Patung di Tengah Jalan Penyebab Kemacetan, Benarkah?
Oleh Drs. I Ketut Suweca, M.Si
Patung di tengah jalan, pada awalnya didirikan untuk kepentingan estetika kota. Berbagai kota di Bali mendirikan patung di berbagai tempat, termasuk di persimpangan jalan. Jadi, adalah hal biasa kalau patung itu dimaksudkan terutama untuk menambah keindahan sebuah kota.
Tetapi, mengapa patung-patung itu, seperti Patung Dewa Ruci di simpang siur Kuta, harus dievaluasi karena ditengarai sebagai penyebab kemacetan lalu-lintas? Kalau, misalnya, patung-patung yang diperkirakan menjadi biang keladi kemacetan itu dibongkar, apakah kemacetan itu hilang bersamaan dengan hilangnya patung tersebut? Dalam beberapa waktu mungkin ya, tapi untuk jangka panjang? Membongkar patung-patung yang ada adalah salah satu pilihan saja, tapi bukanlah alternatif terbaik. Sayang bukan, patung dengan tamannya yang telah dibangun dengan dana yang cukup besar dan sudah dipelihara dengan baik selama ini, tiba-tiba saja harus dibongkar lantaran ditengarai mengganggu kelancaran lalu lintas!
Kalau direnungkan lebih dalam, sumber penyebab munculnya persoalan kemacetan bukanlah patung-patung itu, melainkan karena sangat padatnya arus lalu lintas. Orang sekarang dengan mudah mendapatkan sepeda motor. Dengan uang muka kecil saja, sebuah sepeda motor sudah bisa diambil dari toko dan dipakai wara-wiri di seputar kota. Jumlah kendaraan, roda dua maupun roda empat, benar-benar memadati di kota Denpasar, apalagi pada jam-jam masuk dan keluar kantor. Kalau, misalnya, dalam kepadatan itu, salah satu saja kendaraan roda empat memutar haluan atau menyeberang jalan, maka ini sudah menimbulkan kemacetan. Sesungguhnya tingkat kepadatan lalu lintas yang terlalu tinggilah yang menjadi penyebab kemacetan.
Lantas apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya? Persoalan utamanya adalah masalah kepadatan penduduk. Denpasar sudah sedemikian padat penduduknya, terutama oleh para pendatang/kaum urban disertai banyak dan beragamnya sarana transportasi yang dimilikinya. Lagi pula semua aktivitas numplek di Denpasar, mulai dari industri, pariwisata, pendidikan, dan sebagainya. Kaum urban berbondong-bondong ke Denpasar untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak. Karena di Denpasar ada ‘gula’ maka banyak sekali ‘semut’ yang nglurug ke Denpasar. Denpasar pun menjadi tujuan utama kaum urban sehingga kota ini menjadi kota metropolis yang dihiasi kemacetan setiap hari.
Untuk mengatasi kemacetan lalu lintas tersebut dalam jangka panjang seyogianya diawali dengan mengusahakan pemerataan pembangunan daerah-daerah lainnya di Bali sehingga memunculkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat menarik tenaga kerja. Selama ini banyak sekali generasi muda dari berbagai kabupaten di Bali yang mencari kerja di kota Denpasar dan sekitarnya. Mereka meninggalkan daerah kelahirannya dan bekerja bahkan menetap di Denpasar. Yang masih di di desa kebanyakan orang tua renta yang tentu saja tidak lagi produktif.. Mereka, genrasi muda itu, tak akan mau kembali ke desa dengan alasan susah mencari kerja di desa asalnya. Kalau menjadi petani mengikuti kakek-neneknya, mereka emoh. Bagi desa yang ditinggalkan berakibat kemunduran, bagi kota yang dituju berbuah kemajuan, kepadatan penduduk, dan kemacetan lalu lintas!
