Menggugah Guru Gemar Menulis

I Ketut Suweca

Seorang guru bertutur tentang dunia tulis-menulis di depan kelas. Kata sang guru, menjadi penulis yang terkenal itu sangat menyenangkan. Katanya, banyak manfaat yang diperoleh dari kegiatan menulis atau mengarang, termasuk di dalamnya untuk mendapatkan honorarium. “Sebuah artikel yang dimuat di media nasional bisa dihargai sampai Rp. 1 juta,” katanya dengan penuh semangat. Para murid dengan suntuk mendengar ucapan sang guru. Satu diantara para siswa itu bertanya dengan polosnya: Pak Guru sudah banyak menulis ya? Berapa honor yang Bapak peroleh? Saya jadi tertarik.” Pembaca tahu jawaban sang guru? “Belum ada,” disertai serangkaian alasan mengapa ia tak sempat menulis. Salah satu dalihnya adalah kesibukan yang sangat padat, baik dalam kaitannya dengan persiapan tugas mengajar dan tugas administratif lainnya di sekolah maupun kegiatan lainnya di luar sekolah.
Ilustrasi di atas bukanlah dimaksudkan menyudutkan guru atau mengurangi penghargaan terhadap guru, melainkan hanya sebagai gambaran betapa para guru kita belum banyak yang ‘turun gunung’ melalui tulisan-tulisannya. Padahal, secara intelektual, guru-guru kita sangat berpotensi menjadi penulis andal. Akan tetapi, walaupun ada niat menuangkan pikiran lewat tulisan berupa artikel untuk media massa, tapi tidak pernah direalisasikan. Padahal, bagi seorang guru, untuk mendorong para siswa menggemari kegiatan menulis atau mengarang, sang guru sendiri mesti mampu menjadi teladan di bidang ini.

Menghitung Manfaat Menulis
Kalau ditelisik lebih jauh, manfaat menulis di media massa cukup banyak. Pertama, ini kiranya yang terpenting, yakni untuk mendapatkan nilai kredit (credit point) bagi profesinya sebagai guru. Dengan menulis guru yang bersangkutan akan mendapatkan nilai angka kredit, dan ini berdampak langsung bagi karier/kepangkatan.
Kedua, dengan menulis seorang guru dapat meningkatkan kepercayaan dirinya. Tulisan-tulisan yang berhasil dimuat di media massa bisa lebih meyakinkan dirinya lagi bahwa ia memiliki kualitas. Tulisan-tulisan itu dapat menjadi bukti nyata dari kualitas dan kapabilitasnya sebagai seorang pendidik.
Ketiga, dengan menulis secara kontinyu, berarti seorang guru telah mengedukasi masyarakat. Jadi, guru tak hanya mendidik para siswa di sekolah, bahkan juga menjadi ‘guru’ bagi masyarakat. Dengan menulis, para guru yang penulis dapat berbagi (sharing) kepada masyarakat pembaca melalui ide-ide yang dituangkan ke dalam artikelnya. Alangkah menyenangkan kalau melalui artikel-artikelnya di media cetak para guru juga bisa berbagi kepada masyarakat luas, bukan? Masyarakat kita tentu akan semakin cepat meningkat kecerdasan dan meningkat pula pengetahuannya melalui bantuan para guru yang penulis.
Keempat, dengan menulis seorang guru akan mendapatkan tambahan penghasilan dari honorarium yang diterima atas dimuatnya tulisannya di koran atau majalah. Sebutlah, misalnya, dalam sebulan ia dapat meloloskan artikelnya sebanyak 4 buah di sebuah media nasional. Andaikan honor setiap artikel itu sebesar Rp.250.000 rupiah. Jadi, dalam sebulan ia akan mendapatkan tambahan penghasilan satu juta rupiah. Lumayan untuk menambah isi kantong, bukan?
Kelima, dengan menulis, seorang guru akan meningkatkan kecerdasan atau intelektualitasnya. Mengapa? Karena, untuk menulis, ia mesti menggali berbagai sumber informasi yang relevan. Aktivitas ini berdampak langsung terhadap peningkatan kemampuan intektual dan daya imajinasinya.

