IDEOLOGI DAN PEMIKIRAN EKONOMI KERAKYATAN

Oleh I Ketut Suweca


I. PENDAHULUAN


1. Pengertian Ideologi

Apakah ideologi itu? Ada beberapa definisi dan pendapat tentang ideologi. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu, 1996:525) mengartikan ideologi sebagai paham, haluan, dan ajaran. Menurut Noer Sutrisno, ideologi dimaknai sebagai gabungan antara pandangan hidup yang merupakan nilai-nilai yang telah mengkristal dari suatu bangsa serta dasar negara yang memiliki nilai-nilai falsafah yang menjadi pedoman hidup suatu bangsa. Ideologi juga diartikan sebagai hasil refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Maka, terdapat suatu yang bersifat dialektis antara ideologi dengan masyarakat negara. Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, bangsa maupun negara, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya.

Mubyarto dalam buku kumpulan tulisan Pancasila sebagai Ideologi (1991: 239), memberikan definisi ideologi sebagai sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu.

Dalam buku yang sama, Soerjanto Puspowardoyo (1991 : 44), mengemukakan bahwa terdapat dua acuan tentang ideologi dengan isi yang berbeda, bahkan bertentangan. Yang satu dalam pengertian negatif dan yang lain dalam pengertian positif. Ideologi yang ditangkap dalam pengertian negatif, karena dikonotasikan dengan sifat totaliter, yaitu memuat pandangan dan nilai yang menentukan seluruh seluruh segi kehidupan manusia secara total, serta secara mutlak menuntut manusia hidup dan bertindak sesuai dengan apa yang digariskan oleh ideologi itu sehingga akhirnya mengingkari kebebasan pribadi manusia serta membatasi ruang geraknya. Pengertian ideologi dalam perspektif positif menunjuk kepada keseluruhan pandangan, cita-cita, nilai dan keyakinan yag ingin diwujudkan dalam kenyataan hidup yang konkret. Ideologi dalam artian seperti ini sangat dibutuhkan, karena dipandang mampu membangkitkan kesadaraan akan kemerdekaan, memberikn orientasi mengenai dunia beserta isinya serta kaitannya, menanamkan motivasi dalam perjuangan masyarakat untuk bergerak melawan penjajahan, dan selanjutnya mewujudkannya dalam sistem dan penyelenggaraan negara.

Dalam perspektif ekonomi, dikenal ideologi kapitalis-liberalis, komunis-sosialis, dan yang dianut Indonesia yaitu ideologi Pancasila. Masing-masing ideologi itu akan dijelaskan secara ringkas dalam paparan berikut ini, membandingkan satu dengan lainnya, dan dijelaskan pula keterkaitan ideologi Pancasila yang khas Indonesia dengan Ekonomi Kerayatan yang dilaksanakan di negeri ini.


2. Pengertian Ekonomi Kerakyatan


Dalam wacana teori ekonomi, istilah ekonomi kerakyatan memang tidak dapat ditemukan. Hal ini dikarenakan ekonomi kerakyatan merupakan sebuah pengertian, bukan merupakan turunan dari suatu mashab atau school of tought tertentu melainkan suatu konstruksi pengalaman dari realita ekonomi yang umum terdapat di negara berkembang.

Ekonomi kerakyatan dimaknai sebagai sistem ekonomi partisipatif yang memberikan akses sebesar-besarnya secara adil dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat, baik dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsi nasional serta meningkatnya kapasitas dan pemberdayaan masyarakat maupun dalam suatu mekanisme penyelenggaraan yang senantiasa memperhatiakan fungsi sumber daya alam dan lingkungan sebagai pendukung kehidupan guna mewujudkan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia secara berkelanjutan.

Pengertian Ekonomi Kerakyatan yang panjang di atas, dapat dipaparkan sejumlah kriteria ekonomi kerakyatan sbb. :

• Ekonomi kerakyatan adalah watak atau tatanan ekonomi rakyat, sama halnya dengan ekonomi kapitalis atau ekonomi sosialis komunis adalah watak atau tatanan ekonomi

• Ekonomi kerakyatan adalah watak atau tatanan ekonomi dimana pemilikan asset ekonomi harus didistribusikan kepada sebanyak-banyaknya warga negara.

