Anak, Orang Tua, dan Internet

Oleh I Ketut Suweca

Deru teknologi informasi dan komunikasi demikian dahsyat. Bagai pesawat, ia melesat cepat membubung ke angkasa menembus langit. Lalu, sebagian dari kita lantas terlibat dalam pemanfaatannya, sebagian lagi hanya duduk terkesima menonton kedahsyatannya. Ada yang cepat dapat merespon kehadirannya, ada pula yang lambat dan menderita gagap.
Yang paling cepat beradaptasi pada umumnya adalah anak-anak kita, terutama yang berada diperkotaan, komunitas pertama yang terkena sentuhan teknologi. Mereka cepat bisa memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, yang salah satunya adalah internet. Di Indonesia, jumlah pengguna internet mencapai 25 juta orang (10,5% dari populasi). Dari jumlah tersebut, pengguna internet paling dominan di Indonesia adalah kalangan remaja (15-19 tahun) sebesar 64%.
Internet memberikan kemudahan dalam banyak hal. Informasi apapun demikian mudah dijangkau seolah-olah berada di ujung jari kita. Lihatlah, hanya dengan memencet tutskeyboardkomputer yang terkoneksi dengan internet, kita dan anak-anak sudah akan dengan segera mendapatkan berbagai informasi yang kita butuhkan. Kalau pada jaman dulu para murid akan memeras otakuntuk menyelesaikan tugas membuat paper dari gurunya, anak-anak kita kini dengan santainya meng-copy-paste konten tertentu di sebuah website lalu disistematisasi sesuai kebutuhan, dan jadilah paper itu. Tak usah ditanya apakah cara itu salah atau benar, kondisi kekinian dan kemudahan kiranya yang mendorong cara-cara seperti itu terjadi. Internet memang sangat banyak memberikan kemudahan: kemudahan mendapatkan informasi dan berkomunikasi (misalnya lewat facebook, dan twitter). 

Mengenal Bahaya Internet
Akses informasi yang kaya tersebut bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, internet merupakan sarana edukasi yang menyenangkan bagi anak. Di sisi lain, internetdapat juga menjadi akses bagi anak untuk mengetahui informasi yang tidak sesuai dengan umur mereka. Belum lagi kemungkinan anak berinteraksi dengan orang asing yang tidak ia kenal yang dapat membahayakan anak kita. Oleh karena itu, orang tua perlu terus meningkatkan pengetahuan mengenai internet sehingga dapat memahami aktivitas yang dilakukan anaknya di internet.
SitusFBI dalam A Parent’s Guide to Internet Safety, menyebutkan bahwa ada beberapa ciri anak kita berada dalam bahaya dalam kaitannya dengan berinternet :
1. Anak menghabiskan waktu yang lama untuk online terutama malam hari
2. Anda menemukan materi ponografi di komputer anak.
3. Anak sering menerima atau melakukan panggilan telepon dari orang yang tidak Anda kenal dan diantaranya sering panggilan jarak jauh.
4. Anak Anda menerima hadiah atau surat dari orang yang tidak Anda kenal.
5. Dengan cepat anak mematikan monitor atau mengganti layar pada saat Anda mendekat
6. Menarik diri dari keluarga.

Sementara itu, praktisi internetJudith MS Lubiskepada sebuah media menyatakan, bahwa data pada Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada bulan Februari 2010 menunjukkan ada 7 kasus penculikan dengan kondisi korban sebelumnya berkomunikasi melalui jejaring sosial facebook dengan pelaku. Beberapa kasus yang terkuak ke publik diantaranya kasus Latifah di Jombang, Nova di Tangerang, dan Dewi di Pondok Aren, Tangerang. Kasus terakhir adalah Devie Permatasari, seorang siswi SMP di Kota Bandung, yang dibawa kabur oleh Reno Tofik alias Tofik Hidayat setelah berkenalan di facebook. “Korban-korban itu terjerat karena rayuan pria yang ia kenal di Facebook. Devie, Nova, Latifah, dan yang terbunuh, Dewi, di Pondok Aren, semuanya terkena rayuan pria yang dikenal di facebook,” ujar Judith MS Lubis. 

Yang Perlu Diingatkan
Sehubungan dengan kasus-kasus di atas, sebagai orang tua, kita perlu mengingatkan anak-anak agar dapat menggunakan internet secara sehat dan aman. Diantaranya adalah, pertama, jaga kerahasiaan informasi pribadi. Jangan berikan anak untuk mencantumkan informasi yang bersifat pribadi ke dalam facebook atau lainnya. Kedua, waspadai orang yang tak dikenal yang ingin bertemu secara pribadi. Orang tidak selalu memiliki niat baik. Ini dibuktikan dengan kasus-kasus yang dipaparkan di atas. Dua hal inilah yang paling penting yang seharusnya diberikan kepada anak sebagai rambu-rambu.
Selanjutnya, ketiga, ingatkan anak-anak kita akan waktu. Keasyikan berselancar di internet acapkali membuat mereka lupa waktu. Keempat, ingatkan anak-anak kita dengan biaya ‘ngenet’. Baik di rumah (kalau memakai sistem limited) maupun di luar (warnet), setiap jam adalah uang yang mesti dikeluarkan. Jangan biarkan ia berinternet dengan mencari konten yang tak perlu karena ini akan membuang-buang uang dan waktu.
Kelima, ingatkan dia akan kesehatan. Berinternet terlalu lama, lambat laun dapat mengganggu kesehatan, terutama kesehatan mata. Mata perih dan berair karena lelah menonton layar monitor merupakan salah satu faktor yang mesti dihindari. Keenam, ingatkan anak-anak bahwa ia mempunyai tugas lain yang tak kalah pentingnya. Diantaranya, belajar untuk kepentingan sekolah misalnya membuat ‘PR’, dan belajar mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah.
Menggali informasi itu dari internet memang perlu bagi anak untuk mencapai kemajuan pendidikannya. Tapi, kepadanya harus tetap diberikan rambu-rambu dengan mengingatkannya akan bahayanya dan mendorongnya untuk berinternet sehat dan aman. Orang tua pun perlu meningkatkan pengetahuannya tentang internet. Semoga dengan demikian, anak-anak kita dapat memetik hasil yang terbaik dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini sekaligus terhindar dari bahaya.***

0 Response to "Anak, Orang Tua, dan Internet"

Posting Komentar