Perpustakaan Pribadi dan Hasrat Membaca

Oleh I Ketut Suweca

Memiliki perpustakaan pribadi di rumah adalah suatu kebutuhan di era modern sekaligus sebagai prestise. Bagi pandangan kebanyakan orang, perpustakaan di rumah mencirikan tingkat intelektualitas seseorang. Kalau orang memiliki perpustakaan di rumahnya, maka pada umumnya dapat diyakini bahwa si pemilik rumah adalah seorang intelektual, pencinta ilmu pengetahuan, atau seorang pembelajar yang dipastikan gemar membaca.
Perpustakaaan pribadi di rumah memang dapat merupakan simbol intelektualitas seseorang. Anda bisa membayangkan, bagaimana mungkin seseorang disebut intelektual atau pembelajar, kalau ia tidak punya cukup buku dan tidak suka membaca. Bagi seorang pembelajar, buku adalah sahabat karibnya. Oleh karena demikian, agar kesukaan akan buku itu terkondisi dengan baik, maka seyogianya dibangun perpustakaan pribadi di rumah. Bukan sekedar agar dipandang intelek atau mendapatkan predikat pembelajar, melainkan untuk menyiapkan ‘gudang ilmu’ dengan segala kelengkapannya, sehingga si pemilik bisa dengan mudah menyalurkan kebutuhan dan minat membacanya dalam kehidupan privat di rumah sendiri.

Siapkan Sarana

Paling tidak ada empat sarana utama yang perlu dipersiapkan tatkala hendak membangun perpustakaan pribadi di rumah. Pertama, perlu disiapkan sebuah ruang dengan luasan tertentu yang memadai untuk maksud ini. Boleh di ruangan khusus untuk perpustakaan, boleh di ruang tamu, atau di kamar tidur. Sesuaikan dengan ruang yang ada dan kondisi rumah Anda. Diantara pilihan itu, membuat ruangan khusus perpustakaan adalah yang terbaik. Kalau tidak ada ruang khusus, cukuplah dimanfaatkan space yang ada ruang tamu atau kamar tidur.
Kedua, siapkanlah rak yang relatif besar untuk meletakkan buku-buku Anda. Rak itu bisa terbuat dari kayu atau dari rangka besi, atau bahan lainnya, terserah Anda. Yang penting rak tersebut cukup kuat untuk menyangga buku-buku Anda ketika jumlahnya kian banyak dan rak itu terisi penuh dan enak dipandang mata. Upayakan rak tersebut tertutup dengan kaca tembus pandang. Ini penting untuk menjaga menghindari buku dari kotoran dan debu. Buku-buku yang tersimpan dengan baik akan lebih awet dan tak cepat kusam dan kotor. Kaca yang transparan dibutuhkan agar tatkala mencari buku, Anda dapat dengan mudah melihatnya tanpa harus membuka kaca. Ukuran rak buku pun hendaklah disesuaikan dengan luasan ruangan.
Perhatikan pula di sisi mana dari ruangan itu yang Anda manfaatkan untuk meletakkan rak buku. Upayakan agar posisinya strategis, tidak mengganggu tatkala Anda dan anggota keluarga lalu-lalang, dan mudah dijangkau. Ketinggian rak juga mesti diperhitungkan. Sebaiknya tinggi rak tak lebih dari setinggi jangkauan tangan Anda. Ini dimaksudkan, tatkala mengambil buku pada bagian rak yang paling atas, Anda masih bisa menjangkaunya hanya dengan menjulurkan tangan ke atas tanpa menggunakan tumpuan kursi atau sejenisnya.
Ketiga, siapkan buku-buku yang menjadi ‘kekayaan’ Anda itu. Untuk membeli buku-buku dimaksud, tentu Anda harus siap mengeluarkan dana yang lumayan banyak karena harga buku belakangan ini terbilang mahal. Tapi, pastinya buku-buku itu tak mesti dibeli sekaligus. Sisihkan saja sebagian kecil dari penghasilan Anda untuk membeli buku setiap bulannya. Jika memungkinkan, usahakan setiap bulan Anda menambahkan 2-3 buku ke dalam rak buku Anda. Kalau ada cukup uang, lebih banyak buku yang Anda koleksi setiap bulannya tentu lebih baik.
Keempat, siapkan sebuah meja baca dan kursi serta lampu yang cukup terang tempat Anda nantinya akan bersantai sambil menikmati bacaan dari gudang ilmu alias perpustakaan pribadi Anda. Di samping penerangan/pencahayaan sirkulasi udara di ruang baca ini hendaknya diperhatikan. Suasana yang nyaman akan membantu Anda membangkitkan mood atau hasrat membaca.
Sekedar sebagai ilustrasi, rekan senior saya, Widminarko, meletakkan rak bukunya yang berwarna cokelat tua menempel di salah satu sisi tembok ruangan khusus. Dia memposisi rak itu sedemikian rupa sehingga enak dipandang dan tidak terlalu banyak memakan ruangan. Buku-buku, majalah, dan referensi lain miliknya terlindungi dengan baik karena tertutup kaca yang tembus pandang. Setiap kotak dalam rak itu diletakkan buku-buku yang sejenis dan disertai label jenis buku dimaksud. Tepat di depan rak yang sarat buku itu, ia meletakkan kursi empuk untuk menikmati bacaan yang beragam itu sambil santai. Lampu yang menggantung di langit-langit ruangan bersinar putih bersih menerangi ruangan perpustakaan yang cukup luas itu.
Ketika ditanya, apa resep keberhasilannya di dunia kewartawanan, ia bilang, “ Seorang wartawan dan penulis yang baik haruslah tidak pernah berhenti belajar. Ia mesti selalu rajin membaca, mendengar, menonton/melihat, dan mencatat. Kalau orang lain menghadiri rapat atau seminar banyak yang hanya duduk mendengar, saya justru mendengar sambil mencatat dengan seksama. Catatan itu akan membantu dalam mengingat sesuatu di kemudian hari.”
“Perpustakaan ini saya buat untuk menunjang aktivitas menulis saya. Saya butuh buku-buku dan sumber bacaan lain untuk menulis. Sebagian besar sudah tersedia di perpustakaan ini,” ujarnya ketika berbincang-bincang dengan penulis di rumahnya yang asri di bilangan utara kota Denpasar belum lama ini.

Sisihkan Waktu

Membangun perpustakaan pribadi adalah sebuah langkah awal yang bagus. Tapi, semua itu belumlah cukup kalau tidak dibarengi dengan kesediaan meluangkan waktu untuk membaca, menggali ilmu pengetahuan dari perpustakaan yang Anda buat. Sisihkan waktu, paling tidak satu atau dua jam setiap hari untuk membaca. Dan, kita tentu sepakat bahwa membaca itu banyak manfaatnya.
Yang paling utama, dengan membaca orang pasti bakal bertambah wawasan pengetahuannya. Semakin rajin dan suntuk orang menggali pengetahuan semakin bertambah pula wawasannya sehingga ia bakal menjadi orang yang berwawasan luas. Di samping itu, membaca juga dapat meningkatkan kecerdasan. Seorang atlet binaraga akan kian bagus bentuk otot-otot pada tubuhnya apabila berlatih secara teratur dan benar. Demikian pula, dengan membaca maka kecerdasan pun dapat dipastikan akan meningkat karena Anda telah melatih ‘otot-otot’ otak secara berkelanjutan.
Nah, selamat membangun perpustakaan dan selamat membaca. ***
Read more ...

Teruslah Menulis, Menulislah Terus

Oleh I Ketut Suweca

Mari kita tengok seorang balita yang sedang belajar berjalan. Ia tak langsung bisa berjalan seperti orang dewasa, bukan? Dia mungkin akan mulai dari belajar merangkak. Dia mencoba menyeimbangkan kedua kakinya saat bergerak. Setelah bisa merangkak, sedikit demi sedikit ia mencoba berdiri. Setiap kali mencoba berdiri, ia jatuh. Pantatnya berkali-kali terhempas ke lantai. Tapi, ia bangun lagi setiap kali terjatuh. Usaha yang berulangkali dari hari ke hari membuatnya bisa berdiri pada akhirnya. Tak puas hanya sekedar berdiri. Kali ini tiba saatnya mulai belajar melangkah. Dia pun mencoba melangkahkan kakinya satu satu. Pelan-pelan sekali. Badannya oleng dan ia pun jatuh. Begitu terus-menerus terjadi sampai akhirnya balita tadi benar-benar mampu melangkah dengan cukup sempurna. Senyum manis dan tawa kecil melengkapi kemenangannya!
Ketika menginjak sekolah dasar, mari kita lihat lagi anak ini belajar naik sepeda gayung. Mula-mula ia belajar menuntun sepedanya di gang kecil di depan rumah. Setelah itu, dia mencoba menaiki sepeda itu dan menggayungnya, dan belum berhasil. Dia jatuh berkali-kali. Beberapa kali lutut dan sikunya lecet lantaran berbenturan dengan permukaan beton di gang tempatnya berlatih. Latihan itu dilakukannya berulang-ulang tanpa putuas asa. Dan, apa hasilnya? Akhirnya ia berteriak gembira: “Aku bisa. Pa, Ma, aku bisa naik sepeda!”
Setelah si anak beranjak remaja, mari kita lihat bagaimana ia yang belajar berenang. Ia tidak belajar berenang dari buku-buku tentang teknik berenang. Dia langsung saja terjun ke air kolam yang cukup dangkal. Lalu, ia pun mencoba menggerak-gerakkan tangan dan kakinya. Berkali-kali dicoba, tapi belum berhasil. Tanpa pernah bosan, ia berlatih terus-menerus. Dan, akhirnya, suatu hari kemudian, remaja kita ini bisa berenang! “Horee, saya berhasil,” teriaknya yang didengar teman-teman seusianya. Ia tersenyum, manis sekali.
Apa kaitan cerita itu dengan aktivitas menulis? Jika ingin menjadi penulis, maka kita pantas belajar dari anak tersebut. Bagaimana ia belajar berjalan ketika masih balita, lalu belajar bersepeda ketika kanak-kanak, dan belajar berenang tatkala remaja. Hikmah yang dapat kita petik: perlunya latihan dan latihan. Kalau orang ingin menjadi penulis andal, tentu diperlukan kesediaan berlatih menulis secara terus-menerus. Tak bisa lain. Membaca buku-buku teknik menulis, walaupun perlu, tapi bakal tak banyak gunanya kalau kita tak kunjung menggoreskan tinta pena di atas kertas atau kalau kita tak mau membuat jemari kita ‘menari’ di atas tuts komputer.
Penulis 38 judul buku yang sebagaian besar best seller, Andrias Harefa, memiliki anjuran yang bagus. “Untuk menjadi penulis, yang diperlukan hanyalah kemauan. Anda bisa melakukannya saat ini juga. Ya, sekarang juga,” katanya. “Untuk menjadi penulis Anda hanya perlu melahirkan karya tulis. Jika hari ini tulisan Anda muncul di blog atau di milis atau di media manapun yang bisa dinikmati orang, maka dalam arti yang sederhana, Anda sudah jadi penulis. Jadi, apalagi yang Anda tunggu? Menulislah”, anjur pria pendiri Komunitas Writer Schoolen ini.
Menulis adalah pekerjaan melakukan, pekerjaan ‘action’. Jadi, tulis saja yang ingin ditulis. Apa itu dimaksudkan untuk sekedar mengeluarkan unek-unek di selembar kertas kecil, mengisi buku harian, mengisi blog, atau membuat artikel. Cita-cita menjadi penulis tak akan pernah tercapai kalau kita tak pernah menghasilkan tulisan. Mimpi menjadi penulis saja tak cukup. Yang lebih penting: berani mewujudkan mimpi tersebut menjadi kenyataan. Untuk ini, tiada pilihan lain selain menulis dan menulis tanpa pernah berhenti. Kalau hasilnya belum sempurna, tak mengapa. Masih ada waktu untuk memperbaiki. Teruslah menulis dan menulislah terus.
Bagaimana pendapat Anda, para pembaca? ***
Read more ...

