Sastrawan Sunaryono Basuki: Saya Ini Tukang Ketik!
I Ketut Suweca

Sastrawan sepuh yang beristrikan I Gusti Ayu Darmika dan dikaruniai tiga orang anak (anak pertama almarhum) dan tiga orang cucu ini, masih tetap produktif menulis. Dia juga menerjemahkan karya-karya sastra dunia dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Maklum saja, bahasa Inggris adalah keahlian utamanya di samping sastra. Saat masih mengajar dulu ia memang mengajar di jurusan bahasa Inggris. Demikianlah, limpahan karyanya tak pernah surut. Kian berumur, kian banyak saja karya tulis yang terlahir dari tangannya. Ia sangat produktif.
Bedah Kumpulan Cerpen
Tanggal 9 Oktober 2011 Pak Bas genap berusia 70 tahun. Untuk memperingati ultah ini, maka pada hari Minggu, 16 Oktober 2011 diselenggarakan acara pembedahan sekaligus peluncuran buku kumpulan cerpennya yang berjudul “Antara Jimbaran dan Lovina”. Bedah buku itu diselenggarakan di Danes Art Gallery, Jl. Hayam Wuruk 159 Denpasar. Hadir sebagai pembedah/pembahas buku tersebut, yakni Dr. Fabiola Kurnia, Dr. Jean Couteau, dan Drs. I Nyoman Tingkat, M.Hum. Puluhan penulis dan sastrawan hadir pada forum itu untuk memberi apresiasi terhadap buku Pak Bas, sekaligus menyampaikan ucapan selamat ulang tahun ke-70 untuknya. Suasana bedah buku itu menjadi semakin meriah dengan pembacaan puisi oleh para penyair/sastrawan usia muda dan alunan suara merdu Ayu Laksmi yang bertema nyanyian semesta.
Para pembedah buku kumpulan cerpen ini melihat, Pak Bas sudah banyak berkarya dengan menghadirkan adat dan budaya Bali. Walaupun, sebagaimana dikatakan oleh Jean Couteau dan I Nyoman Tingkat, budaya Bali diletakkan hanya sebagai latar cerita, sama sekali tidak secara khusus memberi penilaian atau protes terhadap budaya tersebut. Tak ada sikap frontal atau konfrontif di situ. Pak Bas memilih memainkan pena secara halus dan tersamar, tanpa kritik yang eksplisit. Hal ini terlihat dari bagaimana seorang Sunaryono Basuki mengemas cerita dalam kumpulan cerpen itu seperti “Dadong Dauh”, dan “Cok.”
Sementara itu, Fabiola Kurnia, menyebut Pak Bas sebagai seorang pendekar pena yang menjadi transformer, yakni orang yang mentransformasikan dunia imajinasi dan fakta ke dalam balutan cerita yang utuh untuk dipersembahkan kepada pembaca.
Sudah Ada di Langit
Pada bagian “Tentang Penulis” dalam buku itu, antara lain Sunaryono Basuki Ks menyebut diri hanya sebagai tukang ketik. Ketika saya (penulis) yang turut hadir pada kesempatan tersebut menanyakan lebih jauh tentang hal ini, Pak Bas menjawab bahwa memang dia benar-benar merasa sebagai tukang ketik, tidak lebih, tidak kurang.
“Semuanya sudah ada di langit. Tugas saya hanya mengambil saja, itu pun kalau diberi kesempatan. Apa yang saya pikirkan dan tuliskan, sudah ada di situ. Sudah pernah saya coba membuat penokohan sesuai dengan keinginan saya. Tapi, nyatanya tokoh-tokoh yang saya persiapkan dengan perannya masing-masing, semuanya berontak. Yang jahat tak mau jadi orang jahat, malah jadi tokoh yang baik. Sebaliknya, yang saya siapkan jadi tokoh yang baik, eh malah jadi jahat. Jadi, saya menyadari bahwa apa yang saya tulis itu sebelumnya sudah tertulis di langit. Saya tinggal mengambilnya. Dari sini saya belajar, bahwa hanya Tuhanlah Sang Pencita, bukan manusia. Ini menghindarkan diri dari kesombongan,” ujarnya di depan forum yang dihadiri oleh para satrawan dan penulis itu.
Selamat ulang tahun ke-70. Semoga Tuhan melimpahkan kesehatan kepada Pak Bas, sehingga bisa tetap berkarya. Karya-karya Pak Bas akan menjadi warisan yang sangat berharga bagi generasi penerus negeri ini.
0 Response to "Sastrawan Sunaryono Basuki: Saya Ini Tukang Ketik!"
Posting Komentar