Revitalisasi Pasar Tradisional

Oleh I Ketut Suweca

Pasar modern yang dicirikan oleh hadirnya mini market, super market, dan hyper market sudah merasuk ke lingkungan masyarakat, tidak hanya di perkotaan bahkan hingga ke pedesaan. Dengan berbagai keunggulannya, pasar modern telah menarik masyarakat pembeli untuk datang ke situ. Pembeli mulai ada tanda-tanda bakal meninggalkan pasar tradisional. Kalau hal ini dibiarkan terus berlangsung dengan mekanisme pasar bebas, dikhawatirkan pasar tradisional akan kalah bersaing. Bukan tidak mungkin nasibnya akan mirip dengan dinosaurus yang punah lantaran tidak sanggup menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan.
Untuk mencegah hal itu terjadi, kiranya diperlukan upaya revitalisasi pasar tradisional. Kalau Pemerintah Kota Denpasar membuat blue print sebagai acuan dalam memperkuat pasar tradisional, sungguh sebuah kebijakan yang patut diapresiasi. Sebagaimana dikatakan oleh Wali Kota Denpasar, I. B. Rai Wijaya Mantra (Bali Post, 28 September 2010, hal. 2), bahwa blue print tersebut diharapkan bisa memperkuat kapasitas pedagang dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan.
Ini sebuah langkah maju dalam menjaga eksistensi pasar tradisional yang notabene adalah masyarakat kelas bawah yang rata-rata bermodal kecil berhadapan dengan kapitalisme. Revitalisasi ini penting, tak hanya bagi pasar-pasar tradisional di wilayah Denpasar, bahkan juga untuk seluruh pasar tradisional di Bali.
Ekonomi Kerakyatan
Pasar tradisional bersentuhan langsung dengan ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan sendiri dimaknai sebagai sistem ekonomi yang berpihak kepada rakyat. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan rakyat. Menurut Mubyarto sebagaimana dikutip Prof. Cornelis Rintuh dan Miar, M.S. dalam bukunya yang berjudul Kelembagaan dan Ekonomi Kerakyatan (2005 : 4), ekonomi kerakyatan mempunyai ciri-ciri: 1. Dilakukan oleh rakyat tanpa modal besar; 2. Dikelola dengan cara-cara swadaya, 3. Bersifat mandiri sebagai ciri khasnya; 4. Tidak ada buruh dan tidak ada majikan, dan 5. Tidak (semata-mata- Red) mengejar keuntungan.
Dalam rangka membangun basis ekonomi kerakyatan yang antara lain dilaksanakan melalui revitalisasi pasar tradisional, maka peran serta pemerintah tidak bisa diabaikan. Ekonomi kerakyatan tidak boleh dibiarkan lepas begitu saja kepada kekuatan pasar dengan persaingan bebasnya. Tetapi, pengambil kebijakan dapat melakukan intervensi secara proporsional sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan rakyat sehingga pasar tradisional menjadi tempat ekonomi kerakyatan bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.
Tiga Faktor yang Perlu Perhatian
Berkenaan dengan merevitalisasi pasar tradisional yang diperuntukkan bagi tumbuh-kembangnya ekonomi kerakyatan, penulis ingin menyumbangkan pemikiran sederhana dengan mengetengahkan beberapa hal yang patut mendapatkan perhatian dari para pedagang pasar tradisional, manajemen pengelola pasar, dan pemerintah (daerah), dan semua komponen yang terkait lainnya, diantaranya sebagai berikut.
Pertama, sanitasi pasar. Masih cukup banyak sesungguhnya pasar tradisional di Bali yang kurang memenuhi syarat kelayakan sanitasi. Diantaranya cenderung kotor, bau, becek, kurang penerangan, dan barang dagangan yang kurang tertata dengan apik.
Untuk menanggulanginya, maka kebiasaan memcampakkan sampah sembarangan harus dihentikan. Tempat sampah hendaknya disiapkan oleh para pedagang di tempatnya berjualan dan benar-benar dimanfaatkan sebagai tempat sampah, dan kemudian setelah penuh, sampahnya dibuang ke dalam bak sampah besar yang disiapkan pemerintah. Untuk mengurangi bau tak sedap, sebaiknya hindari membuang limbah cucian sembarangan, seperti cucian piring, cucian daging/ikan, dan sebagainya. Kalau air limbah ini bercampur dengan sampah, niscaya akan menimbulkan bau tak sedap. Bagian pasar yang menjadi tempat menjual ayam, bebek dan sejenisnya yang cenderung menimbulkan bau, mestinya lebih memperhatikan lagi aspek kebersihan tempat berjualan dengan secara rutin membersihkan kotoran binatang itu untuk mengurangi bau menyengat ke sekitarnya.
