Apa Gunanya Menulis?
Oleh I Ketut Suweca
Seorang sahabat kompasianer, Maya, berkomentar bahwa mengarang itu ‘olah raga sepuluh jari’. Olah raga sepuluh jari? Ya. Mungkin maksudnya bahwa menulis itu lebih kepada pekerjaan tangan (mengetik dengan sepuluh jari), bukan melulu pekerjaan pikiran. Lebih kepada keterampilan, bukan semata-mata kemampuan intelektual. Keterampilan menulis bisa diperoleh dengan lebih sering berlatih, ya, dengan olah raga sepuluh jari tadi. Saya sepakat dengan Maya.
Berangkat dari komentar sahabat itu, muncul pertanyaan, apa sebetulnya gunanya menulis/mengarang itu? Dengan mengetahui kegunaan/manfaat menulis/mengarang, bisa jadi akan membuat kita kian tertarik dengan aktivitas yang satu ini. Maka, dapat diharapkan kian banyak yang berkiprah dan menekuni pekerjaan menuangkan ide melalui bahasa tulis. Inilah sebagian dari jawaban tentang kegunaan menulis.
Pertama, menulis itu menyehatkan. Dengan menulis seseorang bisa mengekspresikan segala pemikiran, unek-unek, atau ide-idenya ke atas kertas atau ke komputer. Pemikiran atau perasaan yang tadinya berkelindan di dalam hati, dapat dilepaskan ke luar melalui sebuah karya tulis. Kalau, misalnya, unek-unek itu dipendam, mungkin bisa menjadi penyakit. Mengeluarkan unek-unek yang berkecamuk di dalam hati untuk mengurangi beban yang ditanggung menjadi penting dan perlu. Banyak orang stress karena memendam emosi, apakah itu rasa marah, kecewa, sedih, benci, dan sebagainya. Dengan menuliskannya, berarti membuangnya ke luar, sehingga kita menjadi bebas dan lebih sehat secara rohani. Kalau tulisan itu tidak ingin diketahui orang lain, maka dibuang atau dibakar saja setelah selesai ditulis lengkap. Pada saat membuang atau membakarnya, anggap diri kita tengah membuang berbagai penyakit dan kepenatan hati dan pikiran.
Kedua, menulis itu membagikan. Ya, melalui kegiatan tulis-menulis dan mempublikasikannya, baik melalui internet, seperti di blog sendiri, di website kompasiana.com atau lainnya, kita sudah membagikan ide-ide yang berguna bagi orang lain. Gagagasan yang kita pilih untuk di-upload tentu saja yang diperkirakan akan bermanfaat bagi orang lain atau pembaca. Pengalaman, pengetahuan, dan ilmu yang kita miliki kita sharing kepada pembaca. Ini artinya juga kita beramal kepada sesama. Demikian pula sebaliknya, sahabat lain pun bakal berbagi pengetahuan dan pengalamannya. Jadi, saling take and give. Indah sekali kalau kita bisa saling berbagi, bukan? Berbagi adalah salah satu cara untuk mensyukuri nikmat Tuhan.
Ketiga, menulis itu mencerdaskan. Bayangkan saja, setiap kali menulis, kita membutuhkan ide atau gagasan untuk dibagikan. Mau tak mau, kita mesti belajar, bukan? Di samping diambil dari pengalaman sendiri, ide-ide itu bisa bersumber dari berbagai bacaan yang pernah kita baca sebelumnya. Akumulasi hasil pembacaan yang dipadukan dengan pengalaman itu kemudian kita tuangkan ke dalam tulisan. Jadi, dengan menulis dengan sendirinya kita dituntut untuk senantiasa mengisi pengetahuan dari berbagai sumber secara berkesinambungan. Untuk itu, kita juga mesti rajin membaca buku, majalah, koran, berselancar di internet, mendengarkan siaran berita televisi dan radio, serta mendengarkan CD yang berguna. Bukankah dengan menambah pengetahuan secara kontinu adalah juga sebuah usaha mencerdaskan diri? Belum lagi kalau kita kaitkan kemampuan berpikir analitis, sistematis, dan kritis yang diperoleh dari aktivitas tulis-menulis. Ini, lagi-lagi, mencerdaskan.
