Komentar mengenai Kebermaknaan Neuroekonomi bagi Teori Ekonomi

Diringkas oleh : I Ketut Suweca


I. Pengantar
Artikel asli yang diringkas ke dalam tulisan ini berjudul “Comments on The Potential Significance of Neuroeconomics for Economic Theory” karya Ran Spiegler dari University College, London. Sebagaimana sebuah review (ringkasan), tulisan ini memuat ide-ide pokok yang dipaparkan Ran Spiegler dalam artikelnya itu. Ini pun dibatasi oleh kemampuan penulis dalam memahami teks aslinya yang berbahasa Inggeris. Diringkas sebagaimana adanya, tanpa disertai dengan evaluasi atau pendapat mengenai artikel dimaksud.

II. Ringkasan Isi Artikel
Dalam pembahasan mengenai neuroekonomi, para komentator bereaksi tidak hanya terhadap substansi noeuroekonomi, bahkan juga pandangan yang diberikan terhadap topik ini. Sebagai sebuah pandangan atau pendapat, tentu lahir dari kegairahan murni terhadap neuroekonomi sebagai sebuah topik yang menarik untuk dibicarakan. Neurosains adalah suatu bidang yang sudah maju yang sama menariknya dengan ilmu ekonomi. Lagi pula, neurosains dan neuroekonomi memiliki perangkat ilmiah dan pemanfaatan teknologi tinggi yang merupakan sebuah bahan kajian yang pasti memiliki daya tarik tersendiri bagi para pakar ekonomi. Namun, berbagai pandangan yang diberikan terhadapnya cenderung lebih memicu tanggapan-tanggapan kritis.
Penulis artikel ini menyatakan persetujuannya terhadap sejumlah besar kritik dari para pakar. Seperti halnya Harrison (2008), Spiegler pun menyatakan bahwa ia juga tidak tertarik terhadap sampel-sampel kecil yang mencirikan penelitian neuroekonomi, metodelogi yang digunakan untuk mengumpulkan subjek, dan statistik yang berat yang diperlukan untuk membuat data fMRI (functional magnetic resonance imaging) baku agar dapat dianalisis. Seperti Rubinsteins (2006), Spiegler pun mengamati bahwa sebegitu jauh neuroekonomi merupakan upaya untuk menemukan korelasi-korelasi neural dari konsep-konsep prilaku yang ada. Juga, seperti halnya Gul dan Pesendorfer (2005), Spigler juga tidak yakin bahwa hanya karena pembuatan keputusan berlangsung di otak berimplikasi bahwa neurosains relevan bagi analisis ekonomi.
Walaupun dalam beberapa hal Spiegler menyatakan ketidaksetujuannya dengan pandangan para pakar lainnya, namun ia sepakat bahwa beberapa penelitian tentang neuroekonomi berkontribusi terhadap teori ekonomi. Misalnya, Spiegler sependapat dengan Benhabib dan Bisin (2008) yang menyarankan bahwa neuroekonomi dapat mengubah cara pakar ekonomi menghadapi model keputusan dengan data: model yang memandang keputusan bukan saja sebagai teori prilaku pilihan, bahkan juga sebagai teori proses pengambilan keputusan.
Spiegler membatasi perhatiannya hanya pada teori ekonomi murni, dengan melihat tradisi modeling ekonomi yang merupakan kebiasaan yang ditempuh oleh para pakar ilmu ini. Tradisi modeling ini terus berlanjut tanpa bisa dihalangi. Lantas, bagaimana pakar neuroekonomi dapat berkontribusi terhadap ilmu ekonomi dengan tradisi modelingnya itu? Neuroekonomi akan berkontribusi ke dalam ranah ilmu ekonomi yang berdekatan sekali dengan fiksi ilmiah. Spiegler bahkan beragumen bahwa berspekulasi tentang model-model seperti itu mungkin menarik, tetapi sama sekali tidak produktif. Menurutnya, para pakar ilmu ekonomi dan neuroekonomi, jika ingin membangun sebuah model hendaknya benar-benar membangun satu model, bukan berspekulasi tentangnya.
Pendekatan ekonomi standar terhadap model pengambilan keputusan berdasarkan pada maksimalisasi manfaat. Pendekatan ini tidak membuang aspek-aspek psikologi namun model standar selalu berakhir dengan merepresentasikan prilaku pilihan dengan maksimalisasi manfaat. Jadi, proses keputusan selalu sama dengan analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis). Salant dan Rubenstein (2007) berargumentasi bahwa tidak ada alasan mengapa kita tidak dapat melakukan latihan teoritik tehadap keputusan yang sama dimana prilaku yang dapat diamati terlihat sebagai hasil yang mungkin diperoleh dari proses pengambilan keputusan selain dari sebuah analisis biaya-manfaat.