Diperlukan pemikiran bersama seluruh pemerintahan di Bali (provinsi dan kabupaten/kota) untuk menentukan strategi yang dapat dilakukan untuk membangun Bali secara totalitas, tidak parsial. Juga, untuk menetapkan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mendorong terciptanya pemerataan pertumbuhan ekonomi di seluruh kabupaten/kota di Bali dan bagaimana menarik investor agar menanamkan investasinya secara tersebar dan merata namun tetap dalam bingkai konsep “green province” dan pembangunan berkelanjutan. Hal itu perlu dilakukan untuk membuat simpul-simpul pertumbuhan ekonomi sekaligus menarik tenaga kerja agar tersebar relatif merata di kabupaten-kabupaten seluruh Bali dan tidak lagi numplek di Denpasar yang menimbulkan problem kemacetan.
Kalau direnungkan lebih dalam, sumber penyebab munculnya persoalan kemacetan bukanlah patung-patung itu, melainkan karena sangat padatnya arus lalu lintas. Orang sekarang dengan mudah mendapatkan sepeda motor. Dengan uang muka kecil saja, sebuah sepeda motor sudah bisa diambil dari toko dan dipakai wara-wiri di seputar kota. Jumlah kendaraan, roda dua maupun roda empat, benar-benar memadati di kota Denpasar, apalagi pada jam-jam masuk dan keluar kantor. Kalau, misalnya, dalam kepadatan itu, salah satu saja kendaraan roda empat memutar haluan atau menyeberang jalan, maka ini sudah menimbulkan kemacetan. Sesungguhnya tingkat kepadatan lalu lintas yang terlalu tinggilah yang menjadi penyebab kemacetan.
Lantas apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya? Persoalan utamanya adalah masalah kepadatan penduduk. Denpasar sudah sedemikian padat penduduknya, terutama oleh para pendatang/kaum urban disertai banyak dan beragamnya sarana transportasi yang dimilikinya. Lagi pula semua aktivitas numplek di Denpasar, mulai dari industri, pariwisata, pendidikan, dan sebagainya. Kaum urban berbondong-bondong ke Denpasar untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak. Karena di Denpasar ada ‘gula’ maka banyak sekali ‘semut’ yang nglurug ke Denpasar. Denpasar pun menjadi tujuan utama kaum urban sehingga kota ini menjadi kota metropolis yang dihiasi kemacetan setiap hari.
Untuk mengatasi kemacetan lalu lintas tersebut dalam jangka panjang seyogianya diawali dengan mengusahakan pemerataan pembangunan daerah-daerah lainnya di Bali sehingga memunculkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat menarik tenaga kerja. Selama ini banyak sekali generasi muda dari berbagai kabupaten di Bali yang mencari kerja di kota Denpasar dan sekitarnya. Mereka meninggalkan daerah kelahirannya dan bekerja bahkan menetap di Denpasar. Yang masih di di desa kebanyakan orang tua renta yang tentu saja tidak lagi produktif.. Mereka, genrasi muda itu, tak akan mau kembali ke desa dengan alasan susah mencari kerja di desa asalnya. Kalau menjadi petani mengikuti kakek-neneknya, mereka emoh. Bagi desa yang ditinggalkan berakibat kemunduran, bagi kota yang dituju berbuah kemajuan, kepadatan penduduk, dan kemacetan lalu lintas!
Diperlukan pemikiran bersama seluruh pemerintahan di Bali (provinsi dan kabupaten/kota) untuk menentukan strategi yang dapat dilakukan untuk membangun Bali secara totalitas, tidak parsial. Juga, untuk menetapkan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mendorong terciptanya pemerataan pertumbuhan ekonomi di seluruh kabupaten/kota di Bali dan bagaimana menarik investor agar menanamkan investasinya secara tersebar dan merata namun tetap dalam bingkai konsep “green province” dan pembangunan berkelanjutan. Hal itu perlu dilakukan untuk membuat simpul-simpul pertumbuhan ekonomi sekaligus menarik tenaga kerja agar tersebar relatif merata di kabupaten-kabupaten seluruh Bali dan tidak lagi numplek di Denpasar yang menimbulkan problem kemacetan.
0 Response to "Patung di Tengah Jalan Penyebab Kemacetan, Benarkah?"
Posting Komentar