• Dalam kondisi pemilikan asset ekonomi yang tidak adil dan merata, maka pasar akan selalu mengalami kegagalan, tidak akan dapat dicapai efisiensi yang optimal dalam perekonomian termasuk tidak akan ada invisible hand yang dapat mengatur keadilan dan kesejahteraan.

Ekonomi Kerakyatan bukanlah suatu ideologi atau konsep sistem ekonomi, melainkan suatu gagasan mengenai cara, sifat, dan tujuan pembangunan, dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat yang umumnya hidup di pedesaan. Prof. Sarbini Sumawinata, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, memberikan pengertian Ekonomi Kerakyatan sebagai suatu konsep strategi pembangunan dalam konteks Indonesia. Inti konsep ini adalah pembangunan pedesaan dan industrialisasi pedesaan dalam arti luas, yang mencakup mekanisasi pertanian dalam rangka pemberantasan kemiskinan melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan rakyat kecil.

Hanya, yang bertugas menggerakkan pembangunan ini adalah negara atau pemerintah. Hal ini, kata Prof. Sarbini, dilakukan melalui alokasi anggaran khusus dan berbagai kebijakan pemberdayaan masyarakat dan yang menghilangkan hambatan yang merintangi produktif rakyat—yang terkandung dalam sistem kapitalisme pasar bebas dan monopoli korporasi.

Menurut Mubyarto, ekonomi rakyat atau ekonomi kerakyatan mempunyai cirri-ciri sbb.:

1. Dilakukan oleh rakyat tanpa modal besar.

2. Dikelola dengan cara-cara swadaya.

3. Bersifat mandiri sebagai cirri khasnya

4. Tidak ada buruh, tidak ada majikan.

5. Tidak mengejar kreuntungan.

Menurut Cornelis Rintuh dan Miar (2005), ekonomi rakyat adalah segala kegiatan dan upaya rakyat untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Dengan perkataan lain, ekonomi rakyat adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh rakyat dengan cara swadaya mengelola sumber daya apa saja yang dapat dikuasainya, setempat, dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya beserta keluarganya.

Selanjutnya dikatakan bahwa, system ekonomi kerakyatan adalah system ekonomi yang berbasis pada kekuatan rakyat. Ekonomi kerakyatan adalah istilah yang relative baru, yang dipopulerkan untuk “menggantikan” istilah ekonomi rakyat yang konotasinya dianggap negative dan bersifat “diskriminatif”. Negatif, karena didikotomikan atau dilawankan dengan ekonomi konglomerat, dan diskriminatif didesain untuk terang-terangan memihak pada salah satu sector atau strata ekonomi tertentu, yaitu golongan ekonomi lemah (GEL) atau rakyat kecil.



II. TINJAUAN IDEOLOGIS SISTEM EKONOMI


1. Ideologi dalam Sistem Ekonomi


Sebagai tinjauan awal, perlu dipetakan terlebih dahulu secara ideologis perbedaan antara berbagai ideologi, diantaranya Liberalisme, Sosialisme, Kapitalisme, dan Komunisme, sebelum meninjau lebih jauh mengenai ideologi Pancasila dalam kaitannya dengan Ekonomi Kerakyatan.

Liberalisme dan Sosialisme dibedakan menurut ada-tidaknya peran negara dalam kebijakan ekonomi. Liberalisme menginginkan lepasnya peran negara dalam kebijakan ekonomi dan menyerahkan kepada mekanisme pasar. Sosialisme sebaliknya, kebijakan ekonomi sepenuhnya dilakukan oleh negara. Kapitalisme dan Komunisme dibedakan menurut kepemilikan. Kapitalisme mengakui kepemilikan individu, komunisme meniadakan kepemilikan individu.

Merunut sejarahnya, sosialisme diajukan oleh Karl Marx sebagai antitesis terhadap liberalisme yang menginginkan peran negara tidak ada dan melepas seluruh kekuatan dan kemampuan ekonomi kepada mekanisme pasar. Maka, dalam sosialisme, negara wajib mengambil peran penuh dalam kebijakan ekonomi. Jika pahan sosialisme ini dikaitkan dengan komunisme, maka tidak hanya peran penuh/dominasi negara dalam mengatur kebijakan ekonomi, namun kepemilikan individu pun tidak diakui. Yang ada dan diakui adalah kepemilikan negara.