Menurut Spiegler, ada aspek penting dari pembuatan keputusan yang secara praktis telah diabaikan oleh para pakar. Keadaan tidak mengambil keputusan (indeciviness) tampaknya merupakan watak pribadi yang mencirikan seseorang. Mencapai keputusan adalah mudah bagi beberapa orang, tapi menyakitkan bagi orang lain. Kita dapat melihat hal ini dari segi pilihan yang teramati. Dapat pula dicoba dengan melihat sisi prilaku pilihan lainnya, seperti jumlah informasi yang relevan yang dicari pengambil keputusan sebelum membuat keputusan, atau sejauh mana orang menyukai pilihan untuk tidak memilih, atau sejauh mana kerangka masalah keputusan memperhalus hal yang berhubungan dengan pilihannya. Kita dapat mendefinisikan indecision dari segi prilaku nonpilihan yang dapat diamati, seperti waktu yang diperlukan bagi individu dalam membuat keputusan atau jumlah berapa kali ia menggaruk kepala sebelum dia mencapai keputusan akhir.
Salah satu klaim utama dari pakar neuroekonomi adalah bahwa data non-pilihan adalah relevan bagi analisis ekonomi. Klaim ini sering digunakan untuk membenarkan pengumpulan data fMRI yang mahal. Ironisnya, alat-alat teknologi tinggi dari neurosains memiliki manfaat sampingan menarik perhatian para pakar ekonomi daripada data nonpilihan yang berteknologi lebih rendah.
Inovasi teknologi memberi inspirasi terhadap penemuan-penemuan model-model baru, meskipun ini tidak menyebabkan perubahan-perubahan dalam konsep-konsep ekonomi secara mendasar. Misalnya, internet telah memunculkan jenis-jenis model pasar dua sisi melalui pencarian didasarkan pada kata kunci. Dampak teknologi baru ini bagi pemikiran ekonomi hebat sekali. Misalnya, e-mail game (Rubinstein, 1989), telah memberikan inspirasi bagi para pakar ekonomi.
Demikian pula kemajuan dalam neurosains dapat memberikan dampak yang serupa. Bayangkan pada suatu hari, ilmuwan menemukan pemetaan kasar antara satu set zat kimia dan satu set watak (sikap terhadap resiko, indisiveness, dll.). Misalnya zat-zat itu menjadi komoditas yang dapat diperjualbelikan secara luas. Ini mungkin menghilhami suatu model pasar ekonomi yang menarik, karena watak tertentu yang sekarang diasumsikan tidak ada, sekarang akan menjadi hasil dari pilihan-pilihan pelaku di pasar karena zat kimia yang mengubah watak.
Pada level tertentu, kata Spiegler, kita telah mempunyai pengalaman dengan model-model semacam itu, diantaranya tentang pemakaian zat-zat adiktif (Becker dan Murphy,1988). Literatur itu memperlakukan konsumsi zat adiktif sebagai pokok bahasan tanpa memadukannya ke dalam model ekonomi. Namun, zat-zat yang mengubah watak dapat menjadi begitu meluas dan berhubungan dengan aspek-aspek prilaku ekonomi untuk mengembangkan model pasar yang benar-benar baru. Tidak ada dari hal ini memerlukan pengetahuan neuroekonomi, tapi pengetahuan semacam itu dapat mengilhami asumsi dan model ekonomi baru. Spiegler menekankan peranan kemajuan dalam neuroekonomi sebagai sumber inspirasi yang potensial bagi pakar teori ekonomi.
Dua keberhasilan terbesar dalam ekonomi prilaku sebegitu jauh adalah teori prospek dan hyperbolic discounting. Bahkan dalam model-model yang berhasil ini, terdapat kesenjangan yang besar antara asumsi-asumsi yang benar-benar berdasarkan psikologi eksperimental dan cara model ini diterapkan secara nyata. Agar dapat menerapkan teori prospek, kita perlu menspesifikasi apa yang menentukan titik referensinya. Ini merupakan komponen yang menentukan dalam aplikasi model namun sulit mencari pembenaran terhadap spesifikasi tertentu dengan pengetahuan psikologi empiris. Kita tidak punya pilihan lain selain menambah model itu dengan asumsi-asumsi. Begitu pula dengan preferensi waktu dengan hyperbolic discounting berimplikasi preferensi inkonsusten dinamis, pakar ekonomi menggunakan pendekatan multi-selves ketika menerapkan hyperbolic discounting.
Terdapat kesenjangan besar antara asumsi yang didasarkan pada empiris dan asumsi yang diperlukan untuk membuat model itu jalan. Preferensi Spiegler adalah memandang neuroekonomi sebagai sebuah sumber dari inspirasi dan ia tidak bermaksud mengecikan makna disiplin ilmu ini.