Refleksi Akhir Tahun 2010: Dalam Lingkar Hukum Kausalitas

I Ketut Suweca

Tahun 2010 segera berakhir. Tahun 2011 kita masuki. Ada banyak cacatan perjalanan di belakang sebagai jejak tapak kaki kita. Ada haru biru, ada sedih merintih disana. Ada juga sederet kesukacitaan dengan sejumput prestasi. Kini, di peralihan tahun, saatnya kita melakukan refleksi. Merenungkan apa yang sudah berhasil kita capai, apa pula yang belum. Dari masa lalu itu kita belajar menyongsong masa depan. Dengan refleksi kita menjaga jarak dengan masa yang kini berada di belakang kita sambil mengajukan pertanyaan bernuansa filsafati : Kita sudah sampai dimana? Apakah ayunan langkah kita sudah berada dalam rel yang seharusnya, tidak melenceng keluar dari norma yang ada? Dan, adakah pula kita sudah berkontribusi bagi kemaslahatan hidup bersama dan terhindar dari sikap mementingkan diri sendiri? Apa pula yang hendak kita mimpikan di tahun baru?
C atatan Keprihatinan
Perjalanan di sepanjang tahun 2010 memberikan kita sebuah gambaran yang berwarna. Di situ tercatat ada kisah-kisah memilukan dan sangat menyayat hati. Sebagian dari saudara-saudara kita sebangsa dan senegara di Mentawai (dan Aceh) tertimpa tsunami. Kondisi mereka benar-benar memprihatinkan. Hingga kini pun ada yang belum tertangani dengan tuntas, sebagaimana dilaporkan sebuah media televisi nasional baru-baru ini. Ada lagi bencana Gunung Merapi yang telah meluluhlantakkan sejumlah desa di sekitarnya. Rumah-rumah masyarakat rusak berat, infrastruktur juga tak berbeda. Hewan peliharaan petani nyaris mati seluruhnya terkena wedhus gembel, lahan pertanian pun tak bisa ditanami. Dan, ketika letusan berarkhir, tiba-tiba datang banjir yang membawa lahar dingin muntahan gunung, melanda wilayah yang dilewatinya. Lalu, ada juga kisah tentang banjir di ibu kota negara yang tak berkesudahan terjadi pada setiap musim hujan, di samping banjir-banjir dan tanah longsor di sejumlah wilayah di seantero negeri. Sungguh sangat memprihatinkan melihat keadaan seperti ini.
Dalam cacatan perjalanan itu, ada pula berita kemalangan yang menimpa para tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri. Di Arab Saudi, juga di Malaysia. Para TKI yang acap dipredikati sebagai pahlawan devisa, sebagian diantaranya bernasib tidak mujur. Kalau tidak diperkosa, mereka tak diberi gaji atau disiksa oleh majikannya. Inilah rupanya resiko mengirimkan tenaga kerja yang hampir tanpa keterampilan, sebagai pembantu rumah tangga. Mungkin saja sebagian dari majikan itu melihat para pembantu itu tak lebih dari seorang budak yang, menurutnya, dapat diperlakukan semaunya. Proteksi terhadap mereka jauh dari cukup untuk menjamin keamanan dan keselamatan mereka di perantauan.
Kasus-kasus korupsi pun tak habis-habisnya terjadi. Media massa sangat rajin memuat berbagai tindakan menggaruk uang negara itu untuk memperkenyang diri dan kelompok. Tak peduli dengan yang namanya moralitas. Karena, yang terpenting adalah, keinginan atau tujuan tercapai. Segala cara dihalalkan untuk mendapatkan apapun yang diinginkan. Bila perlu, mereka melakukan tindakan menyuap aparat demi terhindar dari jeratan hukuman. Kalau pun terpaksa terseret juga, maka ia akan melakukan apapun untuk menghindari atau memperingan hukuman. Orang-orang seperti inilah yang, alih-alih mengantarkan bangsa ini ke arah kemajuan, mereka malah mendorong bangsa ini ke tepi jurang kehancuran. Hasilnya, Indonesia yang hingga kini masih dipredikati oleh lembaga Transpancy International sebagai salah satu negara terkorup di dunia. Ini, lagi-lagi memprihatinkan kita.
Catatan Melegakan
Beruntung kita masih punya sepak bola yang memberikah secercah pengharapan, penghiburan, dan peluang berprestasi. Perhelatan sepak bola Piala AFF 2010 merupakan salah satu yang memberikan pengharapan sekaligus kebanggaan. Selama ini, rakyat telah dibombardir oleh informasi seputar berbagai persoalan negeri dapat menarik nafas lega, lalu bilang: untung ada sepak bola! Ya, melalui bola, muncul kegairahan dan kepercayaan diri yang kian menguat, bahwa kita adalah bangsa yang besar yang layak diperhitungkan oleh negeri-negeri tetangga bahkan dunia. Di dalam sepakbola kita melihat keindonesiaan, kita melihat nasionalisme. Keindonesiaan atau nasionalisme yang mungkin sempat kita ragukan keajegannya, terbukti masih kuat yang tersimbul membahana lewat bundarnya bola. Setiap orang Indonesia tersedot perhatiannya pada sepak bola Piala AFF ini. Mereka semua merasa sangat berkepentingan agar Indonesia menjadi juara dalam laga Asia Tenggara ini. Mereka mendukung Tim Merah Putih yang berjuang keras di lapangan. Sepakbola membawa kita pada wawasan nusantara, mengingatkan bahwa kita mesti siap membela negeri ini dengan segala upaya.
Akan halnya dengan bencana-bencana yang terjadi seperti tanpa berkesudahan itu ternyata membangkitkan solidaritas sosial masyarakat Indonesia. Solidaritas sosial, yang mungkin kita duga sudah mati suri, ternyata masih hidup jauh di dalam hati sanubari insan negeri ini. Para sukarelawan turun tangan bersama-sama pemerintah dan masyarakat menolong saudara-saudara mereka yang terkena bencana. Bantuan-bantuan dari berbagai pelosok Indonesia pun datang untuk meringankan penderitaan korban. Tak ketinggalan, awak media massa, cetak dan elektronik, melaporkan peristiwa itu dari hari ke hari sehingga dengan demikian publik tahu perkembangan yang terjadi. Awak media telah mendedikasikan halaman-halaman medianya untuk memberitakan perkembangan bencana. Mereka melakukan itu semua tanpa pamrih, tanpa motif mengharapkan imbalan. Ternyata, masih sangat banyak anak negeri ini yang berjiwa dermawan, yang siap lahir dan batin menolong saudaranya yang tengah menderita.
Solidaritas sosial, nasionalisme, kedermawanan merupakan nilai-nilai luhur yang kita miliki sebagai bangsa yang sudah terbukti nyata diamalkan. Nilai-nilai berharga ini perlu terus dihidupkan ketika kita hendak melangkah ke depan, saat kaki kita melangkah ke tahun 2011 dan meninggalkan tahun 2010. Di samping itu, nilai-nilai kejujuran perlu kita tumbuh kembangkan agar menghiasi langkah tindak kita ke depan, baik dalam kehidupan pribadi, berbangsa, dan bernegara.


Berani Bermimpi
Marilah kita berani bermimpi tatkala memasuki tahun 2011. Bukan sekedar bermimpi di siang hari, melainkan memimpikan tentang kehidupan yang lebih baik. Mimpi adalah langkah awal yang baik, dan ini butuh kepercayaan diri dan keberanian: mimpi seperti apa yang kita miliki? Masa depan macam apa yang kita harapkan terwujud? Kita mesti belajar dari pengalaman masa lalu, agar tak kehilangan tongkat yang kedua kalinya. Kita juga mesti mengambil hikmah dari masa lalu untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan ke depan. Kita jadikan masa lalu sebagai batu pijakan untuk menapaki masa datang. Seperti sebuah ungkapan, “barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin, maka ia merupakan orang yang beruntung. Kalau sama saja, dia adalah orang yang merugi. Kalau lebih buruk, dia adalah orang yang celaka.”
Mari kita menguatkan pikiran positif kita: berpikir bahwa selalu ada harapan yang lebih baik di masa depan. Post nubila jubila: setelah awan mendung, ada suka cita. Pikiran positif dan sikap optimistik niscaya akan membawa kita pada pengharapan dan memberikan kita gairah untuk bekerja lebih keras dan lebih cerdas. Untuk itu, mari menabung kebaikan, bukan menabung dosa. Mari memperkuat kejujuran, bukan kebohongan dan egoisme. Mari kita perkuat nasionalisme dan solidaritas sosial, bukan anarkhi dan ketidakpedulian. Mengapa? Karena, seperti sebuah ungkapan, “siapa yang menabur angin akan menuai badai. Siapa yang menanam singkong akan memanen singkong.” Kita semua berada dalam lingkar hukum kausalitas. Selamat Tahun Baru 2011.
Read more ...

Menggugah Guru Gemar Menulis

I Ketut Suweca

Seorang guru bertutur tentang dunia tulis-menulis di depan kelas. Kata sang guru, menjadi penulis yang terkenal itu sangat menyenangkan. Katanya, banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan menulis atau mengarang, termasuk di dalamnya untuk mendapatkan honorarium. “Sebuah artikel yang dimuat di media nasional bisa dihargai sampai Rp. 1 juta,” katanya dengan penuh semangat. Para murid dengan suntuk mendengar ucapan sang guru. Satu diantara para siswa itu bertanya dengan polosnya: Pak Guru sudah banyak menulis ya? Berapa honor yang Bapak peroleh? Saya jadi tertarik.” Pembaca tahu jawaban sang guru? “Belum ada,” disertai serangkaian alasan mengapa ia tak sempat menulis. Salah satu dalihnya adalah kesibukan yang sangat padat, baik dalam kaitannya dengan persiapan tugas mengajar dan tugas administratif lainnya di sekolah maupun kegiatan lainnya di luar sekolah.
Ilustrasi di atas bukanlah dimaksudkan menyudutkan guru atau mengurangi penghargaan terhadap guru, melainkan hanya sebagai gambaran betapa para guru kita belum banyak yang ‘turun gunung’ melalui tulisan-tulisannya. Padahal, secara intelektual, guru-guru kita sangat berpotensi menjadi penulis andal. Akan tetapi, walaupun ada niat menuangkan pikiran lewat tulisan berupa artikel untuk media massa, tapi tidak pernah direalisasikan. Padahal, bagi seorang guru, untuk mendorong para siswa menggemari kegiatan menulis atau mengarang, sang guru sendiri mesti mampu menjadi teladan di bidang ini.

Menghitung Manfaat Menulis
Kalau ditelisik lebih jauh, manfaat menulis di media massa cukup banyak. Pertama, ini kiranya yang terpenting, yakni untuk mendapatkan nilai kredit (credit point) bagi profesinya sebagai guru. Dengan menulis guru yang bersangkutan akan mendapatkan nilai angka kredit, dan ini berdampak langsung bagi karier/kepangkatan.
Kedua, dengan menulis seorang guru dapat meningkatkan kepercayaan dirinya. Tulisan-tulisan yang berhasil dimuat di media massa bisa lebih meyakinkan dirinya lagi bahwa ia memiliki kualitas. Tulisan-tulisan itu dapat menjadi bukti nyata dari kualitas dan kapabilitasnya sebagai seorang pendidik.
Ketiga, dengan menulis secara kontinyu, berarti seorang guru telah mengedukasi masyarakat. Jadi, guru tak hanya mendidik para siswa di sekolah, bahkan juga menjadi ‘guru’ bagi masyarakat. Dengan menulis, para guru yang penulis dapat berbagi (sharing) kepada masyarakat pembaca melalui ide-ide yang dituangkan ke dalam artikelnya. Alangkah menyenangkan kalau melalui artikel-artikelnya di media cetak para guru juga bisa berbagi kepada masyarakat luas, bukan? Masyarakat kita tentu akan semakin cepat meningkat kecerdasan dan meningkat pula pengetahuannya melalui bantuan para guru yang penulis.
Keempat, dengan menulis seorang guru akan mendapatkan tambahan penghasilan dari honorarium yang diterima atas dimuatnya tulisannya di koran atau majalah. Sebutlah, misalnya, dalam sebulan ia dapat meloloskan artikelnya sebanyak 4 buah di sebuah media nasional. Andaikan honor setiap artikel itu sebesar Rp.250.000 rupiah. Jadi, dalam sebulan ia akan mendapatkan tambahan penghasilan satu juta rupiah. Lumayan untuk menambah isi kantong, bukan?
Kelima, dengan menulis, seorang guru akan meningkatkan kecerdasan atau intelektualitasnya. Mengapa? Karena, untuk menulis, ia mesti menggali berbagai sumber informasi yang relevan. Aktivitas ini berdampak langsung terhadap peningkatan kemampuan intektual dan daya imajinasinya.