Akan tetapi alur pikir dalam perspektif keilmuan di atas, senyatanya tidak memungkinkan untuk terwujud. Logical approach yang dikedepankan oleh Karl Marx adalah membangun konsep sosialisme-komunisme sebagai antitesis liberalisme-kapitalisme. Tesis tertinggi Marx tentang sosialisme adalah tercipta suatu masyarakat tanpa kelas dan tanpa negara. Masalahnya, bagaimana mungkin menciptakan dan menempatkan negara untuk mengambil peran penuh dalam kebijakan ekonomi dan kepemiliki, jika negara itu sendiri tidak penah ada.

Selanjutnya, bagaimana dengan alur pikir keilmuan ideologi Liberalisme-Kapitalisme? Teori Liberalisme klasik dikemukakan pertama kalinya oleh Adam Smith, yang kemudian Neo-Liberal yang dikemukakan oleh Meichael Kinsley cs. Liberalisme menghendaki terwujudnya free market dan free trade secara absolut. Kemampuan mekanisme pasar dan kedaulatan interaksi individu mengedepankan dan dianggap sebagai kondisi yang paling ideal. Dalam hal ini, negara hanya mengambil peran sebagai penonton pasif (watching dog).

Jika paham liberalisme ini dikaitkan dengan kapitalisme, maka yang diakui hanya kepemilikan individu, tidak ada kepemilikan negara atau masyarakat. Diinginkan peran penuh atau dominasi pasar melalui kompetisi para pelaku ekonomi yang paling ideal dijalankan, tanpa campur tangan negara/pemerintah yang dianggap distorsif. Pada kenyataannya, adakah kebebasan pasar yang benar-benar absolut itu? Tidak ada, bukan? Oleh karena itu, sesungguhnya, dalam implementasi adalah nonses menerapkan konsep murni liberalisme-kapitalisme. Dari sisi sosial politik dan economic performance, setiap negara atau pemerintah memiliki kepentingan untuk memformat kebijakan ekonomi sebagai wujud achievement pada setiap periode pemerintahan tersebut.

Contoh konkretnya, Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara Liberal-Kapitalis pun, sebenarnya tidak menjalankan teori Liberalisme itu secara murni. Dua kekuatan utama, Republik dan Demokrat, hanya bergantian mengambil kebijakan makro ekonomi dengan pendekatan supply side (Reagenomics) atau demand side (Keynesian). Pemerintah tetap ikut campur tangan dalam mengatur kebijakan ekonomi, baik dalam maupun luar negeri.

Masalahnya adalah, dunia tidak hanya terdiri atas satu negara. Oleh karena itu, setiap negara memiliki kepentingannya masing-masing, baik di tingkat nasional, regional maupun global. Berdasarkan kepentingan masing-masing negara inilah yang menyebabkan pemerintah setiap negara masuk untuk menetapkan dan mengatur kebijakan ekonomi untuk kepentingan nasionalnya.


2. Sistem Ekonomi : Antara Pertumbuhan dan Pemerataan


Bagi negara-negara liberalis, tujuan perekonomian nasional adalah mencapai tingkat pertumbuhan (growth) yang tinggi. Secara teoritis, mekanisme ideal untuk pencapaiannya adalah melalui mekanisme pasar dengan paradigma free market and free trade. Konstruksi yang dibangun dalam mekanisme pasar murni adalah dengan mengedepankan metode “free entry and free exit, sehingga para pelaku ekonomi akan tersaring secara alamiah melalui free competition dengan landasan kekuatan “comparative advantage dan competitive advantage. Dalam konstruksi ini, pemerintah mengambil posisi pasif, sama sekali tidak melakukan campur tangan atau intervensi terhadap pasar, hanya mengawasi dan memfasilitasi sesuai kebutuhan pasar.

Tujuan perekonomian nasional bagi negara-negara sosialis adalah mencapai pemerataan tingkat kehidupan dan ksejahteraan masyarakat. Untuk membangun konstruksi perekonomian yang semata-mata mengedepankan pemerataan, kontribusi dan intervensi pemerintah sangat diperlukan, bahkan pemerintah harus mengambil posisi sebagai regulator yang secara dominant mengatur dan menetapkan seluruh kebijakan ekonomi yang dibutuhkan dan dianggap baik untuk mencapai tujuan pemerataan, kebijakan-kebijakan yang harus diikuti dan ditaati oleh seluruh pelaku ekonomi.