III. Kesimpulan
Dalam pembicaraan mengenai neuroekonomi, komentar kritis tidak hanya tentang neuroekonomi, bahkan komentar terhadap komentar tentang topik yang relatif baru ini. Ini menunjukkan betapa para pakar mencapai kegairahan murni, karena neuroekonomi telah menjadi suatu bahan kajian yang menarik untuk didalami.
Akan halnya sumbangan neuroekonomi terhadap teori ekonomi, Spiegler menyatakan kritiknya, yang sejalan dengan berbagai kritik yang mendahului, diantaranya kritik Harrison, Rubinstein, serta Gul dan Pesendorfer, yang pada intinya mengandung ketidakyakinan bahwa pembuatan keputusan yang berlangsung di otak berimplikasi dan relevan dengan analisis ekonomi. Akan tetapi, Spiegler mengaku berpikir positif dengan menyatakan bahwa beberapa cara penelitian neuroekonomi mungkin berkontribusi terhadap teori ekonomi. Dalam hubungan ini, ia mengacu kepada pendapat Benhabib dan Bisin yang mengatakan bahwa neuroekonomi dapat mengubah pandangan para pakar ekonomi dalam menghadapi model keputusan dengan data, dengan memandang keputusan bukan saja sebagai teori prilaku, bahkan juga sebagai proses keputusan.
Aspek penting dalam pengambilan keputusan yang acapkali diabaikan pakar ekonomi, yaitu keadaan tidak mengambil keputusan (indeciveness) yang merupakan watak pribadi yang mencirikan seseorang. Mencapai keputusan adalah mudah bagi beberapa orang, tapi sulit dan menyakitkan bagi orang lain.
Dengan perangkat teknologi tinggi, neurosains dapat, misalnya, mengumpulkan data fMRI (functional magnetic resonance imaging). Hal ini menarik perhatian pakar ekonomi yang terbiasa dengan pemetaan prilaku dengan konstruk mental (seperti manfaat dan kepercayaan), sehingga dapat memperluas/memperkaya teknik mereka. Termasuk diantaranya melihat pengaruh dari zat kimia terhadap watak seperti terjadi pada zat-zat adiktif terhadap perubahan watak manusia.
Spiegler memandang neuroekonomi sebagai sebuah sumber inspirasi dan ia menyatakan dengan tegas bahwa ia tidak mengecilkan makna disiplin ilmu itu terhadap teori ekonomi. ***

0 Response to "Komentar mengenai Kebermaknaan Neuroekonomi bagi Teori Ekonomi"

Posting Komentar