Diperlukan Komitmen
Banyak sekali alasan yang bisa dipakai sebagai dalih bagi seseorang untuk menolak atau menghindari kegiatan menulis. Seperti disebutkan di awal, kesibukan-kesibukan yang padat menjadi alasan pamungkas untuk tak menyentuh aktivitas menulis. Alasan-alasan itu menjadi sah dan masuk akal. Akan tetapi, menurut penulis, yang diperlukan sesungguhnya adalah komitmen. Artinya, ada tekad dari para guru untuk meluangkan waktu di sela-sela kesibukan mereka untuk menuangkan gagasan ke dalam bentuk karya tulis untuk media massa. Kalau seseorang berkomitmen, maka tidak akan ada alasan lagi baginya untuk menghindari aktivitas tulis-menulis. Komitmen itu seperti sebuah janji kepada diri sendiri. Dengan kata lain, diperlukan ‘kebulatan tekad’ untuk menulis dan menjadi penulis.
Selanjutnya, guna mendukung kegiatan ini diperlukan pembiasaan menggali pengetahuan dari berbagai sumber. Buku, majalah, koran, internet, radio, siaran televisi, dan berbagai bentuk sumber informasi lainnya dapat dipakai sebagai bahan mentah untuk diolah menjadi tulisan. Oleh karena itu, guru yang (calon) penulis mesti rajin membaca, mendengar, menonton, dan mencatat. Keempat aktivitas ini akan memampukan seseorang untuk menjadi penulis yang baik. Menulis adalah kegiatan merangkai gagasan ke dalam sebuah karya dengan menggunakan huruf, angka, kata, kalimat, dan data. Orang tak mungkin menghasilkan sebuah tulisan yang berbobot dari pikiran kosong, bukan?
Mereka yang tidak terbiasa menulis atau mengarang tentu akan merasakan kesulitan pada awalnya. Akan tetapi, ketika aktivitas ini sudah menjadi kebiasaan, maka ini akan menjadi mudah. Jadi, tak perlu terlalu dikhawatirkan. Kita mungkin masih ingat ketika awal belajar mengemudikan kendaraan, baik mobil maupun sepeda motor. Pada mulanya amat susah, bukan? Tapi, setelah berlatih secara kontinyu, mengatasi berbagai kesulitan, segalanya kemudian menjadi mudah, bagai aktivitas yang berlangsung otomatis. Apalagi mengingat guru adalah intelektual yang rata-rata berpendidikan tinggi. Potensi ini kalau dimanfaatkan dengan baik akan dapat mengantarkannya menjadi penulis andal.
Kalau dalam proses tersebut ada sejumlah masalah yang berkenaan dengan kesulitan mendapatkan ide-ide yang bakal ditulis, pasti akan dapat diatasi. Dengan membaca, menonton, mendengar, dan mencatat dengan rajin, niscaya para guru akan mendapatkan gagasan-gagasan berharga untuk dituangkan ke dalam tulisan. Kalau, misalnya, persoalannya terletak pada pemakaian tata bahasa, ejaan, diksi, dan gaya bahasa, atau yang sejenis, ada banyak buku yang dapat dijadikan acuan. Kalau terkendala dengan waktu, dengan komitmen yang tulus, tentu waktu itu dapat diatur dan dapat diluangkan khusus untuk menulis.
Aktivitas tulis-menulis sudah pasti bermanfaat, baik bagi guru maupun masyarakat. Jalan menuju ke dunia tulis-menulis pun terbuka lebar bagi para guru kita. Maka, tinggal satu langkah lagi : memulainya sekarang juga. ***
Read more ...

Remunerasi Bukan Single Track

Oleh I Ketut Suweca *)

Setelah peningkatan remunerasi di lingkungan Kementerian Keuangan RI dilaksanakan, kini giliran aparat di jajaran di lembaga kepolisian bakal didongkrak penghasilannya melalui tunjangan kinerja berdasarkan Perpres No.73/2010 tentang Tunjangan Kinerja bagi Pegawai di Lingkungan Polri yang dikeluarkan 15 Desember 2010. Tentu saja kita menyambut baik program remunerasi itu, dengan harapan lembaga-lembaga dimaksud bakal menunjukkan kinerja yang lebih baik.
Akan tetapi, kita menjadi sedikit pesimis dengan remunerasi. Salah satu kasus di lingkungan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan membuktikan betapa perbaikan penghasilan tidak serta-merta berpengaruh terhadap berkurangnya perilaku korupsi. Orang yang berpanghasilan (lebih) besar tak menjamin akan meninggalkan mental koruptif. Gayus HP Tambunan, hanyalah salah satu contoh di samping banyak kasus sejenis di lembaga pemerintahan lainnya yang seringkali diberitakan media massa.
Problem Mentalitas
Penulis berpendapat, kasus-kasus korupsi terjadi sebagai problem mentalitas. Artinya, persoalan korupsi yang terjadi mesti dibedah dengan pendekatan psikologi. Orang korupsi, karena apa? Dorongan bergaya hidup mewah dan serba mudah telah membawa orang untuk mencari jalan untuk memenuhinya. Beragam keinginan lalu muncul dari berbagai stimulus eksternal. Ketika ada jalan, apalagi tanpa pengawasan yang memadai, orang lalu mengambil jalan yang keliru: melakukan korupsi. Tepatlah ucapan ahli politik Lord Acton, bahwa the power tend corrupt! Tambahannya: apalagi tanpa pengawasan, pasti korupsi.
Dalam konteks ini, ada dua jenis mentalitas. Pertama, ia yang bermental berkecukupan yang disertai rasa syukur. Manusia jenis ini tak akan neko-neko untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Dia lebih banyak mensyukuri apapun yang diperolehnya dari kehidupan dan usahanya. Orientasinya bukan melulu pada upah, gaji, dan hasil semata. Melainkan, ia lebih mengutamakan pengabdian yang tulus, selalu berusaha berbuat baik dengan mengerjakan tugas dan kewajibannya sebagai wujud tanggung jawabnya kepada bangsa dan negara. Kalau ada predikat untuknya, yang cocok adalah predikat pahlawan pembangunan.
Kedua, ia yang bermentalitas rakus. Orang semacam ini tidak akan pernah puas apa yang diperolehnya. Ia selalu menginginkan lebih dan lebih. Tak peduli bagaimana cara mendapatkan lebih itu, yang penting mereka selalu menginginkan bagian yang sebanyak-banyaknya, sebesar-besarnya. Ia akan menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan (the end justifies the mean). Tak peduli dengan norma-norma yang ada, apalagi norma agama. Yang dihindarinya mungkin hanya hukum positif dengan segala macam sanksinya. Kalaupun harus terseret masalah hukum, dia tetap akan berjuang keras untuk keluar dari jeratan hukuman, bagaimanapun caranya.
Mentalitas rakus menjadi klop dengan mentalitas menerabas seperti pernah ditulis budayawan Koentjaraningrat. Ya, dengan mental menerabas ia bisa cepat dan langsung mendapatkan apapun yang diinginkan. Kalau dia kebetulan mencapai kedudukan strategis di birokrasi atau di lembaga lainnya, maka ia tak segan-segan memanfaatkan kedudukannya untuk melakukan tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Jadi, mereka adalah penganut ‘ajaran’ aji mumpung yang setia.
Mentalitas orang semacam inilah yang menyebabkan Indonesia tercatat sebagai salah satu negara terkorup di dunia, juga bakal mengantarkan bangsa ini ke dalam lembah kehancuran. Bagai belut, orang seperti ini licin sekali sehingga sulit ditangkap. Ia sangat lihai bersilat lidah, sangat lihai pula menyuap orang untuk tutup mulut agar lebih leluasa mengeruk kekayaan negeri. Di dalam sebuah negeri yang penegakan hukumnya masih carut-marut , sulit menentukan siapa sesungguhnya sang maling (baca: koruptor)-nya, mana pula yang bukan. Karena, maling seringkali berteriak maling. Alhasil, bisa jadi aparat salah tangkap.
Ada ungkapan yang menyatakan, sebenarnya sumber daya yang ada sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan semua, tapi sama sekali tak cukup untuk seorang manusia yang rakus. Kalau misalnya terdapat banyak orang Indonesia bermentalitas rakus, maka dapat dipastikan negeri ini berada di ambang kebangkrutan. Lalu, bagaimana pertanggungjawaban kita terhadap generasi mendatang?
Harapan dari Remunerasi
Masih beruntung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menabuh genderang perang terhadap korupsi. Lembaga-lembaga negara yang bertanggung jawab mengawasi dan menindak koruptor sudah diperkuat. Air segar nan jernih telah dituangkan ke dalam wadahnya. Akankah berhasil? Perjalanan pemberantasan korupsi masih panjang, terjal, dan berbatu. Mari kita lihat dan dukung perjuangan ini.
Dengan remunerasi, kita berharap bakal banyak terjadi perubahan ke arah positif. Pertama, penghasilan para pegawai pemerintah (birokrasi) yang mendapatkan peningkatan remunerasi akan lebih layak atau memadai. Kedua, tumbuhnya pelayanan publik yang lebih baik sebagai bentuk akuntabilitas pemerintah atas uang rakyat yang dipergunakan. Ketiga, tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pemerintahan yang belakangan ini turun drastis. Keempat, menurunnya angka korupsi sehingga lambat laun dapat mendongkrak prestise Indonesia di mata dunia menjadi salah satu negara yang lebih bersih.
Semoga masih ada kekuatan dari dalam lembaga-lembaga pemerintahan dan kekuatan eksternal yang dapat mendorong tercapainya keempat hal itu. Semoga para pemimpin negeri ini masih banyak yang bersedia menjadi teladan yang baik, yang ucapannya selaras dengan tindakannya. Semoga tugas pengawasan kian digiatkan dengan pengenaan sanksi tak pandang bulu bagi yang bersalah. Peluang terjadinya moral hazard sudah saatnya ditutup rapat-rapat. Mari kita mencoba optimis seraya berdoa kepada Tuhan yang Mahaadil agar cita-cita mulia ini dapat terwujud tanpa, lagi-lagi, harus mengorbankan rakyat. Kita tahu, tak ada yang salah dengan remunerasi. Tapi, remunerasi tidak boleh diandalkan sebagai single-track untuk menghapus korupsi.
Read more ...

BBM Nonsubsidi dan Moral Hazard

Oleh I Ketut Suweca

Wacana pembatasan BBM nonsubsidi kini mulai mengerucut. Pemerintah dan DPR akhirnya menyepakati pelanksanaan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi mulai akhir Maret 2011. Awalnya, rencana ini akan diberlakukan per Januari 2011. Karena berbagai pertimbangan termasuk supaya mendapatkan waktu persiapan yang cukup, maka pelaksanaannya diundur.
Pada tahap pertama, semua kendaraan mobil ber-plat hitam (mobil pribadi) diharuskan memakai premium bersubsidi. Mobil pribadi tak boleh lagi disusui dengan BBM bersubsidi seperti sebelumnya. Selanjutnya, sampai dengan tahun 2013 aturan tersebut sudah berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.
Sebagaimana diberitakan sebuah harian nasional, alasan mendasar pemerintah untuk memberlakukan aturan ini adalah UU APBN 2011. Undang-undang itu mengamanatkan, volume BBM bersubsidi dibatasi sama dengan tahun 2010 yakni sekitar 38 juta kiloliter. Jika tanpa pengendalian, diperkirakan konsumsi BBM mencapai 42 juta kiloliter. Dengan pembatasan ini, pemerintah mengharapkan bisa menekan subsidi sebesar Rp.3,8 triliun pada tahun 2011. Sampai tahun 2013 diperkirakan mencapai Rp.20,7 triliun.
Alasan penghematan subsidi ini tentu saja dapat dipahami sebagai langkah untuk mengalihkan dana pemerintah untuk pembangunan yang lebih menjadi prioritas. Yang kita harapkan, diantaranya, diperbaikinya moda transportasi sehingga dapat menunjang kelancaran perekonomian rakyat. Kita juga mafhum, kalau langkah penghematan ini tidak dilakukan, maka semakin bertambahnya tahun semakin banyak pula dana yang tersedot untuk keperluan BBM bersubsidi. Agaknya, masyarakat Indonesia yang relatif lebih mampu secara ekonomi perlu secara bertahap diberikan kepercayaan dan kesempatan untuk lebih mandiri. Sebaliknya, kepada masyarakat ekonomi lemah dan masyarakat miskin mendapatkan kesempatan untuk menikmati subsidi tersebut karena alasan kebutuhan real.
Penulis berpandangan, memilih mengenakan BBM nonsubsidi hanya pada kendaraan roda empat berplat hitam adalah pilihan yang paling rasional. Kalau opsi lain yang dipilih, seperti dengan melihat angka tahun keluaran kendaraan yang 2005 ke atas, dalam prakteknya akan sangat sulit. Apakah, misalnya, petugas SPBU mesti mengecek dulu STNK kendaraan pembeli sebelum mengisinya dengan minyak? Ketidakpraktisan ini akan menghambat program yang dilakukan. Dengan menentukan BBM nonsubsidi hanya untuk mobil plat hitam, maka pada setiap SPBU cukup disediakan satu-dua counter pengisian BBM khusus untuk melayani konsumen yang bermobil jenis ini. 

