Pencinta Buku, Istri, dan Duit

Oleh I Ketut Suweca

Seorang pria pencinta buku masuk ke sebuah toko. Bukan toko kelontong, tentu, melainkan toko buku. Bukan toko buku tulis dan perlengkapan kantor, tentu, melainkan toko yang menjual barang cetakan yang mengandung ilmu pengetahuan. Pencinta buku yang satu ini selalu menyempatkan diri ke toko buku. Paling tidak dua minggu sekali. Tak peduli, apakah ia sedang punya uang untuk membeli buku atau tidak. Yang penting baginya adalah dapat bertandang ke toko buku. Dia akan bergerak perlahan-lahan dari satu sisi ke sisi lain toko. Matanya terfokus ke berbagai bacaan dengan berbagai macam judul dan jenis yang dipajang di sederetan meja dan rak. Diamatinya judul buku-buku tersebut satu demi satu. Terkadang dia berhenti cukup lama di suatu tempat. Tangannya mengambil dan membolak-balik sebuah buku. Diperhatikannya judul buku itu, lalu dilihatnya juga bagian cover belakang. Dibacanya sepintas topik utama buku tersebut di cover belakang. Hatinya bergumam, “Mengapa semua buku dibalut plastik ya. Seharusnya disediakan satu buku yang tak dibungkus sehingga bisa dilihat secara penuh oleh pembeli. Bagaimana para calon pembeli mengetahui isi sebuah buku kalau mereka tak diijinkan melihat dalamnya?”.

Dia bisa bertahan di toko hingga dua jam kendati tak membeli satu pun dari ribuan buku itu. Hanya kaki yang terasa pegal yang mampu mengingatkannya untuk kembali pulang. Baginya, kalau sudah dapat menikmati indahnya hamparan buku, pria ini sudah merasa senang. Kalau lagi sedang ada duit, ia akan membeli beberapa buku untuk dilahap di sela-sela kesibukannya sehari-hari. Tapi, kalau ia memaksakan diri juga ke toko buku sementara itu ia tengah bokek, ya paling-paling di situ ia dapat melihat-lihat saja, terutama buku-buku terbitan terbaru. Tapi, yang acapkali terjadi, sesuatu bakal mengganggunya setelah itu. Apa? Dia akan selalu teringat pada satu-dua buku yang menarik minatnya. Keinginan untuk mendapatkan buku-buku tersebut tak pernah lenyap sampai ia benar-benar membelinya di kemudian hari. 
Kebetulan si pencinta buku, di samping doyan membaca, juga pintar menulis alias mengarang. Kebiasaan membaca sudah tumbuh sejak kecil. Lama-lama jadi keterusan, sulit dihentikan. Dari kebiasaan membaca tumbuh kegairahan menulis. Maka, akhirnya ia senang sekali menulis untuk media massa cetak, seperti koran dan majalahBelakangan ia tertar ik menulis buku. Dengan predikat sebagai penulis, tentu dia tak bisa menjaring pengetahuan dari angin. Ia mesti banyak membaca. Maka, jadilah membaca sebagai gaya hidupnya. Tanpa membaca baginya terasa ada yang belum lengkap, ada yang kurang. Menu hariannya, di samping makan-minum, juga buku. Alhasil, dalam sebulan selalu saja ia merasa perlu menyisihkan duitnya untuk membeli beberapa buku. Barang cetakan ini penting sekali baginya, sepenting makan dan minum. 
Pernah suatu hari ia mengajak istrinya ikut ke toko buku. Belum ada tiga puluh menit sang istri berbisik, ”Ayo Pa sudah disininya. Yuk ke toko baju. Lihat-lihat baju.” Dengan sedikit kesal, si suami yang doyan buku ini mengantarkan istrinya ke tempat yang diinginkan untuk menawar-nawar baju walaupun tak membeli satu pun. “Dasar perempuan,” hardiknya dalam hati. Pada kali lain, sang istri kembali diajak singgah ke toko buku setelah menyelesaikan sebuah urusan. Si istri manut saja dengan cacatan jangan berlama-lama di situ. Lagi-lagi sang istri menegur,”Pa, beli buku yang perlu untuk kuliah saja. Jangan buku-buku lain yang nggak perlu.” Bersyukur si lelaki bisa menahan diri sehingga tak memilih ‘perang’ dengan istrinya hanya gara-gara membeli buku ‘yang tak perlu’.
Sebagai penulis, si pencinta buku tak kunjung menghentikan kebiasaannya membeli buku. Salah satu kamar di rumahnya menjadi gudang buku. Memang lebih cocok disebut gudang daripada perpustakaan lantaran sebagian bukunya tak keruan tempatnya. Dua rak besar sudah penuh bahkan meluber. Sebagian dibiarkan berserakan di meja dan tergeletak di lantai. Sesuatu yang tak perlu dicontoh apalagi oleh mereka yang mengutamakan kerapihan. Istrinya tak berani lagi memindahkan atau merapikan posisi buku itu, takut ditegur seperti sebelumnya. Pengalaman mengajarkannya untuk tak mengganggu ‘wilayah privat’ suaminya. Si istri pernah ditegur gara-gara merapikan buku-buku tersebut yang berakibat pada sulitnya bagi si pencinta buku ketika hendak menemukan kembali sebuah buku untuk referensi bagi naskah yang sedang disusunnya. 
Kisah di atas sudah menjadi bagian dari masa lalu. Kini sang istri tak pernah lagi mengingatkan kalau sang suami membeli cukup banyak buku, juga tak mau ikut ke toko buku karena emoh berdiri lama-lama di situ. Ketika suaminya membawa pulang sejumlah besar buku, sang istri hanya manggut-manggut, kadang-kadang pura-pura tak tahu. Mungkin ia sadar kalau suaminya membutuhkan buku untuk menulis. Barangkali juga ia mulai mafhum bahwa tulisan-tulisan suaminya itu mendatangkan duit. Dari menulis, mereka sekeluarga membiayai hidup. Rumah sederhana yang ditempatinya kini sebagian dari royalty buku-buku hasil karyanya dan honor ratusan artikel di sejumlah koran dan majalah, di samping dari gajinya sebagai pekerja kantoran. 
Read more ...

