Dua Ahli Bahasa di Sebuah Selokan

I Ketut Suweca

Saya beruntung mendapat kesempatan membaca buku “The Dancing Leader” (2011), terbitan Penerbit Buku Kompas. Di samping bisa menikmati pemikiran sejumlah ahli tentang kepemimpinan dan pembangunan ekonomi-pertanian, juga menyimak kumpulan cerita menarik dan bermanfaat di dalamnya. 

Kalau cerita itu melulu untuk saya nikmati sendiri, kayaknya nggak seru deh. Saya kutip satu dari puluhan cerita tersebut dan membagikannya untuk pembaca yang kebetulan belum sempat membaca buku itu. Judulnya: “Dua Ahli Bahasa di Sebuah Selokan.” Yuk kita mulai.

Dikisahkan, pada suatu hari seorang ahli bahasa terperosok ke dalam selokan yang cukup dalam. Dia tidak bisa keluar, kecuali dengan bantuan orang lain. Lalu, datanglah seorang petani dan berkata:
“Perlu bantuan?”
Sang ahli bahasa merasa tersinggung dengan bahasa orang itu yang terdengar kasar dan tidak mengindahkan tata bahasa yang baik dan benar.
“Ucapanmu itu bisa dimengerti kalau tadi kamu mengatakan, “Apakah kamu memerlukan bantuan, Tuan?” kata si ahli bahasa dari dalam selokan.
Kemudian datang lagi orang kedua dan berkata seperti orang yang pertama. Si ahli bahasa kembali marah-marah dan mengatakan lagi. “Ucapanmu baru bisa dimengerti kalau tadi kamu mengatakan, ‘Apakah kamu memerlukan bantuan, Tuan?’”

Begitu seterusnya sampai beberapa orang yang ingin menolongnya akhirnya membatalkan niatnya. Lantas, datanglah seseorang yang tampaknya juga seorang ahli bahasa. Orang itu berkata, ”Apakah kamu memerlukan bantuan, Profesor? Jika memerlukan, aku akan mengulurkan tangan kepadamu.”
Sang ahli bahasa yang terperosok di selokan senang bukan main. Dia mengulurkan tangan untuk memegang tangan sang penolong. Tetapi, tubuh sang penolong sangat lemah, hingga akhirnya mereka berdua terjungkal ke dalam selokan. Maka, jadilah dua orang ahli bahasa di sebuah selokan. 

Pelajaran apa yang bisa dipetik dari cerita ini? Para cendekiawan sekarang sering disibukkan oleh sesuatu yang terlalu bergaya ilmiah dan tak peduli walau kadang penyelesaiaan persoalan yang dihadapi amat sederhana. Dalam cerita ini, yang diperlukan hanya mengulurkan tangan, tak perlu berteori tentang tata bahasa. Kekakuan sikap itu acapkali kurang pas diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

0 Response to "Dua Ahli Bahasa di Sebuah Selokan"

Posting Komentar