Diperlukan Komitmen
Banyak sekali alasan yang bisa dipakai sebagai dalih bagi seseorang untuk menolak atau menghindari kegiatan menulis. Seperti disebutkan di awal, kesibukan-kesibukan yang padat menjadi alasan pamungkas untuk tak menyentuh aktivitas menulis. Alasan-alasan itu menjadi sah dan masuk akal. Akan tetapi, menurut penulis, yang diperlukan sesungguhnya adalah komitmen. Artinya, ada tekad dari para guru untuk meluangkan waktu di sela-sela kesibukan mereka untuk menuangkan gagasan ke dalam bentuk karya tulis untuk media massa. Kalau seseorang berkomitmen, maka tidak akan ada alasan lagi baginya untuk menghindari aktivitas tulis-menulis. Komitmen itu seperti sebuah janji kepada diri sendiri. Dengan kata lain, diperlukan ‘kebulatan tekad’ untuk menulis dan menjadi penulis.
Selanjutnya, guna mendukung kegiatan ini diperlukan pembiasaan menggali pengetahuan dari berbagai sumber. Buku, majalah, koran, internet, radio, siaran televisi, dan berbagai bentuk sumber informasi lainnya dapat dipakai sebagai bahan mentah untuk diolah menjadi tulisan. Oleh karena itu, guru yang (calon) penulis mesti rajin membaca, mendengar, menonton, dan mencatat. Keempat aktivitas ini akan memampukan seseorang untuk menjadi penulis yang baik. Menulis adalah kegiatan merangkai gagasan ke dalam sebuah karya dengan menggunakan huruf, angka, kata, kalimat, dan data. Orang tak mungkin menghasilkan sebuah tulisan yang berbobot dari pikiran kosong, bukan?
Mereka yang tidak terbiasa menulis atau mengarang tentu akan merasakan kesulitan pada awalnya. Akan tetapi, ketika aktivitas ini sudah menjadi kebiasaan, maka ini akan menjadi mudah. Jadi, tak perlu terlalu dikhawatirkan. Kita mungkin masih ingat ketika awal belajar mengemudikan kendaraan, baik mobil maupun sepeda motor. Pada mulanya amat susah, bukan? Tapi, setelah berlatih secara kontinyu, mengatasi berbagai kesulitan, segalanya kemudian menjadi mudah, bagai aktivitas yang berlangsung otomatis. Apalagi mengingat guru adalah intelektual yang rata-rata berpendidikan tinggi. Potensi ini kalau dimanfaatkan dengan baik akan dapat mengantarkannya menjadi penulis andal.
Kalau dalam proses tersebut ada sejumlah masalah yang berkenaan dengan kesulitan mendapatkan ide-ide yang bakal ditulis, pasti akan dapat diatasi. Dengan membaca, menonton, mendengar, dan mencatat dengan rajin, niscaya para guru akan mendapatkan gagasan-gagasan berharga untuk dituangkan ke dalam tulisan. Kalau, misalnya, persoalannya terletak pada pemakaian tata bahasa, ejaan, diksi, dan gaya bahasa, atau yang sejenis, ada banyak buku yang dapat dijadikan acuan. Kalau terkendala dengan waktu, dengan komitmen yang tulus, tentu waktu itu dapat diatur dan dapat diluangkan khusus untuk menulis.
Aktivitas tulis-menulis sudah pasti bermanfaat, baik bagi guru maupun masyarakat. Jalan menuju ke dunia tulis-menulis pun terbuka lebar bagi para guru kita. Maka, tinggal satu langkah lagi : memulainya sekarang juga. ***

0 Response to "Menggugah Guru Gemar Menulis"

Posting Komentar