Menyiasati Kenaikan Tarif Dasar Listrik

Oleh Drs. I Ketut Suweca, M.Si

Pemerintah berencana menaikkan tarif dasar listrik (TDL) sebesar 6-18 persen pada 1 Juli 2010. Rencana pemerintah ini sudah mendapat persetujuan DPR RI dan siap diluncurkan. Bagaimana melihat kebijakan kenaikan TDL tersebut beserta dampaknya, dan apa pula yang sebaiknya dilakukan dalam menyongsong kebijakan tersebut?
Terhadap rencana kebijakan ini, ada dua pandangan yang berbeda. Ada yang menolak kebijakan tersebut atau meminta agar kenaikan TDL ditunda dengan sejumlah alasan. Penolakan dan permintaan penundaan ini terutama berasal dari mereka yang bergelut di bidang industri. Ada pula yang ‘setuju’ terhadap rencana kebijakan pemerintah itu, yang diekspresikan dengan sikap diam.
Kebijakan pemerintah menaikkan tarif dasar listrik tentu saja ada manfaatnya kalau dilihat dari sisi pengurangan beban subsisi listrik yang selama ini terjadi. Selama ini, sebagian dana APBN tersedot untuk mensubsidi listrik. Dengan berkurangnya subsidi listrik, tentu akan ada dana yang bisa dipakai untuk keperluan yang lebih vital, diantaranya untuk mengatasi pengangguran dan mengurangi kemiskinan.
Pada dasarnya, subsidi dalam jangka panjang kurang baik bagi mereka yang diberi subsidi. Akan tercipta ketergantungan yang semakin menguat melekat kepada pemerintah. Ketika ketergantungan itu diputus, maka yang terjadi adalah ledakan kekecewaan dan ketidaksiapan utnuk mandiri. Dalam era persaingan global, faktor kemandirian harus terus-menerus diupayakan. Hanya untuk hal-hal tertentu sajalah, subsidi itu relevan untuk digelontorkan. Seyogianya jangan lagi ada subsidi bagi mereka yang sebenarnya sudah mampu secara ekonomi.
Bagi para pihak yang terkena kenaikan TDL, tidak termasuk rumah tangga yang memakai daya 450 VA dan 900 VA, tentu merasa berat menghadapinya. Kalau kenaikan ini menjadi kenyataan, yang kemungkinan terjadi adalah naiknya harga berbagai kebutuhan masyarakat. Di samping dapat menimbulkan lonjakan inflasi, biaya operasional industri akan meningkat. Inilah yang akan ditanggung oleh kalangan industri. Karena biaya operasional naik, maka harga output cenderung naik. Kalau harga terpaksa dinaikkan, apakah masyarakat sudi membayarnya? Jika itu adalah kebutuhan pokok, mau tak mau, masyarakat akan membelinya. Dengan asumsi tingkat pendapatan yang sama, maka daya beli masyarakat tentu akan menurun. Hal ini sungguh membebani masyarakat luas karena terkena dampak tak langsung dari kenaikan TDL.
Dalam hal kenaikan harga-harga itu, pemerintah tentu harus lebih awal melakukan langkah-langkah antisipasi agar dapat menekan kenaikan itu sewajar mungkin, walaupun dalam pasar bebas (free market), hal tersebut sulit sekali dilakukan. Dalam hubungan ini, Menko Perekonomian, Hatta Rajasa pada suatu kesempatan mengatakan, bahwa “pemerintah akan berupaya untuk terus menjaga inflasi agar harga tidak mengalami kenaikan cukup tinggi apalagi dengan kenaikan tarif dasar listrik”.
PLN dengan jajarannya sebagai institusi pemerintah yang bertanggung jawab sebagai pemasok tenaga listrik tentu tak boleh tinggal diam. PLN seyogianya secara berkelanjutan melakukan pembenahan internal dengan sebaik-baiknya, melakukan efisiensi di berbagai pos pengeluaran, sehingga secara eksternal dapat memberikan performance pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Hal ini sangat penting, di samping sebagai bagaian dari kompensasi terhadap adanya kenaikan listrik, juga lantaran memang sudah seharusnya pelayanan prima itu diberikan kepada para pelanggan.
Bagi kalangan industri dan masyarakat yang terkena kenaikan TDL, tak ada pilihan lain selain dengan melakukan penghematan pemakaian listrik. Lampu dan barang-barang elektronik yang memakai tenaga listrik hendaklah dipadamkan ketika sudah tidak dipergunakan/diperlukan. Prinsip efisiensi harus benar-benar diterapkan dalam keseharian. Penghematan mesti dilakukan bersama-sama: masyarakat dan kalangan industri pengguna tenaga listrik berhemat, PLN dan jajarannya yang menjadi pengelola ketenagalistikan pun berhemat dengan melakukan efisiensi internal dalam segala bidang.

2 Response to "Menyiasati Kenaikan Tarif Dasar Listrik"

  1. Unknown 27 Juli 2010 pukul 18.38
    Perkenalkan nama saya Syamsul Arifin, pengelola majalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Jawa Timur, "Indag" bermaksud mengutip tulisan bapak pada majalah kami edisi jika diperkenankan.
    Majalah ini bersifat internal, tidak dijual, terbit tiga bulanan.
    Kami mohon jawaban izin dari bapak lewat email saya syamsulrfn@gmail.com
    Terima kasih.

    Syamsul Arifin
    syamsulrfn@gmail.com
  2. Anonim 3 Agustus 2010 pukul 21.36
    Maksud Bapak Syamsul Arifin dapat saya pahami. Silakan mengutip naskah-naskah yang tersedia di dalam blog ini asal dengan menyebutkan sumber web dan penulis aslinya. Agar lebih berbobot, kiranya isi naskah 'Indag' yang terkait dengan artikel ini dilengkapi dengan informasi lainnya yang relevan dan aktual. Oke, selamat berkarya, semoga sukses. ( I Ketut Suweca,alamat : economist-suweca.blogspot.com).

Posting Komentar