Meraup Uang dari Menulis Artikel

I Ketut Suweca

Judul Buku : Menguangkan Ide: Kaya dengan Menulis Artikel
Penulis       : Sudaryanto
Penerbit     : Leutika, Yogyakarta
Cetakan     : Pertama, Maret, 2010.
Tebal         : xiii + 154 hal.


Belakangan ini kegairahan para calon penulis dan penulis pemula untuk menekuni bidang tulis-menulis kian besar saja. Itulah sebabnya mengapa buku-buku yang bertema teori menulis/mengarang semakin laris di pasaran. Daya tarik itu muncul disebabkan oleh sejumlah faktor, diantaranya, lantaran dengan menulis di media massa seseorang dapat memperoleh kepuasan rohani, popularitas, dan imbalan uang.
Sudaryanto, melalui buku ini bertutur banyak seputar dunia tulis-menulis. Ia yakinkan pembaca, bahwa semua orang bisa menjadi penulis asalkan memiliki kemauan dan keuletan merealisasikan niatnya. Sudaryanto juga memaparkan tentang pengertian artikel, karakteristik, syarat-syarat untuk menjadi penulis artikel, dan cara pintar menulis artikel. Dijelaskan pula tentang peluang dan hambatan menulis artikel guna memberikan pemahaman kepada mereka yang tertarik menekuni dunia penulisan untuk membuat artikel yang berbobot dan layak muat di media massa.