Keempat, menulis itu mewariskan. Kalau kita berhasil menerbitkan buku, tidak hanya kita yang membacanya, bahkan juga banyak orang. Bukan hanya dibaca oleh generasi masa kini, bahkan mungkin akan dibaca oleh generasi sesudah kita. Pemikiran-pemikiran yang berguna dan berharga pada akhirnya menjadi klasik dan diteruskan secara turun-temurun melalui buku atau karya tulis lainnya. Kalau kita menulis buku berarti kita telah terlibat dalam karya besar: mewariskan sesuatu yang berharga bagi generasi penerus. Sebuah kebanggaan dan prestasi, tentu saja.
Kelima, menulis itu menguatkan. Menguatkan apa? Menguatkan rasa percaya diri! Mungkin saja salah seorang diantara kita merasa kurang memiliki rasa percaya diri, sehingga lebih memilih untuk berdiam diri, tidak bersuara, memilih menjadi orang nomor kesekian, dan selalu merasa tidak mampu mengerjakan sesuatu. Kalau kita kemudian berhasil mengekspresikan ide-ide melalui artikel di media cetak seperti koran atau majalah, hal ini niscaya akan membangkitkan rasa percaya diri. “Oh ternyata saya bisa, terbukti tulisan saya dimuat di koran,” begitu mungkin ungkapan hati ketika untuk pertama kalinya artikel kita berhasil menembus koran. Kepercayaan diri akan muncul secara perlahan-lahan bersamaan dengan peningkatan kuantitas dan kualitas tulisan yang kita buat dan berhasil menembus media massa. Pada akhirnya, kita dengan gagah berani bilang bahwa “dunia tulis-menulis adalah bidang tempat saya menunjukkan jati diri dan kemampuan diri.”
Keenam, menulis itu mengisi waktu luang. “Menulis itu mengisi waktu luang secara positif,” ujar Gunawan, sahabat saya di dunia online. “Daripada bengong atau browsing di internet nggak karuan, lebih baik menulis. Waktu itu sangat berguna. Yang tidak bisa memanfaatkan waktu tentulah tergolong orang yang merugi,” tambahnya. Sahabat saya itu benar, menulis adalah salah satu alternatif kegiatan positif yang sekaligus untuk mengisi waktu luang.
Ketujuh, menulis itu menghasilkan uang. Benar, ketika artikel kita berhasil dimuat di media massa cetak, kita berhak atas honorarium tulisan itu. Honorarium itu, boleh jadi akan semakin menyemangati kita untuk menulis dan menulis lagi serta mengirimkannya ke berbagai media yang ada. Semakin banyak artikel yang berhasil menembus media massa, semakin banyak uang yang bisa kita raup. Tentu menyenangkan kalau kita mendapatkan tambahan penghasilan setiap bulan dari usaha menulis.
Nah, bagaimana pendapat Anda? Menulis itu …… (apa lagi ya?)
Kedua, menulis itu membagikan. Ya, melalui kegiatan tulis-menulis dan mempublikasikannya, baik melalui internet, seperti di blog sendiri, di website kompasiana.com atau lainnya, kita sudah membagikan ide-ide yang berguna bagi orang lain. Gagagasan yang kita pilih untuk di-upload tentu saja yang diperkirakan akan bermanfaat bagi orang lain atau pembaca. Pengalaman, pengetahuan, dan ilmu yang kita miliki kita sharing kepada pembaca. Ini artinya juga kita beramal kepada sesama. Demikian pula sebaliknya, sahabat lain pun bakal berbagi pengetahuan dan pengalamannya. Jadi, saling take and give. Indah sekali kalau kita bisa saling berbagi, bukan? Berbagi adalah salah satu cara untuk mensyukuri nikmat Tuhan.