Yang Perlu Diperhatikan
Ada beberapa hal atau kemungkinan yang seyogianya dicermati pemerintah sebelum memberlakukan aturan ini. Hal ini penting, agar dapat diperkecil faktor penghambatnya sekaligus agar pelayanan kepada masyarakat konsumen dapat berjalan dengan baik dan lancar. Pertama, sebagaimana ditentukan bahwa pertama-tama pelaksanaan BBM nonsubsidi akan diberlakukan di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Artinya, mereka yang bermobil plat hitam yang membeli BBM di wilayah itu tak lagi mendapatkan subsidi. Yang harus diwaspadai, bukan tidak mungkin sebagian masyarakat akan membeli BBM ke luar wilayah Jabodetabek dimana aturan dimaksud belum diberlakukan untuk mendapatkan BBM bersubsidi. Bukankah tidak ada aturan yang melarang mereka membeli premium di luar wilayah?
Kedua, bukan tidak mungkin muncul perilaku ‘memborong’ BBM bersubsidi untuk ditimbun lalu dijual lagi. Dengan menggunakan mobil bukan plat hitam (kendaraan umum, misalnya), orang bisa saja tergerak melakukan pembelian demi pembelian BBM nonsubsidi untuk dijual kembali dengan harga lebih mahal tapi sedikit lebih murah dari BBM nonsubsidi. Disparitas harga BBM bersubsidi dengan nonsubsidi dapat menggoda orang melakukan hal ini. Juga, bukan tidak mungkin akan terjadi pembelian besar-besaran yang disertai penimbunan BBM bersubsidi 1-2 bulan menjelang diterapkannya aturan ini pada akhir Maret 2011 terutama pada wilayah Jabodetabek. Begitu selanjutnya pada daerah-daerah lainnya menjelang aturan tersebut diberlakukan. Oleh karenanya harus ada pola atau sistem pengawasan untuk menekan kemungkinan terjadinya tindakan tak bermoral (moral hazard) seperti ini.
Ketiga, kegiatan produktif pada masyarakat masih banyak yang menggunakan mobil plat hitam. Jika mereka menggunakan mobilnya untuk berproduksi, tentu akan berdampak pada peningkatan biaya (cost) produksi. Kemana lagi produsen suatu produk atau jasa akan mengalihkan biaya tambahan yang disebabkan meningkatnya harga premium itu kalau bukan ke faktor harga. Maka, harga barang produksi dan jasa akan kian melambung. Ini tentu saja membuat masyarakat kian terjepit. Konsumenlah yang pada akhirnya terkena dampatknya. Harga yang melangit mengakibatkan daya beli masyarakat menurun. Daya saing perekonomian Indonesia pun bisa melemah.
Keempat, ada kemungkinan para pemilik mobil plat hitam akan menjual mobilnya. Siapa yang dapat menjamin mereka bakal mempertahankan kendaraannya? Tidak ada, bukan? Mereka mungkin akan memilih menggunakan sepeda motor untuk keperluan transportasi. Karena kian banyak orang menjual kendaraannya, maka harga mobil bekas merosot tajam karena penawaran jauh di atas permintaan. Penjualan mobil keluaran baru untuk pribadi pun dapat ditengarai bakal merosot secara kuantitas sebagai akibat calon konsumen memperhitungkan faktor kemahalan BBM. Biaya yang akan mereka keluarkan jauh lebih besar daripada saat BBM masih disubsidi pemerintah.
Itulah kiranya yang harus diperhatikan oleh pemerintah sekaligus melakukan langkah antisipasi. Harus dipahami semua kibijakan baru, apalagi yang tidak populis, akan sangat berat diawalnya. Diperlukan kehati-hatian dan kecermatan dengan menghitung setiap resiko atau akibat yang mungkin ditimbulkannya terutama yang terkait langsung dengan kemaslahatan hidup masyarakat luas. 

Untuk Kesejahteraan
Hanya saja pemerintah harus tetap konsisten untuk memanfaatkan penghematan dari subsidi itu untuk kesejahteraan masyarat. Diantaranya, dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana transportasi. Juga, untuk diarahkan kepada masyarakat yang masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan yang benar-benar perlu dibantu agar bisa hidup lebih baik dan mandiri nantinya. Di samping itu, sebisa mungkin jangan sampai penghematan ini mengakibatkan masyarakat berkorban dan berkorban lagi lantaran kehilangan kesempatan meningkatkan produktivitasnya.
Semua pihak yang terkait dengan rencana ini memang sudah seharusnya bersinergi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Hal ini penting untuk mencapai hasil terbaik dalam pelaksanaannya di lapangan. Sosialisasi rencana ini tak kalah pentingnya agar masyarakat sebagai konsumen paham dan lebih siap menerima kebijakan ini tatkala diberlakukan.
Walaupun berat pada awalnya, mudah-mudahan kebijakan ini dapat berjalan dengan baik. Tak bisa dihindari, prinsip kaizen, yakni penyempurnaan sambil jalan dan secara bertahap, harus terus dilakukan. Tujuannya agar masyarakat dapat terlayani dengan sebaik-baiknya, kendati biaya yang mereka keluarkan lebih besar dibanding sebelumnya.
Read more ...

Berawal dari Blog , Berakhir Jadi Buku

Oleh I Ketut Suweca

Ada gejala yang cukup menarik belakangan ini dalam hubungan antara blog dan buku. Sejak dulu hingga kini orang menulis buku memang dengan sengaja untuk dijadikan sebuah buku. Artinya, orang mempersiapkan dan membuat tulisan untuk diwujudkan menjadi buku. Di samping itu, ada juga buku yang merupakan ‘bunga rampai’ dari tulisan-tulisan lepas. Tulisan-tulisan lepas itu berasal dari seorang penulis, bisa pula dari beberapa penulis. Sejumlah tulisan itu dikumpulkan, dirangkai sedemikian rupa, lalu diterbitkan ke dalam bentuk buku. Sedikit-banyak tema tulisan-tulisan itu ada keterkaitannya satu dengan lainnya.

Kini, isi blog-lah yang dimanfaatkan menjadi buku. Tulisan-tulisan yang diposting dan terdokumentasi dalam sebuah blog dipinang penerbit untuk dicetak menjadi sebuah buku. Inilah yang mulai terjadi beberapa tahun terakhir. Sebuah perkembangan yang cukup menarik dan menjanjikan bagi para blogger.
Beberapa contoh konten blog yang jadi buku, diantaranya buku ‘Jalan-Jalan Bali’, yang pada awalnya merupakan isi sebuah blog yang dimiliki seorang blogger Bali. Buku itu menjadi laris manis, karena berisi informasi yang berguna bagi mereka yang hendak melakukan tour ke Pulau Dewata. Lalu, ada pula buku yang diambil dari blog yang juga laris manis bak kacang goreng. Judulnya : Kambing Jantan: Sebuah catatan Harian Pelajar Bodoh. Raditya Dika adalah penulisnya. Pada awalnya ia tak terpikir blognya bakal jadi buku. Ia hanya mengisi blognya dengan tulisan-tulisan ringan. Eh, ternyata ada penerbit yang kepincut dengan konten blognya dan menjadikannya sebuah buku dan ternyata kemudian menjadi laris.

Dan, ada lagi Andrias Harefa. Bukunya yang berjudul Happy Writing bersumber dari blog/webnya yang terkenal itu. Ada pula sedikit tulisan yang diambil dari facebook saat dia meminta pertimbangan pembaca dalam memilih judul yang paling pas bagi buku tersebut. Judul Happy Writing merupakan pilihan para pembaca facebooknya diantara tiga alternatif judul yang ditawarkannya. Ternyata, hampir seluruh pembaca memilih Happy Writing sebagai judul buku yang paling menarik. Ya, akhirnya dipakailah judul tersebut. Di samping memuat pemikiran-pemikiran Andrias seputar dunia tulis-menulis, komentar para pengunjung web-nya pun dimuat sehingga sebuah ide menjadi lengkap dan amat menarik dibaca. Agaknya buku itu bakal laris juga sebagaimana banyak buku Andrias sebelumnya yang best seller. Sekedar diketahui, penulis produktif ini telah menghasilkan 38 judul buku!

Belajar dari hal di atas, maka suatu saat Anda yang punya blog bukan tidak mungkin bakal dilirik penerbit. Tentu saja sepanjang isi blog tersebut menarik minat penerbit. Pertimbangan penerbit, antara lain, apakah informasi yang dikandung dalam blog itu berguna bagi kalangan pembaca dan apakah kalau diterbitkan bakal laku di pasaran? Oleh karena itu, sebagai blogger amatir maupun profesional, mungkin Anda lebih memilih untuk mengisi blog Anda dengan informasi dan pengetahuan yang berguna bagi pembaca/pengunjung blog Anda. Begitu dilakukan secara berlanjut dan konsisten. Siapa tahu, tulisan-tulisan Anda pun kelak dipinang penerbit. Atau, kalau tidak, toh Anda sudah berbagi dengan para pembaca. Berbagi pengetahuan dan informasi, tanpa pamrih, sama saja dengan berbuat amal, bukan?
Nah, selamat ngeblog. Bagaimana pendapat Anda, para pembaca?
economist-suweca.blogspot.com.
Read more ...

Terima Kasih Tuhan

I Ketut Suweca

Terima kasih ya Tuhan atas hari ini;
Atas hari yang telah mampu hamba jalani dengan baik;
Atas hari yang memberikan hamba sekali lagi kesempatan;
Untuk berpikir dan berkarya;
Dan menjadi lebih baik.

Terima kasih ya Tuhan;
Atas segala karuniaMu;
Atas kesehatan yang baik dan rejeki yang cukup;
Atas anak-anak dan istri yang sehat dan selamat;
Atas segala kegembiraan yang kami dapatkan dari kehidupan hari ini.

Ampunilah hamba ya Tuhan;
Atas segala dosa, kekurangan, dan kekhilafan hamba;
Atas semua hal-hal yang tak baik yang pernah hamba perbuat;
Atas semua pikiran, perkataan, dan perbuatan hamba;
Yang tak selaras dengan perintahMu;
Mohon ampunilah hambaMu ini ya Tuhan.

Ya Tuhan;
Berikanlah hamba kemampuan;
Untuk memaafkan semua orang yang pernah berbuat salah kepada hamba;
Tumbuhkanlah rasa maaf dan cinta nan tulus;
Bukalah hati hamba untuk menerima segala perbedaan;
Dan jauhkanlah hamba dari iri, dengki, dan benci;
Serta segala penyakit batin lainnya;
Karena, hamba menyadari, itu semua akan merusak jiwa.

Ya Tuhan;
Tuntunlah hamba untuk senantiasa melangkah di dalam jalanMu;
Jadikan pula hamba sebagai alatMu untuk berbagi kebaikan kepada sesama;
Berbagi kasih, berbagi ilmu, berbagi harapan;
Jadikan pula hamba sebagai alatMu untuk menyebarkan kebajikan;
Melalui semua kemampuan yang Tuhan berikan;
Tanpa mesti menjadi tinggi hati;
Bakti dan sujudku hanya padaMu Tuhan.

Itulah doa yang biasanya saya lantunkan dalam hati menjelang tidur. Andapun, saya kira punya doa yang senada. Lantunkanlah. Semoga berbuah kebaikan bagi Anda dan bagi kita semua. Semoga kita semua menjadi lebih dan lebih baik lagi dari hari ke hari. Semoga.



economist-suweca.blogspotspot.com.

Read more ...

Kalau Ingin Jadi Penulis, Menulislah!