Ditegaskannya, pekerjaan menulis itu tak hanya untuk mereka yang berbakat menulis. Setiap orang berpotensi menjadi penulis asalkan dia memiliki niat dan kemauan keras dan bersedia pula bertekun menulis setiap harinya. Bakat hanya berperan 10 persen dalam menentukan kesuksesan, sisanya, 90 persen adalah kerja keras. Oleh karena itu, jangan terlalu mempedulikan bakat. Karena, latihan menulis yang berkesinambunganlah yang akan mengantarkan seseorang menjadi penulis handal. Tanpa berlatih menulis secara kontinyu mustahil seseorang menjadi penulis kendati pun dia adalah keturunan penulis terkenal. 
Sudaryanto menyebut artikel sebagai jenis karya tulis yang dipublikasikan di surat kabar atau majalah (baca: media massa). Artikel, sebagaimana dikatakan penulis buku ini, dapat digunakan untuk meyakinkan, mendidik, atau menghibur publik. Tidak salah jika ada orang yang menganggap artikel sama dengan opini di surat kabar. Alasannya, kedua-duanya bersifat aktual, karena isunya diangkat dari persoalan dalam masyarakat/publik. Dengan mengutip Sumadaria (2004), dikatakan bahwa ada lima syarat untuk dapat menjadi penulis artikel. Ke lima syarat itu, yakni (a) kemampual teknikal, (b) mental, (c) reading habit, (d) intelektual, dan (e) sosiokultural. Kemampuan teknikal dimaksudkan adalah kemampuan menggunakan alat teknologi, seperti komputer, laptop, notebook, atau e-mail (surat elektronik). Kemampuan ini menjadi penting, karena belakangan ini semua media massa mensyaratkan pengiriman artikel melalui e-mail. Kemampuan mental merujuk pada tekad, semangat, dan kemauan keras untuk terus belajar disertai sikap pantang menyerah (hal. 36). 
Kebiasaan membaca (reading habit) adalah persyaratan mutlak bagi seorang penulis. Tanpa kebiasaan membaca, niscaya seorang penulis akan mentok karier penulisannya. Membaca harus sudah menjadi menu harian seperti halnya makan dan minum. Oleh karena itu, calon penulis atau penulis pemula mesti rajin meluangkan waktu untuk membaca beragam referensi: koran, majalah, buku dan jurnal, dan fenomena-fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Dengan kata lain, ia harus senantiasa mengisi amunisi pengetahuannya sebelum membidik para calon pembaca melalui artikel-artikelnya. 
Kemampuan intelektual dimaksudkan sebagai kemampuan menyajikan tulisan yang tersusun secara logis, sistematis, dan analitis. Disertakan pula referensi yang sifatnya aktual dan relevan. Karena, pada hakekatnya, menulis merupakan kegaiatan kreatif berbasiskan intelektualitas. Selanjutnya, kemampuan sosiokultural dimaknai sebagai kemampuan penulis untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial. Dari lingkungan sosial itu, melalui diskusi-diskusi formal dan informal, seorang penulis akan memperoleh ide-ide cemerlang sebagai bahan tulisan. 
Berbicara tentang syarat-syarat pengiriman artikel, penulis buku ini menyebutkan 8 syarat. Dari ke delapan syarat itu, dua diantaranya sangat penting. Pertama, topik yang diuraikan atau dibahas adalah sesuatu yang sifatnya aktual, relevan, dan menjadi persoalan dalam masyarakat. Kedua, artikel yang ditulis haruslah mengandung hal-hal baru yang belum pernah dikemukakan penulis lain (hal. 45). Dianjurkan pula agar sebelum mengirimkan tulisan ke media massa, penulis melakukan pengeditan (editing) terhadap naskahnya. Redaksi media tak akan bersedia memuat artikel ‘asal jadi’. Bisa jadi, sebelum dibaca seluruhnya, tulisan itu akan dibuang ke bak sampah alias ditolak. 
Di samping membeberkan tentang cara menulis artikel yang sifatnya teknis, Sudaryanto mengetengahkan mengenai peluang dan hambatan menulis artikel. Yang dimaksudkan sebagai peluang adalah peluang menulis di surat kabar dan majalah. Kalau seorang penulis handal pintar menangkap peluang itu, bukan mustahil ia akan menembus income Rp.2,5 juta per bulan, bahkan lebih. Itu kalau ia berhasil menembus koran nasional dengan 5 tulisan saja setiap bulannya (rata-rata per artikel dibayar Rp.500 ribu). Cukup menarik, bukan? 
Kendati peluang demikian terbuka untuk menulis di media massa, toh masih banyak penulis yang mengalami hambatan dalam karier penulisannya. Sebutlah misalnya, ia malas membaca, malas pula belajar menulis, serta tidak peka terhadap isu-isu terkini. Di samping itu, ketatnya persaingan menembus media massa dan ketidakmampuan melihat karakter, visi, dan misi media, juga bisa menjadi hambatan. Hanya penulis yang punya niat kuat dan bersedia bertekun di bidang tulis-menulis tanpa pernah putus asa yang akan berhasil menjadi penulis sukses. 
Buku bercover dasar kuning dengan gambar lembaran-lembaran uang seratus ribuan rupiah dan setumpuk koran ini memang layak dibaca, terutama oleh mereka yang bercita-cita menjadi penulis atau penulis pemula. Bahasanya sederhana dan mengalir sehingga mudah dicerna oleh pembaca dari berbagai latar belakang pendidikan. Yang membuat buku ini berbeda diantara buku-buku sejenis adalah daya gugahnya yang besar. Setelah seseorang membacanya, besar kemungkinan dia akan semakin bergairah menjadi penulis. Belum lagi bonus yang dilampirkan pada bagian akhir buku ini yang berisi daftar alamat surat kabar dan majalah, contoh penulisan surat pengantar artikel, dan hari-hari penting internasional dan nasional. (*) 
Read more ...