Ekonomi Kerakyatan tidak hanya berorientasi untuk semata-mata mengejar tingkat pertumbuhan yang tinggi, juga tidak sekedar mengedepankan pemerataan. Semua sisi harus terbangun dalam keseimbangan (balance). Dengan kata lain, ekonomi kerakyatan tidak membiarkan ekonomi dilepas begitu saja kepada kekuatan pasar dengan persaingan bebasnya, tetapi pengambil kebijakan dapat melakukan intervensi secara proporsional, sesuai dengan kondisi dan perkembangan kebutuhan seluruh bangsa serta kepentingan nasional. Disini, tetap diberikan kesempatan yang adil bagi kreativitas, kompetisi dan kemampuan para pelaku ekonomi untuk berinteraksi dalam siklus ekonomi untuk kepentingan pembangunan bangsa.

Hal-hal negatif yang dihindari dalam sistem ekonomi kerakyatan, antara lain sistem free-fight liberism yang menumbuhkan ekploitasi terhadap manusia dan bangsa lain. Sistem etatisme juga dihindari, mengingat dalam sistem ini negara atau pemerintah bersifat sangat dominan sehingga mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi masyarakat. Di samping itu, dalam ekonomi kerakyatan juga dihindari pemusatan ekonomi pada kekuatan satu kelompok tertentu saja (monopoli) yang merugikan masyarakat.


III. EKONOMI KERAKYATAN INDONESIA


1. Pendekatan Filosofis

Dasar falsafah negara Indonesia, Pancasila menjadi dasar bagi seluruh peri kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada sila kelima disebutkan bahwa “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” Ini dapat dimaknai, bahwa seluruh rakyat Indonesia berhak memperoleh keadilan dalam segala bidang, terutama keadilan di bidang ekonomi.

Selanjutnya, dalam Pembukaan Undang-Undang dasar 1945 disebutkan tujuan “…. mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Hal-hal di atas dengan jelas menunjukkan betapa para founding fathers negeri ini sudah meletakkan dasar bagi negeri ini, termasuk dalam hal ekonomi.

Konstitusi negara yang berkaitan dengan konsep dasar sistem perekonomian nasional sesungguhnya tidak hanya digunakan sebagai landasan kerangka pikir dalam menetapkan paradigma sistem ekonomi bangsa, namun jika mau menyelami lebih dalam, terkandung pesan filosofis dan moral yang menjunjung tinggi kepentingan keselamatan bangsa demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dalam arti yang sebenarnya. Pasal 33 UUD 1945, di dalamnya bukan hanya termuat fungsi dan peran negara negara untuk mewujudkan kemakmuran bangsa, namun terlebih kewajiban untuk menjaga kedaulatan bangsa dan negara secara utuh.

Mubyarto mengembangkan pemikiran bahwa ekonomi Indonesia atau perekonomian Indonesia mempunyai sistem dan moral tersendiri yang bisa dikenali. Sifat-siat sistem dan moral ekonomi Indonesia itu memang telah melandasi atau menjadi pedoman aneka prilaku perorangan, kelompok-kelompok dalam masyarakat, pengusaha, pemerintah dan negara. Sistem dan moral dimaksud bersumber dari ideologi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Kelima sila dalam Pancasila menggambarkan secara utuh semangat kekeluargaan (gotong royong) dalam upaya mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Cornelis Rintuh dan Miar (2005), Pancasila secara keseluruhan harus terus-menerus menjadi pedoman arah prilaku ekonomi bangsa dan warga bangsa, dan menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi. Dalam upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, maka sistem ekonomi Indonesia hendaknya berlandaskan pada setiap sila dari Pancasila secara utuh.


2. Pendekatan Konstitusional

Ekonomi kerakyatan ala Indonesia adalah model yang berpihak kepada rakyat dalam bingkai konstitusi. Para peletak dasar negara telah memasukkan aspek ekonomi ke dalam UUD 1945, yang kemudian lebih dilengkapi dengan amandemen oleh MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara. Terkait dengan aspek ekonomi, di dalam Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial pasal 33, disebutkan :

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadialan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekoomi nasional.

