Belajar dari Koran Kompas

I Ketut Suweca

Saya tidak berlangganan Kompas. Hanya membelinya secara eceran. Ada pedagang koran di pinggir jalan yang mangkal dengan lapak kecilnya setiap pagi, menjadi langganan saya. Kemarin saya berburu koran ini di tempat pengecer itu. Tapi, koran yang saya cari  sudah habis. Di sebelah pengecer langganan saya itu, ada lagi tiga pedagang lain. Saya tanya, apakah Kompas masih ada. Jawaban mereka sama: “sudah habis.” Salah seorang dari mereka berucap: “Tadi diborong oleh seorang pembeli. Tersisa empat, dibeli semua,” ujar salah satu dari pedagang koran itu. Apa akal? Saya pun meneruskan perburuan. Kali ini saya langsung ke agen. Syukur, saya dapatkan koran itu. Saya beli satu eksemplar untuk mengobati rasa rindu saya yang tiada pernah habisnya terhadap koran nasional yang satu ini. Bahkan dalam hati saya beryukur ada koran bagus di negeri ini yang konsisten mempertahankan kualitas dan keberagaman isi.
Ada sejumlah manfaat yang bisa saya dapatkan dari membaca Kompas, terutama terkait dengan usaha pembelajaran diri. Pertama, dengan membaca Kompas dipastikan saya akan dapat menambah pengetahuan dan informasi baru di berbagai bidang: teknologi, ekonomi, pendidikan, budaya, dll.  Yang paling saya gandrungi adalah tulisan Opini pada halaman 6 dan 7. Saya banyak belajar dari para pakar di kolom itu, seperti Yudi Latif dan Airlangga Pribadi.  Lalu, khusus hari Minggu, saya tertarik membaca menikmati rubrik Cerpen-nya yang selalu bagus, Persona, serta tulisan ringan yang selalu menggelitik dari Samuel Mulia dalam rubrik Parodi. Oh ya, saya juga suka sekali dengan laporan hasil riset Kompas yang saya yakini sangat akurat dan bermanfaat untuk menambah referensi pembaca.
Kedua, saya juga banyak  belajar menulis dari koran Kompas. Beragam tulisan yang dimuat di media tersebut tentu sudah melewati proses seleksi yang ketat. Hanya tulisan yang memenuhi syarat saja yang bisa masuk di situ, ya bobotnya, ya tata tulisnya. Gaya penulisan Kompas, menurut saya, layak dipedomani, sebelum pembaca (yang penulis) menemukan sendiri gaya penulisannya.
Ini baru dua hal yang secara langsung dapat saya petik dari membaca  Kompas. Tentu masih banyak lagi manfaat yang dapat diperoleh dari koran nasional ini. Oh ya, Kompas mendapatkan penghargaan lho! Nama penghargaan itu THE BEST NATIONAL NEWSPAPER (GOLD) yang merupakan Penghargaan Indonesia Print Media Award (IPMA 2011) dari Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS). SELAMAT KEPADA SEGENAP JAJARAN KOMPAS.  Keep your quality.

0 Response to "Belajar dari Koran Kompas"

Posting Komentar