Bali Green Province dan Bank Sampah

Oleh I Ketut Suweca


“Hanya orang sembarangan yang
membuang sampah sembarangan”
(Tulisan pada sebuah papan di pinggir jalan)


Bali Green Province dideklarasikan Gubernur Bali 22 Februari 2010 bertepatan dengan Pembukaan Konferensi UNEP ke-11 di Nusa Dua Bali. Bali Green Province adalah komitmen Pemerintah Provinsi Bali bersama Pemerintah kabupaten/Kota, swasta, LSM dan seluruh komponen masyarakat Bali mewujudkan Bali yang bersih, sehat, indah, hijau, dan lestari bagi generasi kini dan yang akan datang. Visi yang diusung adalah terciptanya Bali Bersih dan Hijau tahun 2013.

Sejak saat itu, Pemerintah Provinsi Bali menyusun program aksi yang pada intinya meliputi tiga pilar utama. Pertama, green economic, artinya bagaimana menjadikan kegiatan ekonomi yang bertujuan mensejahterakan rakyat Bali dapat dilangsungkan tanpa merusak alam (berwawasan lingkungan). Kegiatan ekonomi di Bali dapat mendukung keajegan alam Bali. Kedua, green culture yang secara konseptual sesungguhnya sudah ada dalam kearifan lokal masyarakat Bali, seperti Tri Hita Karana. Kearifan lokal itu harus dilestarikan dan bahkan jika memungkinkan selalu mengusahakan untuk menumbuhkan budaya hijau. Ketiga, clean and green, yang lebih menekankan pada terwujudnya lingkungan daerah Bali yang bersih dan terbebas dari pencemaran dan kerusakan sumberdaya alam. 
Tentu saja upaya ini perlu didukung secara maksimal oleh seluruh komponen masyarakat untuk menjadikannya kenyataan. Kendati, sesungguhnya Bali sudah lama memiliki kearifan lokal (local genius) untuk menjaga dan memelihara alam lingkungannya. Para tetua di Bali sudah mewariskan kepada generasi masa kini konsep-konsep hidup yang selaras dengan alam. Inilah yang perlu dilaksanakan dan dikembangkan. Kalau kini muncul Bali Green Province, tentu dimaksudkan agar kita, masyarakat Bali, lebih peduli lagi dengan kebersihan dan memelihara lingkungan. 
Berkaitan dengan hal ini, sangatlah elok apabila Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kabupaten/Kota se Bali lebih greget lagi merangsang masyarakat agar peduli terhadap sampah dan mendorong pola hidup bersih dan sehat. Misalnya dengan memberikan insentif kepada kelompok-kelompok masyarakat yang peduli dan berhasil menjaga kebersihan lingkungan dan melestarikan alam di lingkungannya. Hal ini menjadi penting dalam rangka menggugah masyarakat untuk secara lebih aktif merawat alam dan menjaga kebersihan lingkungan. Insentif dimaksud hanya sebagai pemantik yang diperlukan pada awalnya saja sampai tiba saatnya masyarakat benar-benar mampu secara mandiri menciptakan kehidupan yang bersih, sehat, dan hijau. 
Bank Sampah
Terkait dengan topik ini, ada hal yang menarik dari sosialisasi mengenai Bali Green Province yang diselenggarakan Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Buleleng belum lama ini di Singaraja. Pembicara, Ir. Komang Ardana, M.Si., Kabid Pengawasan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Bali dalam acara tersebut menceritakan keberadaan sebuah bank yang secara khusus berkaitan dengan sampah, sehingga disebut dengan Bank Sampah. Ardana menyebutkan Bank Sampah “Karya Peduli” yang berkedudukan di Jl. Beting Indah I No.02 RT 005/09, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, sebagai contoh. 