Oleh I Ketut Suweca

Mari kita tengok seorang balita yang sedang belajar berjalan. Ia tak langsung bisa berjalan seperti orang dewasa, bukan? Dia mungkin akan mulai dari belajar merangkak. Dia mencoba menyeimbangkan kedua kakinya saat bergerak. Setelah bisa merangkak, sedikit demi sedikit ia mencoba berdiri. Setiap kali mencoba berdiri, ia jatuh. Pantatnya berkali-kali terhempas ke lantai. Tapi, ia bangun lagi setiap kali terjatuh. Usaha yang berulangkali dari hari ke hari membuatnya bisa berdiri pada akhirnya. Tak puas hanya sekedar berdiri. Kali ini tiba saatnya mulai belajar melangkah. Dia pun mencoba melangkahkan kakinya satu satu. Pelan-pelan sekali. Badannya oleng dan ia pun jatuh. Begitu terus-menerus terjadi sampai akhirnya balita tadi benar-benar mampu melangkah dengan cukup sempurna. Senyum manis dan tawa kecil melengkapi kemenangannya!
Ketika menginjak sekolah dasar, mari kita lihat lagi anak ini belajar naik sepeda gayung. Mula-mula ia belajar menuntun sepedanya di gang kecil di depan rumah. Setelah itu, dia mencoba menaiki sepeda itu dan menggayungnya, dan belum berhasil. Dia jatuh berkali-kali. Beberapa kali lutut dan sikunya lecet lantaran berbenturan dengan permukaan beton di gang tempatnya berlatih. Latihan itu dilakukannya berulang-ulang tanpa putuas asa. Dan, apa hasilnya? Akhirnya ia berteriak gembira: “Aku bisa. Pa, Ma, aku bisa naik sepeda!”
Setelah si anak beranjak remaja, mari kita lihat bagaimana ia yang belajar berenang. Ia tidak belajar berenang dari buku-buku tentang teknik berenang. Dia langsung saja terjun ke air kolam yang cukup dangkal. Lalu, ia pun mencoba menggerak-gerakkan tangan dan kakinya. Berkali-kali dicoba, tapi belum berhasil. Tanpa pernah bosan, ia berlatih terus-menerus. Dan, akhirnya, suatu hari kemudian, remaja kita ini bisa berenang! “Horee, saya berhasil,” teriaknya yang didengar teman-teman seusianya. Ia tersenyum, manis sekali.
Apa kaitan cerita itu dengan aktivitas menulis? Jika ingin menjadi penulis, maka kita pantas belajar dari anak tersebut. Bagaimana ia belajar berjalan ketika masih balita, lalu belajar bersepeda ketika kanak-kanak, dan belajar berenang tatkala remaja. Hikmah yang dapat kita petik: perlunya latihan dan latihan. Kalau orang ingin menjadi penulis andal, tentu diperlukan kesediaan berlatih menulis secara terus-menerus. Tak bisa lain. Membaca buku-buku teknik menulis, walaupun perlu, tapi bakal tak banyak gunanya kalau kita tak kunjung menggoreskan tinta pena di atas kertas atau kalau kita tak mau membuat jemari kita ‘menari’ di atas tuts komputer.
Menulis adalah pekerjaan melakukan, pekerjaan ‘action’. Jadi, tulis saja yang ingin ditulis. Apa itu dimaksudkan untuk sekedar mengeluarkan unek-unek di selembar kertas kecil, mengisi buku harian, mengisi blog, atau membuat artikel. Cita-cita menjadi penulis tak akan pernah tercapai kalau kita tak pernah menghasilkan tulisan. Mimpi menjadi penulis saja tak cukup. Yang lebih penting: berani mewujudkan mimpi tersebut menjadi kenyataan. Untuk ini, tiada pilihan lain selain menulis dan menulis tanpa pernah berhenti. Kalau hasilnya belum sempurna, tak mengapa. Masih ada waktu untuk memperbaiki. Teruslah menulis dan menulislah terus.
Bagaimana pendapat Anda? Salam.
economist-suweca.blogspot.com
Read more ...

Tips Sukses Merebut Kursi PNS

I Ketut Suweca

Setiap kali ada penerimaan PNS baru di berbagai kantor pemerintah, orang berduyun-duyun melamar. Mereka berharap dapat diterima menjadi PNS kendati mereka tahu persis peluang untuk berhasil relatif kecil. Kecilnya tingkat keberhasilan itu disebabkan oleh jumlah pelamar yang membludak sementara kuota kursi yang diperebutkan sangat kecil/terbatas. Akhirnya, para peminat pun harus bersaing ketat untuk mendapatkan kursi.
Mengapa kursi PNS itu demikian menarik? Sebagian mengatakan bahwa menjadi PNS itu bergengsi, memiliki masa depan yang pasti. Kendati gajinya tak terlalu besar (juga tak terlalu kecil), tapi dapat diandalkan untuk menopang hidup sehari-hari. Lebih-lebih, ada ada gaji/uang pensiunan setiap bulannya yang bakal diterima kalau PNS yang bersangkutan sudah pensiun. Bekerja sebagai PNS dipandang tidak terlalu berat. Berbeda dengan di perusahaan swasta yang mengharuskan seseorang bekerja keras untuk mendapatkan keuntungan demi keajegan perusahaan.
Sebagian lain melihat bekerja sebagai PNS di pemerintahan adalah kesempatan untuk mengabdi kepada pemerintah dan masyarakat sekaligus melakukan upaya perbaikan dari dalam tubuh birokrasi demi pelayanan yang lebih baik. Apapun motivasi orang menjadi PNS, yang jelas kursi di birokrasi pemerintahan itu senantiasa jadi incaran.
Berikut ini ada diberikan empat tips untuk sedikit membantu melapangkan jalan menuju keberhasilan dalam persaingan merebut kursi PNS.
Pertama, pelajari jenis-jenis soal yang diperkirakan bakal keluar. Ada banyak buku yang dijual di pasaran untuk membantu mempersiapkan pengetahuan menyongsong pelaksanaan tes. Jenis-jenis tes biasanya meliputi Tes Kemampuan Umum (TKU), Psikotes, Tes Bakat Skolastik (TBS), Tes Potensi Akademik (TPA), dan Tes Bahasa Inggris (TOEFL). Juga, ada Tes Skala Kematangan, dan Tes Teknologi Informasi. Setiap instansi pemerintah menetapkan jenis tes yang tak selalu sama.
Kedua, persiapkan diri dengan sebaik-baiknya, baik secara mental maupun fisik. Artinya, menjelang tes berlangsung orang harus yakin bahwa kondisi tubuhnya sedang fit, mentalnya tidak sedang tertekan. Makanlah secukupnya menjelas tes. Nah, menjelang tes berlangsung, jika ingin buang air, lakukan sebelum tes karena ketika tes tengah dilaksanakan pihak Panitia kemungkinan tak mengijinkan peserta keluar ruangan.
Ketiga, berdoalah sebelum tes dimulai. Tarik nafas dalam-dalam sebanyak 3 kali, berdoa sesuai dengan agama dan kepercayaan, dan mulailah menjawab soal-soal tes dengan tenang. Ketegangan hanya akan membuat pikiran susah berkonsentrasi.
Keempat, jangan pernah berputus asa. Kalau kali ini tidak berhasil lolos dalam tes, cobalah lagi tahun depan. Coba pula di tempat atau lembaga lain yang sedang mencari pegawai baru. Sementara itu, jangan pernah berhenti belajar. Ikuti perkembangan seputar isu-isu terkini. Hal ini perlu untuk menopang pengetahuan umum yang merupakan salah satu bagian materi tes.
(Kalau sudah mengikuti tes berkali-kali, sampai 6 atau 10 kali misalnya, hingga merasa bosan dan terkena batasan usia tapi tidak juga berhasil, maka janganlah hal ini dipandang sebagai akhir kehidupan. Juga, bukan akhir dari segalanya. Masih ada pintu peluang di luar PNS yang menunggu dibuka. Menjadi PNS bukan satu-satunya pilihan karier, bukan?)
Semoga tips ini bermanfaat. Selamat mengikuti tes, semoga berhasil.
economist-suweca.blogspot.com
Read more ...

Pencinta Buku, Istri, dan Duit

Oleh I Ketut Suweca

Seorang pria pencinta buku masuk ke sebuah toko. Bukan toko kelontong, tentu, melainkan toko buku. Bukan toko buku tulis dan perlengkapan kantor, tentu, melainkan toko yang menjual barang cetakan yang mengandung ilmu pengetahuan. Pencinta buku yang satu ini selalu menyempatkan diri ke toko buku. Paling tidak dua minggu sekali. Tak peduli, apakah ia sedang punya uang untuk membeli buku atau tidak. Yang penting baginya adalah dapat bertandang ke toko buku. Dia akan bergerak perlahan-lahan dari satu sisi ke sisi lain toko. Matanya terfokus ke berbagai bacaan dengan berbagai macam judul dan jenis yang dipajang di sederetan meja dan rak. Diamatinya judul buku-buku tersebut satu demi satu. Terkadang dia berhenti cukup lama di suatu tempat. Tangannya mengambil dan membolak-balik sebuah buku. Diperhatikannya judul buku itu, lalu dilihatnya juga bagian cover belakang. Dibacanya sepintas topik utama buku tersebut di cover belakang. Hatinya bergumam, “Mengapa semua buku dibalut plastik ya. Seharusnya disediakan satu buku yang tak dibungkus sehingga bisa dilihat secara penuh oleh pembeli. Bagaimana para calon pembeli mengetahui isi sebuah buku kalau mereka tak diijinkan melihat dalamnya?”.

Dia bisa bertahan di toko hingga dua jam kendati tak membeli satu pun dari ribuan buku itu. Hanya kaki yang terasa pegal yang mampu mengingatkannya untuk kembali pulang. Baginya, kalau sudah dapat menikmati indahnya hamparan buku, pria ini sudah merasa senang. Kalau lagi sedang ada duit, ia akan membeli beberapa buku untuk dilahap di sela-sela kesibukannya sehari-hari. Tapi, kalau ia memaksakan diri juga ke toko buku sementara itu ia tengah bokek, ya paling-paling di situ ia dapat melihat-lihat saja, terutama buku-buku terbitan terbaru. Tapi, yang acapkali terjadi, sesuatu bakal mengganggunya setelah itu. Apa? Dia akan selalu teringat pada satu-dua buku yang menarik minatnya. Keinginan untuk mendapatkan buku-buku tersebut tak pernah lenyap sampai ia benar-benar membelinya di kemudian hari. 
Kebetulan si pencinta buku, di samping doyan membaca, juga pintar menulis alias mengarang. Kebiasaan membaca sudah tumbuh sejak kecil. Lama-lama jadi keterusan, sulit dihentikan. Dari kebiasaan membaca tumbuh kegairahan menulis. Maka, akhirnya ia senang sekali menulis untuk media massa cetak, seperti koran dan majalahBelakangan ia tertar ik menulis buku. Dengan predikat sebagai penulis, tentu dia tak bisa menjaring pengetahuan dari angin. Ia mesti banyak membaca. Maka, jadilah membaca sebagai gaya hidupnya. Tanpa membaca baginya terasa ada yang belum lengkap, ada yang kurang. Menu hariannya, di samping makan-minum, juga buku. Alhasil, dalam sebulan selalu saja ia merasa perlu menyisihkan duitnya untuk membeli beberapa buku. Barang cetakan ini penting sekali baginya, sepenting makan dan minum. 
Pernah suatu hari ia mengajak istrinya ikut ke toko buku. Belum ada tiga puluh menit sang istri berbisik, ”Ayo Pa sudah disininya. Yuk ke toko baju. Lihat-lihat baju.” Dengan sedikit kesal, si suami yang doyan buku ini mengantarkan istrinya ke tempat yang diinginkan untuk menawar-nawar baju walaupun tak membeli satu pun. “Dasar perempuan,” hardiknya dalam hati. Pada kali lain, sang istri kembali diajak singgah ke toko buku setelah menyelesaikan sebuah urusan. Si istri manut saja dengan cacatan jangan berlama-lama di situ. Lagi-lagi sang istri menegur,”Pa, beli buku yang perlu untuk kuliah saja. Jangan buku-buku lain yang nggak perlu.” Bersyukur si lelaki bisa menahan diri sehingga tak memilih ‘perang’ dengan istrinya hanya gara-gara membeli buku ‘yang tak perlu’.
Sebagai penulis, si pencinta buku tak kunjung menghentikan kebiasaannya membeli buku. Salah satu kamar di rumahnya menjadi gudang buku. Memang lebih cocok disebut gudang daripada perpustakaan lantaran sebagian bukunya tak keruan tempatnya. Dua rak besar sudah penuh bahkan meluber. Sebagian dibiarkan berserakan di meja dan tergeletak di lantai. Sesuatu yang tak perlu dicontoh apalagi oleh mereka yang mengutamakan kerapihan. Istrinya tak berani lagi memindahkan atau merapikan posisi buku itu, takut ditegur seperti sebelumnya. Pengalaman mengajarkannya untuk tak mengganggu ‘wilayah privat’ suaminya. Si istri pernah ditegur gara-gara merapikan buku-buku tersebut yang berakibat pada sulitnya bagi si pencinta buku ketika hendak menemukan kembali sebuah buku untuk referensi bagi naskah yang sedang disusunnya. 
Kisah di atas sudah menjadi bagian dari masa lalu. Kini sang istri tak pernah lagi mengingatkan kalau sang suami membeli cukup banyak buku, juga tak mau ikut ke toko buku karena emoh berdiri lama-lama di situ. Ketika suaminya membawa pulang sejumlah besar buku, sang istri hanya manggut-manggut, kadang-kadang pura-pura tak tahu. Mungkin ia sadar kalau suaminya membutuhkan buku untuk menulis. Barangkali juga ia mulai mafhum bahwa tulisan-tulisan suaminya itu mendatangkan duit. Dari menulis, mereka sekeluarga membiayai hidup. Rumah sederhana yang ditempatinya kini sebagian dari royalty buku-buku hasil karyanya dan honor ratusan artikel di sejumlah koran dan majalah, di samping dari gajinya sebagai pekerja kantoran. 
Read more ...

