Menjadikan Sektor Pertanian Sebagai Basis Perekonomian Bali

Pemerintah Indonesia sesungguhnya telah menyadari kemunduran yang dialami oleh sektor pertanian. Itu pula alasan mengapa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005 mencanangkan program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan untuk lima tahun ke depan.
Dokumen revitalisasi itu sangat starategis, tetapi belum jelas bagaimana kebijakan revitalisasi itu dituangkan ke dalam rencana pembangunan jangka menengah, kemudian diturunkan dalam rencana pembangunan tahunan, hingga bisa dialokasikan dalam anggaran pandapatan dan belanja pemerintah pusat dan daerah. Tanpa diturunkan sampai ke level kebijakan operasional dan anggaran, implementasi peletakan dasar revitalisasi sebagai proses yang berkelanjutan sulit dilakukan.
Revitalisasi seharusnya menjadikan pertanian sebagai basis pembangunan ekonomi. Artinya, sektor-sektor ekonomi non pertanian juga diarahkan untuk mendukung pertanian, termasuk soal pembiayaan sektor pertanian oleh bank dan lembaga keuangan nonbank. Menurut Dr. Made Antara, dukungan perbankan sangat rendah terhadap sector pertanian. Di Indonesia tidak ada perbankan pertanian. Berbeda dengan di Thailand ada bank of agriculture.
Sebagaimana dikatakan oleh Prof. Windia, pengembangan sektor pertanian selama ini kurang menggembirakan. Kesalahan utama terletak pada orientasi kebijakan ekonomi Bali yang kurang akrab dengan pengembangan pertanian. Sektor pertanian, kata Prof. Windia, cenderung kurang diperhatikan dibandingkan dengan sektor lainnya.. “Memang agak kontradiktif, Indonesia yang mempunyai sumberdaya alam (pertanian) yang sangat besar, justru menjadi negara importir beberapa komoditi yang sebenarnya dapat kita produksi di dalam negeri, seperti buah-buahan, daging sapi, terigu, gula, beras, bahkan sampai garam,” ujarnya pada suatu kesempatan seminar sebagaimana dikutip Balipost (2/9/09).
Selanjutnya dikatakan, bahwa komoditas-komoditas tersebut produksinya dapat ditingkatkan sampai pada tingkat swasembada, jika pemerintah menggarap pertanian secara serius. “Walaupun ada program revitalisasi pertanian, sampai kini juga belum banyak membawa perubahan di sektor pertanian. Ini sangat merisaukan kita bersama,” tambah Prof. Windia.
Dikatakannya, selama dua dekade terakhir pemerintahan Orde Baru telah memposisikan sektor pertanian hanya sebagai “pendukung” sector lain, bukan sebagai “mesin penggerak” pertumbuhan perekonomian. Melihat hal itu, perlu dirumuskan kembali strategi pembangunan ekonomi, khususnya pembangunan ekonomi Bali. Pembangunan ekonomi Bali ke depan harus berbasis pertanian dan pangan. Masih banyak peluang yang bisa dilakukan kalau sektor pertanian di Bali mau maju. Selama ini, konsep pembanguan ekonomi Bali mengarah ke sektor jasa dan industri, dan belum berhasil dalam menopang sektor pertanian untuk meningkatkan nilai tambah. Sudah saatnya dilakukan perombakan pembangunan ekonomi Bali dari yang sebelumnya kurang mempedulikan sektor pertanian menjadi pro-pertanian. Demikian juga industri hilir pertanian, seperti industri pengolahan produk pertanian, perlu mendapat perhatian yang serius dalam rangka meningkatkan daya saing pertanian.
Diperlukan kebijakan dan langkah-langkah strategis oleh pemerintah daerah yang didukung masyarakat Bali untuk memajukan pertanian dalam arti luas. Pertanian jangan lagi ditempatkan sebagai pendukung sektor lainnya. Jika hanya sekadar pendukung, anggarannya tentu saja tak perlu banyak. Ini adalah kesalahan fatal dalam memajukan pertanian Bali. Sebagaimana dikatakan Dr. Made Antara, bahwa dalam pengembangan pariwisata, misalnya, tanpa mengutamakan sektor pertanian akibatnya sangat fatal. Pariwisata adalah berkah bagi masyarakat Bali sebagai daerah yang miskin sumber daya alam, semenrata pertanian adalah asset (budaya dan ekonomi) bagi pariwisata. Jika pertanian hancur atau punah, maka wisatawan tak akan tertarik lagi datang ke Bali.
Dibutuhkan komitmen Pemerintah Daerah Bali untuk membuat berbagai kebijakan yang memihak pada pertanian. Lembaga pendidikan tinggi tak boleh tinggal diam, melainkan harus menjadi “menara air” yang dapat memberikan gagasan-gagasan segar dan inovasi berteknologi maju di bidang pertanian demi kesejahteraan bersama. Masyarakat petani dengan lembaga subaknya mesti tetap tangguh sehingga pertanian Bali dapat terjaga dan maju. Akhirnya, setiap komponen yang secara langsung manupun tidak langsung bersentuhan dengan pertanian, mesti bergerak bersama dalam menghadapi tantangan yang menghadang dan mengukir harapan menuju pertanian Bali yang maju, ajeg dan mampu mensejahterakan warganya.


5. Penutup

Berbagai tantangan dihadapi oleh pertanian Bali tatkala ada niat baik untuk melakukan revitalisasi terhadapnya. Diantaranya, menciutnya lahan pertanian, pencemaran air, terancamnya lembaga subak, generasi muda yang enggan bertani, dan sebagainya. Semua tantangan itu harus dijawab dengan berbagai upaya yang bersungguh-sungguh.
Diperlukan komitmen, kebijakan dan langkah-langkah yang sinergis sehingga pertanian Bali benar-benar dapat menjadi kebanggaan masyarakat Bali sendiri dengan berbagai keunggulan di dalamnnya. Sektor pertanian hendaknya tidak lagi sekadar berposisi sebagai pendukung bagi sektor lainnya, melainkan seyogianya mampu menjadi basis penggerak sektor-sektor lainnya.
Setiap komponen yang secara langsung manupun tidak langsung bersentuhan dengan pertanian, mesti memiliki komitmen dan bergerak bersama dalam menghadapi tantangan yang menghadang sekaligus mengubah harapan menjadi kenyataan, yakni terwujudnya pertanian Bali yang maju, ajeg dan mampu mensejahterakan warganya.



Sumber Bacaan

Irawan, Suparmoko, 2002. Ekonomika Pembangunan, (Edisi Keenam), Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta.

Panitia Pengkajian Strategi Pembangunan Ekonomi Bali, 2003. Strategi Pembangunan Ekonomi Bali, Kerjasama DHD 45 Bali-ISEI Bali-FE UNUD, Denpasar.

Citra Lintas Nusantara (Edisi Februari 2007), Depkominfo RI, Jakarta.

Sutawan Nyoman, Eksistensi Subak di Bali: Mampukah Bertahan Menghadapi Berbagai Tantangan (Makalah),

http://balipost.co.id. Revitalisasi Pertanian Bali, UNUD Siapkan Kajian Akademik

Upaya Revitalisasi Pertanian Bali (Tajuk Rencana), Bisnis Bali, 17 September 2009

Revitalisasi Sektor Pertanian: Membangkitkan Pertanian Bali dari Kebangkrutan, Balipost, 18 September 2009.

Statistik Ekonomi Keunangan Daerah Provinsi Bali Edisi November 2008, Bank Indonesia, Jakarta.
Read more ...