Selanjutnya, dalam pasal 28 H ayat 4 UUD 1945 disebutkan bahwa “setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”.

Dari sisi konstitusi, melalui dua pasal tersebut di atas, ada dua hal mendasar yang perlu digarisbawahi, yakni :

1. Hak Kepemilikan. Setiap individu memiliki hak sepenuhnya atas miliknya (private goods), termasuk untuk mengatur dan mengelola hak milik itu sesuai dengan keinginannnya, termasuk dalam aktivitas ekonomi yang ingin dilakukannya, sepanjang tidak bertentangan dengan hak-hak individu lain dan kepentingan umum serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Hak, Kewajiban dan Kewenangan Negara. Negara harus tetap menghormati hak-hak individual rakyat dalam batasan-batasan tertentu yang tidak menyangkut atau bersinggungan dengan kepentingan hayat hidup orang banyak. Sedangkan, sektor-sektor usaha yang terpenting bagi negara (primary sector) dan yang menyangkut kebutuhan dan kepentingan seluruh rakyat harus dikuasai dan dikelola oleh negara. Disebutkan bahwa “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.



IV. KESIMPULAN


• Ideologi didefinisikan sebagai sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu. Dalam perspektif ekonomi, dikenal ideologi kapitalis-liberalis, komunis-sosialis, dan yang dianut Indonesia yaitu ideologi Pancasila.

• Liberalisme dan Sosialisme dibedakan menurut ada-tidaknya peran negara dalam kebijakan ekonomi. Liberalisme menginginkan lepasnya peran negara dalam kebijakan ekonomi dan menyerahkan kepada mekanisme pasar. Sosialisme sebaliknya, kebijakan ekonomi sepenuhnya dilakukan oleh negara. Kapitalisme dan Komunisme dibedakan menurut kepemilikan. Kapitalisme mengakui kepemilikan individu, komunisme meniadakan kepemilikan individu.

• Ekonomi Kerakyatan tidak hanya berorientasi untuk semata-mata mengejar tingkat pertumbuhan yang tinggi, juga tidak sekedar mengedepankan pemerataan. Semua sisi harus terbangun dalam keseimbangan (balance). Ekonomi Kerakyatan tidak hanya berorientasi untuk semata-mata mengejar tingkat pertumbuhan yang tinggi, juga tidak sekedar mengedepankan pemerataan. Semua sisi harus terbangun dalam keseimbangan (balance).

• Konstitusi negara yang berkaitan dengan konsep dasar sistem perekonomian nasional sesungguhnya tidak hanya digunakan sebagai landasan kerangka pikir dalam menetapkan paradigma sistem ekonomi bangsa, namun jika mau menyelami lebih dalam, terkandung pesan filosofis dan moral yang menjunjung tinggi kepentingan keselamatan bangsa demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dalam arti yang sebenarnya. Dalam konstitusi, ada dua hal yang mendapat perhatikan dalam kaitannya dengan Ekonomi Kerakyatan, yaitu Hak Kepemilikan dan Hak, Kewajiban dan Kewenangan Negara.




DAFTAR PUSTAKA


1. Murjana Yasa, 2010. Materi Kuliah Ekonomi Kerakyatan, Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Udayana, Denpasar.


2. Undang-Undang Dasar 1945, Lembaga Informasi Nasional, 2002.


3. http://www.unisosdem.org/D. Lazwanti,. Tinjauan Ideologis: Liberal, Sosialis dan Ekonomi Kerakyatan Indonesia (Makalah), 2009.


4. http://www. indoskripsi. com/ Noer Soetrisno, 2007. Etika sebagai Landasan Moral Pengembangan Kelembagaan Ekonomi. 2007.


5. http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/tentangkami.htm/Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM.


6. Pancasila sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, Departemen Penerangan RI, 1991


7. Badudu J.S. et al, 1996. Kamus Umum Bahasa Indoneia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.


8. http://www. majalah.tempointeraktif.com/ Ekonomi Kerakyatan.


9. Cornelis Rintuh et al, 2005. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat (Edisi Pertama), BPFE-Yogyakarta.

0 Response to "IDEOLOGI DAN PEMIKIRAN EKONOMI KERAKYATAN"

Posting Komentar