Meraup Uang dari Menulis Artikel

I Ketut Suweca

Judul Buku : Menguangkan Ide: Kaya dengan Menulis Artikel
Penulis       : Sudaryanto
Penerbit     : Leutika, Yogyakarta
Cetakan     : Pertama, Maret, 2010.
Tebal         : xiii + 154 hal.


Belakangan ini kegairahan para calon penulis dan penulis pemula untuk menekuni bidang tulis-menulis kian besar saja. Itulah sebabnya mengapa buku-buku yang bertema teori menulis/mengarang semakin laris di pasaran. Daya tarik itu muncul disebabkan oleh sejumlah faktor, diantaranya, lantaran dengan menulis di media massa seseorang dapat memperoleh kepuasan rohani, popularitas, dan imbalan uang.
Sudaryanto, melalui buku ini bertutur banyak seputar dunia tulis-menulis. Ia yakinkan pembaca, bahwa semua orang bisa menjadi penulis asalkan memiliki kemauan dan keuletan merealisasikan niatnya. Sudaryanto juga memaparkan tentang pengertian artikel, karakteristik, syarat-syarat untuk menjadi penulis artikel, dan cara pintar menulis artikel. Dijelaskan pula tentang peluang dan hambatan menulis artikel guna memberikan pemahaman kepada mereka yang tertarik menekuni dunia penulisan untuk membuat artikel yang berbobot dan layak muat di media massa.

Ditegaskannya, pekerjaan menulis itu tak hanya untuk mereka yang berbakat menulis. Setiap orang berpotensi menjadi penulis asalkan dia memiliki niat dan kemauan keras dan bersedia pula bertekun menulis setiap harinya. Bakat hanya berperan 10 persen dalam menentukan kesuksesan, sisanya, 90 persen adalah kerja keras. Oleh karena itu, jangan terlalu mempedulikan bakat. Karena, latihan menulis yang berkesinambunganlah yang akan mengantarkan seseorang menjadi penulis handal. Tanpa berlatih menulis secara kontinyu mustahil seseorang menjadi penulis kendati pun dia adalah keturunan penulis terkenal. 
Sudaryanto menyebut artikel sebagai jenis karya tulis yang dipublikasikan di surat kabar atau majalah (baca: media massa). Artikel, sebagaimana dikatakan penulis buku ini, dapat digunakan untuk meyakinkan, mendidik, atau menghibur publik. Tidak salah jika ada orang yang menganggap artikel sama dengan opini di surat kabar. Alasannya, kedua-duanya bersifat aktual, karena isunya diangkat dari persoalan dalam masyarakat/publik. Dengan mengutip Sumadaria (2004), dikatakan bahwa ada lima syarat untuk dapat menjadi penulis artikel. Ke lima syarat itu, yakni (a) kemampual teknikal, (b) mental, (c) reading habit, (d) intelektual, dan (e) sosiokultural. Kemampuan teknikal dimaksudkan adalah kemampuan menggunakan alat teknologi, seperti komputer, laptop, notebook, atau e-mail (surat elektronik). Kemampuan ini menjadi penting, karena belakangan ini semua media massa mensyaratkan pengiriman artikel melalui e-mail. Kemampuan mental merujuk pada tekad, semangat, dan kemauan keras untuk terus belajar disertai sikap pantang menyerah (hal. 36). 
Kebiasaan membaca (reading habit) adalah persyaratan mutlak bagi seorang penulis. Tanpa kebiasaan membaca, niscaya seorang penulis akan mentok karier penulisannya. Membaca harus sudah menjadi menu harian seperti halnya makan dan minum. Oleh karena itu, calon penulis atau penulis pemula mesti rajin meluangkan waktu untuk membaca beragam referensi: koran, majalah, buku dan jurnal, dan fenomena-fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Dengan kata lain, ia harus senantiasa mengisi amunisi pengetahuannya sebelum membidik para calon pembaca melalui artikel-artikelnya. 
Kemampuan intelektual dimaksudkan sebagai kemampuan menyajikan tulisan yang tersusun secara logis, sistematis, dan analitis. Disertakan pula referensi yang sifatnya aktual dan relevan. Karena, pada hakekatnya, menulis merupakan kegaiatan kreatif berbasiskan intelektualitas. Selanjutnya, kemampuan sosiokultural dimaknai sebagai kemampuan penulis untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial. Dari lingkungan sosial itu, melalui diskusi-diskusi formal dan informal, seorang penulis akan memperoleh ide-ide cemerlang sebagai bahan tulisan. 
Berbicara tentang syarat-syarat pengiriman artikel, penulis buku ini menyebutkan 8 syarat. Dari ke delapan syarat itu, dua diantaranya sangat penting. Pertama, topik yang diuraikan atau dibahas adalah sesuatu yang sifatnya aktual, relevan, dan menjadi persoalan dalam masyarakat. Kedua, artikel yang ditulis haruslah mengandung hal-hal baru yang belum pernah dikemukakan penulis lain (hal. 45). Dianjurkan pula agar sebelum mengirimkan tulisan ke media massa, penulis melakukan pengeditan (editing) terhadap naskahnya. Redaksi media tak akan bersedia memuat artikel ‘asal jadi’. Bisa jadi, sebelum dibaca seluruhnya, tulisan itu akan dibuang ke bak sampah alias ditolak. 
Di samping membeberkan tentang cara menulis artikel yang sifatnya teknis, Sudaryanto mengetengahkan mengenai peluang dan hambatan menulis artikel. Yang dimaksudkan sebagai peluang adalah peluang menulis di surat kabar dan majalah. Kalau seorang penulis handal pintar menangkap peluang itu, bukan mustahil ia akan menembus income Rp.2,5 juta per bulan, bahkan lebih. Itu kalau ia berhasil menembus koran nasional dengan 5 tulisan saja setiap bulannya (rata-rata per artikel dibayar Rp.500 ribu). Cukup menarik, bukan? 
Kendati peluang demikian terbuka untuk menulis di media massa, toh masih banyak penulis yang mengalami hambatan dalam karier penulisannya. Sebutlah misalnya, ia malas membaca, malas pula belajar menulis, serta tidak peka terhadap isu-isu terkini. Di samping itu, ketatnya persaingan menembus media massa dan ketidakmampuan melihat karakter, visi, dan misi media, juga bisa menjadi hambatan. Hanya penulis yang punya niat kuat dan bersedia bertekun di bidang tulis-menulis tanpa pernah putus asa yang akan berhasil menjadi penulis sukses. 
Buku bercover dasar kuning dengan gambar lembaran-lembaran uang seratus ribuan rupiah dan setumpuk koran ini memang layak dibaca, terutama oleh mereka yang bercita-cita menjadi penulis atau penulis pemula. Bahasanya sederhana dan mengalir sehingga mudah dicerna oleh pembaca dari berbagai latar belakang pendidikan. Yang membuat buku ini berbeda diantara buku-buku sejenis adalah daya gugahnya yang besar. Setelah seseorang membacanya, besar kemungkinan dia akan semakin bergairah menjadi penulis. Belum lagi bonus yang dilampirkan pada bagian akhir buku ini yang berisi daftar alamat surat kabar dan majalah, contoh penulisan surat pengantar artikel, dan hari-hari penting internasional dan nasional. (*) 
Read more ...

Bali Green Province dan Bank Sampah

Oleh I Ketut Suweca


“Hanya orang sembarangan yang
membuang sampah sembarangan”
(Tulisan pada sebuah papan di pinggir jalan)


Bali Green Province dideklarasikan Gubernur Bali 22 Februari 2010 bertepatan dengan Pembukaan Konferensi UNEP ke-11 di Nusa Dua Bali. Bali Green Province adalah komitmen Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemerintah kabupaten/Kota, swasta, LSM dan seluruh komponen masyarakat Bali mewujudkan Bali yang bersih, sehat, indah, hijau, dan lestari bagi generasi kini dan yang akan datang. Visi yang diusung adalah terciptanya Bali Bersih dan Hijau tahun 2013.

Sejak saat itu, Pemerintah Provinsi Bali menyusun program aksi yang pada intinya meliputi tiga pilar utama. Pertama, green economic, artinya bagaimana menjadikan kegiatan ekonomi yang bertujuan mensejahterakan rakyat Bali dapat dilangsungkan tanpa merusak alam (berwawasan lingkungan). Kegiatan ekonomi di Bali dapat mendukung keajegan alam Bali. Kedua, green culture yang secara konseptual sesungguhnya sudah ada dalam kearifan lokal masyarakat Bali, seperti Tri Hita Karana. Kearifan lokal itu harus dilestarikan dan bahkan jika memungkinkan selalu mengusahakan untuk menumbuhkan budaya hijau. Ketiga, clean and green, yang lebih menekankan pada terwujudnya lingkungan daerah Bali yang bersih dan terbebas dari pencemaran dan kerusakan sumberdaya alam. 
Tentu saja upaya ini perlu didukung secara maksimal oleh seluruh komponen masyarakat untuk menjadikannya kenyataan. Kendati, sesungguhnya Bali sudah lama memiliki kearifan lokal (local genius) untuk menjaga dan memelihara alam lingkungannya. Para tetua di Bali sudah mewariskan kepada generasi masa kini konsep-konsep hidup yang selaras dengan alam. Inilah yang perlu dilaksanakan dan dikembangkan. Kalau kini muncul Bali Green Province, tentu dimaksudkan agar kita, masyarakat Bali, lebih peduli lagi dengan kebersihan dan memelihara lingkungan. 
Berkaitan dengan hal ini, sangatlah elok apabila Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten/Kota se Bali lebih greget lagi merangsang masyarakat agar peduli terhadap sampah dan mendorong pola hidup bersih dan sehat. Misalnya dengan memberikan insentif kepada kelompok-kelompok masyarakat yang peduli dan berhasil menjaga kebersihan lingkungan dan melestarikan alam di lingkungannya. Hal ini menjadi penting dalam rangka menggugah masyarakat untuk secara lebih aktif merawat alam dan menjaga kebersihan lingkungan. Insentif dimaksud hanya sebagai pemantik yang diperlukan pada awalnya saja sampai tiba saatnya masyarakat benar-benar mampu secara mandiri menciptakan kehidupan yang bersih, sehat, dan hijau. 
Bank Sampah
Terkait dengan topik ini, ada hal yang menarik dari sosialisasi mengenai Bali Green Province yang diselenggarakan Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Buleleng belum lama ini di Singaraja. Pembicara, Ir. Komang Ardana, M.Si., Kabid Pengawasan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali dalam acara tersebut menceritakan keberadaan sebuah bank yang secara khusus berkaitan dengan sampah, sehingga disebut dengan Bank Sampah. Ardana menyebutkan Bank Sampah “Karya Peduli” yang berkedudukan di Jl. Beting Indah I No.02 RT 005/09, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, sebagai contoh. 
Dijelaskan, Bank Sampah “Karya Peduli” beroperasi dengan cara demikian: Pertama, petugas bank sampah berkeliling ke rumah warga untuk mengambil tabungan berupa sampah. Jadwal pengambilan sampah oleh teller keliling dilakukan tiga kali dalam seminggu. Selanjutnya, kedua, sampah warga ditimbang dan diberi nilai rupiah sesuai daftar harga dan jenis sampah yang ditabung oleh warga. Ketiga, menghitung hasil timbangan dan nilai rupiah sampah dan mencatatnya ke buku rekening nasabah dan buku catatan teller keliling. Buku rekening tabungan untuk nasabah bank sampah, sedangkan buku catatan untuk laporan oleh teller keliling. Keempat, petugas kembali ke kantor bank sampah untuk melaporkan hasil pengambilan sampah warga. Teller akan mendapatkan upah berdasarkan persentase dari berat sampah yang diambil dari warga. Di bank dilakukan proses menginput data catatan teller keliling ke dalam komputer.
Langkah kelima, dilakukan pemilahan sampah sesuai dengan jenisnya: sampah organik langsung diolah supaya tidak menimbulkan bau dan penyakit. Pupuk kompos hasil olahan sampah organik dijual kepada warga dengan harga yang terjangkau. Sedangkan, sampah nonorganik dipilah-pilah sesuai dengan jenisnya. Ketujuh, setelah sampah nonorganik itu dipilah dan ditempatkan sesuai jenisnya kemudian diolah menjadi barang kreasi kerajinan tangan dan sisanya dicacah dan dijual ke pabrik peleburan plastik. 
Sebuah koran nasional belum lama ini memuat tulisan tentang bank yang serupa. Namanya Bank Sampah “Gemah Ripah” berlokasi di Dusun Bandegan, Bantul, Yogyakarta. Cara kerjanya hampir sama dengan Bank Sampah “Karya Peduli”. Kesuksesan bank sampah yang memegang motto “menabung sampah, hidup lebih bersih dan hari esok lebih baik” ini menginspirasi daerah lain. Kini, bank sampah telah diterapkan di 20 desa di Bantul, melibatkan sekitar 1.000 keluarga. 
Kiranya model bank semacam ini ada baiknya dirintis di Bali. Kalau bank semacam ini terdapat minimal satu buah di setiap kabupaten/kota di Bali, niscaya Pulau Dewata berangsur-angsur bersih dan indah, jauh dari kekumuhan yang kini sudah mulai tampak di beberapa sudut kota. Ada nilai ekonomis yang diperoleh dari model bank sampah ini, di samping mampu menampung tenaga kerja. Kebiasaan membuang sampah sembarangan (throwaway lifestyle) sebagaimana digelitik pada awal tulisan ini pun, dapat dikurangi. Siapa yang tertarik?
Read more ...