Pasar tradisional yang becek biasanya karena berlantaikan tanah. Ketika turun hujan, air hujan merembes ke lantai pasar. Ini menimbulkan keadaan lantai yang becek sehingga terkesan kotor. Lantai pasar yang masih tanah tersebut, seyogianya dipaving atau dilantai dengan dasar semen.
Di samping itu, pasar tradisional pada umumnya masih menggunakan penerangan seadanya, sehingga terkesan redup dan kusam, suasana yang tidak menarik orang untuk datang, memilih, dan membeli dagangan pada malam hari. Oleh karena itu, perlu dipasang lampu penerangan yang lebih besar Watt-nya sehingga pembeli lebih gampang melihat-lihat dan memilih barang yang hendak dibelinya sekaligus untuk memberikan kesan cerah/terang (galang-Bahasa Bali) di dalam pasar.
Lorong-lorong yang menjadi area pembeli lalu-lalang pun demikian sempit, sehingga orang agak sulit berpapasan apalagi untuk berhenti sebentar di situ tatkala memilih barang yang hendak dibeli. Untuk mengatasi hal itu, perlu membenahi penataan barang dagangan agar jalur lalu-lalang pembeli menjadi lebih leluasa.
Lingkungan pasar tradisional pada umumnya juga kurang terawat. Hampir setiap sudutnya ditempati pedagang. Tidak ada space ruang terbuka hijau yang cukup melegakan. Area yang sempit dan pengap ditambah lagi dengan kondisi yang kotor benar-benar melengkapi kesan ‘tradisional’ itu. Seakan-akan yang tradisional tersebut harus seperti itu kondisinya. Oleh karenanya, perlu ada areal terbuka yang cukup untuk taman-taman kecil, tempat tumbuhnya tanaman dan pepohonan yang menghijaukan wilayah seputar pasar. Walaupun berisikan setumpuk dagangan tapi kalau ditimpali dengan taman nan asri dan terpelihara, tentu pasar tradisional akan mampu memberi rasa nyaman kepada pengunjung.
Kedua, perlunya pelayanan yang profesional yang berorientasi pada pembeli. Kalau kita melihat pola pelayanan pasar modern, maka dalam beberapa hal perlu ditiru dan diterapkan di pasar tradisional. Salah satunya, pelayanan ramah yang tulus dari hati, perlu diperhatikan. Para pedagang yang sebagian besar kaum ibu itu pada umumnya sudah sangat menghayati perannya sebagai pedagang. Yang perlu sedikit dipoles adalah aspek pelayanan yang ramah. Ini penting, sebab masyarakat kita sekarang sudah mulai memperhatikan aspek keramahtamahan pelayanan ini, yang pada umumnya mereka dapatkan di pasar modern. Nah, jika para pedagang di pasar tradisional tidak meningkatkan keramah-tamahannya yang keluar dari hati yang tulus, maka akan kalah saing dengan pasar modern. Hal-hal yang baik dan berguna untuk kemajuan, ada baiknya diadopsi.
Ketiga, penetapan harga. Harga di pasar tradisional kadang-kadang lebih tinggi daripada di pasar modern. Walaupun perbedaan harga tersebut tidak terlalu besar, tapi hal ini boleh jadi berpengaruh terhadap minat pembeli. Karena harga di pasar tradisional lebih mahal, mungkin saja mereka akan beralih ke pasar modern. Jika berlangsung terus-menerus, maka hal ini dapat membahayakan eksistensi pasar tradisional. Di samping sudah kalah bersaing dalam penataan, pelayanan, kebersihan, juga kalah dalam hal persaingan harga. Kasihan sekali pasar tradisional kita. Untuk mengatasinya, diperlukan upaya-upaya komprehensif dan sinergis dari berbagai pihak yang terlibat. Melepas harga ke dalam transaksi dan persaingan pasar bebas kiranya perlu ditinjau kembali. Pemerintah daerah dapat melakukan intervensi dalam upaya mengontrol kenaikan harga dan menjaga stabilitasnya.
Setiap komponen pengelola pasar tradisional seyogianya peduli terhadap perubahan. Pasar tradisional harus maju bersamaan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Tidak boleh puas dengan keadaan yang ada kini, melainkan harus maju terus menata diri dengan dukungan pemerintah dan seluruh komponen yang terkait. Revitalisasi dapat diwujudkan antara lain melalui perbaikan sanitasi, penataan lingkungan nan asri, profesionalisme pelayanan, dan pengontrolan harga pasar agar tak lebih tinggi dibanding pasar modern.
Semoga dengan implementasi pemikiran sederhana ini, pasar tradisional dapat memperlihatkan daya tarik terbaiknya kepada masyarakat pembeli, sekaligus menjadi bagian dari budaya bisnis masyarakat Bali yang dapat dibanggakan. Dan, tidak perlu senasib dengan dinosaurus!

0 Response to "Revitalisasi Pasar Tradisional"

Posting Komentar