Bencana, Solidaritas, dan Ekonomi Rakyat

Oleh I Ketut Suweca

Hati terasa sangat sedih saat melihat laporan televisi dan membaca surat kabar yang menayangkan tentang penderitaan para korban bencana Gunung Merapi. Hati bertambah sedih lagi tatkala menyaksikan gambar-gambar korban gunung Merapi yang berjuang keras mempertahankan hidup dari terjangan wedhus gembel dan material gunung lainnya. Bencana ini demikian dahsyat hingga merenggut nyawa 141 orang korban, dengan rawat inap 435 orang, dan mengungsi 279.702 orang. Ini data per 9 November 2010 yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 

Solidaritas Sosial
Keadaan yang luluh-lantak oleh terjangan letusan Merapi menyisakan kepahitan hidup pada para korbannya. Ribuan rakyat menderita karenanya. Akan tetapi, di tengah-tengah kesulitan dan keterpurukan itu, ternyata telah terlahir sesuatu yang selama ini mungkin dianggap sudah menyusut, yakni solidaritas sosial. Karena, ternyata banyak sukarelawan yang terjun ke daerah bencana untuk membantu. Banyak pula para dermawan yang dengan tulus memberikan sumbangan untuk sesama anak bangsa yang terkena bencana. Berbagai bentuk bantuan disumbangkan oleh masyarakat untuk meringankan beban para korban Merapi. Dengan semangat yang tinggi, mereka menyujudkan solidaritas dan empatinya, tanpa merasa perlu berpidato kesana ke mari untuk mengumumkan bahwa mereka telah berkontribusi. Tidak pula ada motif-motif politik atau pamrih di balik itu. Mereka ikhlas. Sangat ikhlas. Ini sungguh mengharukan.
Tidak kurang dari media massa yang mempublikasikan bencana tersebut sehingga diketahui banyak orang, di dalam maupun di luar negeri. Media massa, baik cetak maupun elektronik, dengan setia menunaikan tugasnya memberitakan perkembangan terakhir gunung Merapi dan penanganan korban. Dari laporan awak media itulah masyarakat luas mengetahui kondisi terakhir wilayah bencana. Tanpa para jurnalis media, masyarakat yang jauh dari lokasi kejadian tentu akan kesulitan mendapatkan informasi tentang meletusnya Merapi berikut perkembangan keadaan masyarakat di sekitarnya. Di sinilah peran media massa demikian besar, penting, dan strategis dalam melaporkan situasi krisis yang sedang terjadi.
Di samping melalui pemberitaan, sejumlah media massa juga membuka dompet peduli: menghimpun dana untuk membantu korban bencana. Beberapa media elektronik dan cetak membuka nomor rekening bank untuk menampung dana masyarakat yang peduli, dan setelah terkumpul lalu disalurkan kepada para korban Merapi. Para dermawan pun berduyun-duyun membantu dengan mengikhlaskan sebagian dari penghasilannya guna meringankan saudara-saudaranya yang tengah ditimpa kemalangan. Ungkapan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” benar-benar menjadi nyata. 

Ekonomi Rakyat
Bencana Merapi menimbulkan derita yang tiada tara bagi para korban. Banyak infrastuktur yang hancur, seperti instalasi listrik, air minum, dan jaringan telepon. Ribuan rumah warga mengalami rusak berat sehingga tak mungkin ditempati lagi kecuali dibangun ulang dari awal. Banyak lahan perkebunan dan pertanian yang rusak. Tak kurang pula hewan-hewan peliharaan petani yang mati. Ketika Merapi berhenti memuntahkan wedhus gembel, lava panas, dan material lain dari perutnya, persolannya belum lagi selesai.
Life must going on. Masyarakat mesti membangun rumahnya kembali. Mereka harus pula mengolah kembali lahan pertaniannya yang telah rusak agar bisa produktif demi menyambung hidup. Ekonomi rakyat harus bangkit dan dibangkitkan. Infrastruktur mesti dibangun kembali oleh pemerintah daerah setempat bersama-sama dengan pemerintah pusat. Kantor-kantor pemerintah yang selama ini sementara terpaksa ditutup, harus diaktifkan lagi. Seluruh pelayanan dan fasilitas publik mesti dibangun lagi. Tentu saja dibutuhkan dana yang besar untuk membangun kembali semua yang kini porak-poranda. Belum lagi memulihkan trauma psikhologis yang ditimbulkannya. Dana recovery tersebut tentu bukan menjadi persoalan yang sangat besar. Asal pemerintah mau pasti mampu melakukan pemulihan dari bencana ini bersama rakyat. Uang rakyat memang seyogianya kembali ke rakyat, bukan dipakai pelesiran ke negeri seberang sementara rakyat menderita dan membutuhkan bantuan saat ini.
Kita memang seharusnya tak perlu pesimis. Di balik bencana pasti akan ada hikmah. Tuhan tentu akan menunjukkan jalan terbaik bagi kita untuk menata kembali semua yang kini porak-poranda. Asal kita semua berusaha, asal kita semua tetap semangat untuk bangkit lagi dari kesulitan. Seperti slogan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono : bersama kita bisa! Maka, janganlah pernah berhenti untuk menjaga dan memelihara solidaritas sosial dan empati yang telah tampak nyata saat bencana tengah terjadi. Marilah lanjutkan perjuangan untuk beramal dengan membantu saudara-saudara kita yang tertimpa bencana. Semoga kian banyak yang tersentuh hatinya untuk tidak tinggal diam. Ingatlah, saudara-saudara kita masih menunggu uluran tangan kita. Bergegaslah.

0 Response to "Bencana, Solidaritas, dan Ekonomi Rakyat"

Posting Komentar