Menumbuhkan Kegemaran Membaca pada Anak

Oleh I Ketut Suweca

Banyak orang tua mengaku kesulitan menyuruh putra-putrinya untuk rajin membaca. “Setiap kali membaca, si anak mengaku mengantuk. Yang mengherankan, kalau menonton televisi, ngantuknya hilang. Memang ia lebih suka nonton TV daripada membuka-buka bukunya. Kalau sedikit dipaksa, ia akan pura-pura saja membaca,” demikian antara lain keluhan para orang tua. Berikut ini penulis menawarkan beberapa saran yang bisa dilakukan para orang tua untuk mendorong putra-putri mereka gemar membaca.
Pertama, ciptakan suasana belajar di rumah. Buatlah agar anak merasa betah di rumah atau di kamar belajarnya. Suasana rumah akan sangat menentukan mood si kecil untuk membaca. Sediakan sebuah meja belajar untuknya. Kalau mungkin, lengkapi dengan sebuah rak buku sederhana di samping meja belajarnya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sirkulasi udara dan pencahayaan sinar lampu dan cahaya matahari tak langsung di dalam kamar/ruangan. Upayakan menyediakan fasilitas belajar yang memadai yang memungkinkan si anak akan terdorong dan betah duduk dan membaca.
Kedua, berikan hadiah atau oleh-oleh berupa buku atau majalah. Ketika si kecil mendapat suatu prestasi di sekolahnya, sekecil apapun prestasi itu, berikan hadiah bacaan, baik berupa buku maupun majalah anak-anak. Ketika ia berulang tahun pun, elok sekali kalau dihadiahi bahan bacaan. Tentu saja dipilihkan bacaan yang sesuai dengan usia dan kesukaannya. Mungkin ia suka buku cerita, barangkali pula ia senang dengan majalah anak-anak. Bila dana memungkinkan, ada baiknya berlangganan sehingga si kecil secara kontinyu dapat membacanya. Tatkala orang tua datang dari bepergian jauh, akan bagus sekali kalau dibawakan buku dan majalah untuk si kecil sebagai oleh-oleh.

Ketiga, berkunjung ke toko buku atau ke perpustakaan. Mengajak anak berkunjung ke pusat-pusat buku seperti toko buku dan perpustakaan akan membawa anak tidak asing lagi dengan berbagai buku, sekaligus agar ia kenal bahwa buku itu beragam jenisnya dan banyak sekali judulnya. Agar si kecil juga tahu bahwa ada bacaan yang cocok untuk anak-anak, remaja dan orang dewasa. Kalau mengajaknya toko buku, selagi ada dana yang cukup, bagus sekali untuk membelikannya satu atau dua buku atau majalah. Demikian pula, saat berkunjung ke perpustakaan, jika ada satu-dua buku yang disukainya, ada baiknya dipinjamkan untuk dibaca di rumah.

Keempat, ajak ia belajar merawat buku. Caranya, antara lain dengan melibatkan anak pada saat menyampuli buku. Beritahu pula dia bagaimana cara membuka-buka lembar demi lembar halaman buku agar tidak cepat kucek dan rusak. Latih dia untuk menata buku di atas meja atau di rak dengan rapi. Sesekali berikan pujian kalau caranya sudah benar. Beri petunjuk kalau masih ada yang salah. Buatlah agar si kecil mencintai buku dengan membaca dan merawatnya dengan baik.

Kelima, sesekali mintalah anak menceritakan isi buku. Dorong si kecil untuk mau menceritakan isi buku atau bacaan. Ajak dia berbincang-bincang tentang isi buku itu. Kalau perlu minta pendapatnya tentang tokoh-tokoh dalam buku cerita itu dengan bertanya mana tokoh yang baik, mana pula tokoh yang jahat. Dengan begini, isi buku itu akan lebih melekat di benak si kecil. Kalau ia dapat memaparkan kembali isi cerita itu dengan cukup baik, beri dia imbalan berupa bacaan.

Keenam, latihan mengarang yang sederhana. Beberapa majalah anak-anak yang memberikan kesempatan kepada si kecil untuk ikut menulis pada majalah itu. Ajaklah ia untuk mencoba menuliskan gagasannya. Mungkin dengan menulis hal-hal yang paling sederhana. Misalnya, pengalaman yang unik dan tak terlupakan yang pernah dialaminya. Atau, menuliskan pendapatnya tentang sesuatu hal. Bantulah untuk mengoreksi hasil karyanya. Beritahu pula langkah-langkah mengirimkan tulisan ke majalah itu. Bantu dia mengirim naskahnya melalui e-mail atau ajak ia ikut ke kantor pos untuk mengirimkan hasil karyanya itu ke Redaksi majalah tersebut. Kalau ada kesempatan mengikuti lomba mengarang yang sesuai dengan usianya, libatkan dia sebagai peserta.

Keenam, menjadi teladan yang baik. Kata pepatah, perbuatan terdengar lebih nyaring daripada kata-kata. Kalau ingin mendorong sang anak agar rajin membaca, maka orang tua harus menjadi teladan. Caranya, antara lain dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan nyaman. Televisi atau radio dan sejenisnya yang dinyalakan pada saat anak sedang membaca atau belajar hanya akan mengganggu konsentrasinya. Oleh karena itu, sebaiknya dimatikan. Dampingi si kecil pada saat ia membaca. Baik juga kalau orang tua pun ikut membaca seraya duduk tak jauh dari si anak. Ini bagus sebagai bentuk teladan yang baik.
Menumbuhkan kegemaran membaca pada anak tidak bisa hanya dengan perintah atau dengan menyuruh-nyuruh. Mereka harus dimotivasi, difasilitasi, dan diberi contoh real sebagai bentuk keteladanan. Semoga dengan begitu, kegemaran membaca dapat ditumbuhkan, keluhan orang tua bahwa anaknya malas membaca pun, dapat diatasi.
Read more ...

Menjadikan Blog sebagai Wahana Berlatih Menulis

Oleh I Ketut Suweca

Blog merupakan jenis website atau situs yang banyak dikenal belakangan ini. Blog banyak diminati masyarakat sebagai tempatmenyalurkan pemikiran, karena dapat diperoleh secara gratis. Beberapa situs menyediakan layanan blog gratis ini, diantaranya  Blogger dan Wordpress. Kalau mau berlatih menulis lewat blog, maka pertama-tama kita harus memiliki sebuah blog dulu di internet.Caranya cukup sederhana. Kalau tidak mengetahui cara membuat blog, hanya diperlukan seorang teman yang tahu hal ini untuk diminta bantuan membuatkan. Atau, boleh dicari melalui search engine Google dengan mengetik, misalnya: cara membuat blog. Ikuti prosesnya sesuai petunjuk yang dicantumkan di dalam situs yang memuat tata cara membuat blog itu. Kita juga bisa mendapatkan cara membuat blog dari buku-buku panduan yang dijual di toko-toko buku. Nah, kalau sudah mempunyai blog, maka tinggal kita memposting artikel ke dalamnya secara berkala.

Mulai Berlatih Menulis
Setelah mempunyai blog, lalu apa yang kemudian dilakukan? Tiada lain selain mengisinya dengan tulisan/artikel. Untuk menjadi mahir dalam dunia tulis-menulis, maka berlatih menulis itu sangat penting. Sama dengan orang yang ingin pintar berenang, ia mesti berlatih berenang dengan terjun langsung ke air. Tidak bisa hanya dengan membaca buku bagaimana berenang dengan baik saja seseorang akan langsung bisa mahir berenang. Proses pembelajaran harus dilalui untuk menjadi mahir berenang. Demikian pula dalam hal menulis. Seorang calon penulis atau penulis pemula membutuhkan latihan yang terus-menerus untuk mendapatkan ketrampilan atau keahlian menulis. Ala bisa karena biasa, bukan?
Banyak orang menganjurkan untuk menggunakan buku harian sebagai sarana awal berlatih menulis. Tidaklah salah kalau orang memilih buku harian dalam menuliskan unek-uneknya. Menulis di buku harian, acapkali menyangkut hal-hal yang pribadi yang tidak perlu diketahui publik. Kerahasiaan dan aspek privasinya lebih terjaga. Tulisan di dalam buku harian menjadi semata-mata sebagai dokumen pribadi. Sama sekali tidak untuk dipublikasikan. Berbeda dengan buku harian, blog memiliki banyak kelebihan. 

Manfaat Berlatih Menulis di Blog
Dengan blog, tulisan pasti dimuat. Tidak ada pihak lain yang menentukan sebuah naskah layak dimuat di blog atau tidak. Semuanya ditentukan oleh pemilik blog yang juga sebagai penulis naskah yang hendak di-posting. Kalau di koran/majalah ada Redaksi yang bakal menyeleksi naskah kita, apakah dipandang layak muat ataukah tidak. Sebaik atau sejelek apapun naskah tersebut, tetap ia dapat dipostingke dalam blog sendiri sebagai konten.
Melalui blog, penulis blog dapat berbagi. Ilmu kalau tak digunakan bakal hilang dan percuma. Tapi, ilmu kalau diamalkan akan menjadi sangat berguna. Berguna bagi diri sendiri dan berguna pula bagi orang lain.Oleh karena itu, penting sekali bagi kita untuk berbagi pengetahuan atau ilmu. Bukankah berbagi ilmu merupakan salah satu bentuk amal yang luhur? Melalui blog itulah kita bisa membagikan pemikiran kepada orang lain.
Blog juga dapat dimafaatkan sebagai arena atau wadah menyimpan tulisan (dokumentasi). Blog dapat berfungsi sebagai documentary bagi seseorang. Naskah yang disimpan di komputer atau di flashdisk, acapkali hilang karena dimakan virus. Nah, kalau kita‘menyimpan’ naskah di blog, di samping dapat dibaca dan dimanfaatkan oleh pembaca lain, juga terdokumentasi dengan aman tanpa takut terkena virus.
Melalui tulisan-tulisan di blog, secara tidak langsung kitamemperkenalkan diri kepada dunia. Kalau pengunjung blog bertambah banyak, maka kita akan semakin dikenal. Kunjungan ke blog banyak tergantung pada isi blog kita. Kalau isi blog itu berkualitas sehingga diperlukan oleh pembaca, maka akan semakin banyak pembaca yang membuka blog kita. Sebaliknya, kalau kita mengisi blog sekadarnya saja, seperti sekedar copy-paste dari konten blog lain, maka tak pelak lagi, blog kitatidak akan pernah berkembang dengan baik. Pembaca akan meninggalkan blog semacam itu.
Jangan lupa, blog juga bisa dimanfaatkan untuk mencari duit. Istilah populernya adalah bisnis online. Beberapa tahun terakhir banyak sekali situs atau blog yang dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk monetisasi atau meraup duit. Ada banyak jurus untuk mendapatkan income dari blog tersebut. Ambilah contoh, dengan memasang iklan di blog bekerjasama dengan KumpulBloger atau Adsense. Ada banyak orang menjadi kaya dengan monetisasi blog. Tapi, satu hal yang menjadi kunci keberhasilan sebuah blog adalah postingan-nya harus yang berkualitas dan kontinyu. Tulisan-tulisan yang bagus akan mampu menarik pengunjung. Dari sekian banyak pengunjung itu tentu ada diantaranya yang meng-klik iklan yang kita letakkan di blog. Setiap klik terhadap iklan tersebut, kita akan mendapatkan duit dari pemasang iklan.Istilahnya : pay per click (ppc).
Apa yang kita posting ke blog menunjukkan kesungguhan dan jati diri kita. Dan, blog itu tak sekali atau dua kali diisi dengan naskah, kemudian selesai. Dituntut kontinyuitas untuk merawat dan menyempurnakannya secara berkesinambungan sehingga semakin lama semakin dikenal sebagai blog yang memiliki kualitas. Penulis (saya) sendiri memiliki sebuah blog sederhana beralamat di http//www.economist-suweca.blogspot.com. Blog itu saya maksudkan sebagai wahana untuk berbagi dengan pengunjung sekaligus sebagai tempat mendokumentasikan sejumlah naskah yang sudah pernah dipublikasikan sebelumnya. Sebagai contoh, naskah yang sudah pernah dimuat di Bali Express saya posting di blog untuk tujuan berbagi dan dokumentasi.
Berlatihlah menulis dengan sungguh-sungguh. Posting (masukkan) tulisan itu ke blog yang sudah dibangun. Usahakan memasukkan tulisan terbaik yang bisa dibuat. Postinglah naskah-naskah itu secara periodik, misalnya seminggu dua kali, dua hari sekali, bahkan setiap hari. Jadi, di samping untuk berbagai pengetahuan, mengangkat popularitas, arena menyimpan tulisan, mendapatkan duit, maka lambat laun kemampuan menulis kita pun semakin terasah.
Sudah tak terhitung jumlah orang yang memiliki kemampuan menulis dengan mengasahnya melalui media blog. Maka, jangan ditunda lagi, marisering-sering berlatih menulis di blog. Setelah merasa mantap, lanjutkan dengan memasuki mainstream: menulis untuk media massa, seperti koran atau majalah.
Read more ...