Ketiga, menulis itu mencerdaskan. Bayangkan saja, setiap kali menulis, kita membutuhkan ide atau gagasan untuk dibagikan. Mau tak mau, kita mesti belajar, bukan? Di samping diambil dari pengalaman sendiri, ide-ide itu bisa bersumber dari berbagai bacaan yang pernah kita baca sebelumnya. Akumulasi hasil pembacaan yang dipadukan dengan pengalaman itu kemudian kita tuangkan ke dalam tulisan. Jadi, dengan menulis dengan sendirinya kita dituntut untuk senantiasa mengisi pengetahuan dari berbagai sumber secara berkesinambungan. Untuk itu, kita juga mesti rajin membaca buku, majalah, koran, berselancar di internet, mendengarkan siaran berita televisi dan radio, serta mendengarkan CD yang berguna. Bukankah dengan menambah pengetahuan secara kontinu adalah juga sebuah usaha mencerdaskan diri? Belum lagi kalau kita kaitkan kemampuan berpikir analitis, sistematis, dan kritis yang diperoleh dari aktivitas tulis-menulis. Ini, lagi-lagi, mencerdaskan.
Keempat, menulis itu mewariskan. Kalau kita berhasil menerbitkan buku, tidak hanya kita yang membacanya, bahkan juga banyak orang. Bukan hanya dibaca oleh generasi masa kini, bahkan mungkin akan dibaca oleh generasi sesudah kita. Pemikiran-pemikiran yang berguna dan berharga pada akhirnya menjadi klasik dan diteruskan secara turun-temurun melalui buku atau karya tulis lainnya. Kalau kita menulis buku berarti kita telah terlibat dalam karya besar: mewariskan sesuatu yang berharga bagi generasi penerus. Sebuah kebanggaan dan prestasi, tentu saja.
Kelima, menulis itu menguatkan. Menguatkan apa? Menguatkan rasa percaya diri! Mungkin saja salah seorang diantara kita merasa kurang memiliki rasa percaya diri, sehingga lebih memilih untuk berdiam diri, tidak bersuara, memilih menjadi orang nomor kesekian, dan selalu merasa tidak mampu mengerjakan sesuatu. Kalau kita kemudian berhasil mengekspresikan ide-ide melalui artikel di media cetak seperti koran atau majalah, hal ini niscaya akan membangkitkan rasa percaya diri. “Oh ternyata saya bisa, terbukti tulisan saya dimuat di koran,” begitu mungkin ungkapan hati ketika untuk pertama kalinya artikel kita berhasil menembus koran. Kepercayaan diri akan muncul secara perlahan-lahan bersamaan dengan peningkatan kuantitas dan kualitas tulisan yang kita buat dan berhasil menembus media massa. Pada akhirnya, kita dengan gagah berani bilang bahwa “dunia tulis-menulis adalah bidang tempat saya menunjukkan jati diri dan kemampuan diri.”
Keenam, menulis itu mengisi waktu luang. “Menulis itu mengisi waktu luang secara positif,” ujar Gunawan, sahabat saya di dunia online. “Daripada bengong atau browsing di internet nggak karuan, lebih baik menulis. Waktu itu sangat berguna. Yang tidak bisa memanfaatkan waktu tentulah tergolong orang yang merugi,” tambahnya. Sahabat saya itu benar, menulis adalah salah satu alternatif kegiatan positif yang sekaligus untuk mengisi waktu luang.
Ketujuh, menulis itu menghasilkan uang. Benar, ketika artikel kita berhasil dimuat di media massa cetak, kita berhak atas honorarium tulisan itu. Honorarium itu, boleh jadi akan semakin menyemangati kita untuk menulis dan menulis lagi serta mengirimkannya ke berbagai media yang ada. Semakin banyak artikel yang berhasil menembus media massa, semakin banyak uang yang bisa kita raup. Tentu menyenangkan kalau kita mendapatkan tambahan penghasilan setiap bulan dari usaha menulis.
Nah, bagaimana pendapat Anda? Menulis itu …… (apa lagi ya?)
salam dari Jogja.
(joko martono)