Bencana, Solidaritas, dan Ekonomi Rakyat

Oleh I Ketut Suweca

Hati terasa sangat sedih saat melihat laporan televisi dan membaca surat kabar yang menayangkan tentang penderitaan para korban bencana Gunung Merapi. Hati bertambah sedih lagi tatkala menyaksikan gambar-gambar korban gunung Merapi yang berjuang keras mempertahankan hidup dari terjangan wedhus gembel dan material gunung lainnya. Bencana ini demikian dahsyat hingga merenggut nyawa 141 orang korban, dengan rawat inap 435 orang, dan mengungsi 279.702 orang. Ini data per 9 November 2010 yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 

Solidaritas Sosial
Keadaan yang luluh-lantak oleh terjangan letusan Merapi menyisakan kepahitan hidup pada para korbannya. Ribuan rakyat menderita karenanya. Akan tetapi, di tengah-tengah kesulitan dan keterpurukan itu, ternyata telah terlahir sesuatu yang selama ini mungkin dianggap sudah menyusut, yakni solidaritas sosial. Karena, ternyata banyak sukarelawan yang terjun ke daerah bencana untuk membantu. Banyak pula para dermawan yang dengan tulus memberikan sumbangan untuk sesama anak bangsa yang terkena bencana. Berbagai bentuk bantuan disumbangkan oleh masyarakat untuk meringankan beban para korban Merapi. Dengan semangat yang tinggi, mereka menyujudkan solidaritas dan empatinya, tanpa merasa perlu berpidato kesana ke mari untuk mengumumkan bahwa mereka telah berkontribusi. Tidak pula ada motif-motif politik atau pamrih di balik itu. Mereka ikhlas. Sangat ikhlas. Ini sungguh mengharukan.
Tidak kurang dari media massa yang mempublikasikan bencana tersebut sehingga diketahui banyak orang, di dalam maupun di luar negeri. Media massa, baik cetak maupun elektronik, dengan setia menunaikan tugasnya memberitakan perkembangan terakhir gunung Merapi dan penanganan korban. Dari laporan awak media itulah masyarakat luas mengetahui kondisi terakhir wilayah bencana. Tanpa para jurnalis media, masyarakat yang jauh dari lokasi kejadian tentu akan kesulitan mendapatkan informasi tentang meletusnya Merapi berikut perkembangan keadaan masyarakat di sekitarnya. Di sinilah peran media massa demikian besar, penting, dan strategis dalam melaporkan situasi krisis yang sedang terjadi.
Di samping melalui pemberitaan, sejumlah media massa juga membuka dompet peduli: menghimpun dana untuk membantu korban bencana. Beberapa media elektronik dan cetak membuka nomor rekening bank untuk menampung dana masyarakat yang peduli, dan setelah terkumpul lalu disalurkan kepada para korban Merapi. Para dermawan pun berduyun-duyun membantu dengan mengikhlaskan sebagian dari penghasilannya guna meringankan saudara-saudaranya yang tengah ditimpa kemalangan. Ungkapan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” benar-benar menjadi nyata. 

Ekonomi Rakyat
Bencana Merapi menimbulkan derita yang tiada tara bagi para korban. Banyak infrastuktur yang hancur, seperti instalasi listrik, air minum, dan jaringan telepon. Ribuan rumah warga mengalami rusak berat sehingga tak mungkin ditempati lagi kecuali dibangun ulang dari awal. Banyak lahan perkebunan dan pertanian yang rusak. Tak kurang pula hewan-hewan peliharaan petani yang mati. Ketika Merapi berhenti memuntahkan wedhus gembel, lava panas, dan material lain dari perutnya, persolannya belum lagi selesai.
Life must going on. Masyarakat mesti membangun rumahnya kembali. Mereka harus pula mengolah kembali lahan pertaniannya yang telah rusak agar bisa produktif demi menyambung hidup. Ekonomi rakyat harus bangkit dan dibangkitkan. Infrastruktur mesti dibangun kembali oleh pemerintah daerah setempat bersama-sama dengan pemerintah pusat. Kantor-kantor pemerintah yang selama ini sementara terpaksa ditutup, harus diaktifkan lagi. Seluruh pelayanan dan fasilitas publik mesti dibangun lagi. Tentu saja dibutuhkan dana yang besar untuk membangun kembali semua yang kini porak-poranda. Belum lagi memulihkan trauma psikhologis yang ditimbulkannya. Dana recovery tersebut tentu bukan menjadi persoalan yang sangat besar. Asal pemerintah mau pasti mampu melakukan pemulihan dari bencana ini bersama rakyat. Uang rakyat memang seyogianya kembali ke rakyat, bukan dipakai pelesiran ke negeri seberang sementara rakyat menderita dan membutuhkan bantuan saat ini.
Kita memang seharusnya tak perlu pesimis. Di balik bencana pasti akan ada hikmah. Tuhan tentu akan menunjukkan jalan terbaik bagi kita untuk menata kembali semua yang kini porak-poranda. Asal kita semua berusaha, asal kita semua tetap semangat untuk bangkit lagi dari kesulitan. Seperti slogan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono : bersama kita bisa! Maka, janganlah pernah berhenti untuk menjaga dan memelihara solidaritas sosial dan empati yang telah tampak nyata saat bencana tengah terjadi. Marilah lanjutkan perjuangan untuk beramal dengan membantu saudara-saudara kita yang tertimpa bencana. Semoga kian banyak yang tersentuh hatinya untuk tidak tinggal diam. Ingatlah, saudara-saudara kita masih menunggu uluran tangan kita. Bergegaslah.
Read more ...

Anak, Orang Tua, dan Internet

Oleh I Ketut Suweca

Deru teknologi informasi dan komunikasi demikian dahsyat. Bagai pesawat, ia melesat cepat membubung ke angkasa menembus langit. Lalu, sebagian dari kita lantas terlibat dalam pemanfaatannya, sebagian lagi hanya duduk terkesima menonton kedahsyatannya. Ada yang cepat dapat merespon kehadirannya, ada pula yang lambat dan menderita gagap.
Yang paling cepat beradaptasi pada umumnya adalah anak-anak kita, terutama yang berada diperkotaan, komunitas pertama yang terkena sentuhan teknologi. Mereka cepat bisa memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, yang salah satunya adalah internet. Di Indonesia, jumlah pengguna internet mencapai 25 juta orang (10,5% dari populasi). Dari jumlah tersebut, pengguna internet paling dominan di Indonesia adalah kalangan remaja (15-19 tahun) sebesar 64%.
Internet memberikan kemudahan dalam banyak hal. Informasi apapun demikian mudah dijangkau seolah-olah berada di ujung jari kita. Lihatlah, hanya dengan memencet tutskeyboardkomputer yang terkoneksi dengan internet, kita dan anak-anak sudah akan dengan segera mendapatkan berbagai informasi yang kita butuhkan. Kalau pada jaman dulu para murid akan memeras otakuntuk menyelesaikan tugas membuat paper dari gurunya, anak-anak kita kini dengan santainya meng-copy-paste konten tertentu di sebuah website lalu disistematisasi sesuai kebutuhan, dan jadilah paper itu. Tak usah ditanya apakah cara itu salah atau benar, kondisi kekinian dan kemudahan kiranya yang mendorong cara-cara seperti itu terjadi. Internet memang sangat banyak memberikan kemudahan: kemudahan mendapatkan informasi dan berkomunikasi (misalnya lewat facebook, dan twitter). 

Mengenal Bahaya Internet
Akses informasi yang kaya tersebut bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, internet merupakan sarana edukasi yang menyenangkan bagi anak. Di sisi lain, internetdapat juga menjadi akses bagi anak untuk mengetahui informasi yang tidak sesuai dengan umur mereka. Belum lagi kemungkinan anak berinteraksi dengan orang asing yang tidak ia kenal yang dapat membahayakan anak kita. Oleh karena itu, orang tua perlu terus meningkatkan pengetahuan mengenai internet sehingga dapat memahami aktivitas yang dilakukan anaknya di internet.
SitusFBI dalam A Parent’s Guide to Internet Safety, menyebutkan bahwa ada beberapa ciri anak kita berada dalam bahaya dalam kaitannya dengan berinternet :
1. Anak menghabiskan waktu yang lama untuk online terutama malam hari
2. Anda menemukan materi ponografi di komputer anak.
3. Anak sering menerima atau melakukan panggilan telepon dari orang yang tidak Anda kenal dan diantaranya sering panggilan jarak jauh.
4. Anak Anda menerima hadiah atau surat dari orang yang tidak Anda kenal.
5. Dengan cepat anak mematikan monitor atau mengganti layar pada saat Anda mendekat
6. Menarik diri dari keluarga.

Sementara itu, praktisi internetJudith MS Lubiskepada sebuah media menyatakan, bahwa data pada Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada bulan Februari 2010 menunjukkan ada 7 kasus penculikan dengan kondisi korban sebelumnya berkomunikasi melalui jejaring sosial facebook dengan pelaku. Beberapa kasus yang terkuak ke publik diantaranya kasus Latifah di Jombang, Nova di Tangerang, dan Dewi di Pondok Aren, Tangerang. Kasus terakhir adalah Devie Permatasari, seorang siswi SMP di Kota Bandung, yang dibawa kabur oleh Reno Tofik alias Tofik Hidayat setelah berkenalan di facebook. “Korban-korban itu terjerat karena rayuan pria yang ia kenal di Facebook. Devie, Nova, Latifah, dan yang terbunuh, Dewi, di Pondok Aren, semuanya terkena rayuan pria yang dikenal di facebook,” ujar Judith MS Lubis. 

Yang Perlu Diingatkan
Sehubungan dengan kasus-kasus di atas, sebagai orang tua, kita perlu mengingatkan anak-anak agar dapat menggunakan internet secara sehat dan aman. Diantaranya adalah, pertama, jaga kerahasiaan informasi pribadi. Jangan berikan anak untuk mencantumkan informasi yang bersifat pribadi ke dalam facebook atau lainnya. Kedua, waspadai orang yang tak dikenal yang ingin bertemu secara pribadi. Orang tidak selalu memiliki niat baik. Ini dibuktikan dengan kasus-kasus yang dipaparkan di atas. Dua hal inilah yang paling penting yang seharusnya diberikan kepada anak sebagai rambu-rambu.
Selanjutnya, ketiga, ingatkan anak-anak kita akan waktu. Keasyikan berselancar di internet acapkali membuat mereka lupa waktu. Keempat, ingatkan anak-anak kita dengan biaya ‘ngenet’. Baik di rumah (kalau memakai sistem limited) maupun di luar (warnet), setiap jam adalah uang yang mesti dikeluarkan. Jangan biarkan ia berinternet dengan mencari konten yang tak perlu karena ini akan membuang-buang uang dan waktu.
Kelima, ingatkan dia akan kesehatan. Berinternet terlalu lama, lambat laun dapat mengganggu kesehatan, terutama kesehatan mata. Mata perih dan berair karena lelah menonton layar monitor merupakan salah satu faktor yang mesti dihindari. Keenam, ingatkan anak-anak bahwa ia mempunyai tugas lain yang tak kalah pentingnya. Diantaranya, belajar untuk kepentingan sekolah misalnya membuat ‘PR’, dan belajar mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah.
Menggali informasi itu dari internet memang perlu bagi anak untuk mencapai kemajuan pendidikannya. Tapi, kepadanya harus tetap diberikan rambu-rambu dengan mengingatkannya akan bahayanya dan mendorongnya untuk berinternet sehat dan aman. Orang tua pun perlu meningkatkan pengetahuannya tentang internet. Semoga dengan demikian, anak-anak kita dapat memetik hasil yang terbaik dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini sekaligus terhindar dari bahaya.***
Read more ...