Dijelaskan, Bank Sampah “Karya Peduli” beroperasi dengan cara demikian: Pertama, petugas bank sampah berkeliling ke rumah warga untuk mengambil tabungan berupa sampah. Jadwal pengambilan sampah oleh teller keliling dilakukan tiga kali dalam seminggu. Selanjutnya, kedua, sampah warga ditimbang dan diberi nilai rupiah sesuai daftar harga dan jenis sampah yang ditabung oleh warga. Ketiga, menghitung hasil timbangan dan nilai rupiah sampah dan mencatatnya ke buku rekening nasabah dan buku catatan teller keliling. Buku rekening tabungan untuk nasabah bank sampah, sedangkan buku catatan untuk laporan oleh teller keliling. Keempat, petugas kembali ke kantor bank sampah untuk melaporkan hasil pengambilan sampah warga. Teller akan mendapatkan upah berdasarkan persentase dari berat sampah yang diambil dari warga. Di bank dilakukan proses menginput data catatan teller keliling ke dalam komputer.
Langkah kelima, dilakukan pemilahan sampah sesuai dengan jenisnya: sampah organik langsung diolah supaya tidak menimbulkan bau dan penyakit. Pupuk kompos hasil olahan sampah organik dijual kepada warga dengan harga yang terjangkau. Sedangkan, sampah nonorganik dipilah-pilah sesuai dengan jenisnya. Ketujuh, setelah sampah nonorganik itu dipilah dan ditempatkan sesuai jenisnya kemudian diolah menjadi barang kreasi kerajinan tangan dan sisanya dicacah dan dijual ke pabrik peleburan plastik. 
Sebuah koran nasional belum lama ini memuat tulisan tentang bank yang serupa. Namanya Bank Sampah “Gemah Ripah” berlokasi di Dusun Bandegan, Bantul, Yogyakarta. Cara kerjanya hampir sama dengan Bank Sampah “Karya Peduli”. Kesuksesan bank sampah yang memegang motto “menabung sampah, hidup lebih bersih dan hari esok lebih baik” ini menginspirasi daerah lain. Kini, bank sampah telah diterapkan di 20 desa di Bantul, melibatkan sekitar 1.000 keluarga. 
Kiranya model bank semacam ini ada baiknya dirintis di Bali. Kalau bank semacam ini terdapat minimal satu buah di setiap kabupaten/kota di Bali, niscaya Pulau Dewata berangsur-angsur bersih dan indah, jauh dari kekumuhan yang kini sudah mulai tampak di beberapa sudut kota. Ada nilai ekonomis yang diperoleh dari model bank sampah ini, di samping mampu menampung tenaga kerja. Kebiasaan membuang sampah sembarangan (throwaway lifestyle) sebagaimana digelitik pada awal tulisan ini pun, dapat dikurangi. Siapa yang tertarik?
Read more ...

Menumbuhkan Kegemaran Membaca pada Anak

Oleh I Ketut Suweca

Banyak orang tua mengaku kesulitan menyuruh putra-putrinya untuk rajin membaca. “Setiap kali membaca, si anak mengaku mengantuk. Yang mengherankan, kalau menonton televisi, ngantuknya hilang. Memang ia lebih suka nonton TV daripada membuka-buka bukunya. Kalau sedikit dipaksa, ia akan pura-pura saja membaca,” demikian antara lain keluhan para orang tua. Berikut ini penulis menawarkan beberapa saran yang bisa dilakukan para orang tua untuk mendorong putra-putri mereka gemar membaca.
Pertama, ciptakan suasana belajar di rumah. Buatlah agar anak merasa betah di rumah atau di kamar belajarnya. Suasana rumah akan sangat menentukan mood si kecil untuk membaca. Sediakan sebuah meja belajar untuknya. Kalau mungkin, lengkapi dengan sebuah rak buku sederhana di samping meja belajarnya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sirkulasi udara dan pencahayaan sinar lampu dan cahaya matahari tak langsung di dalam kamar/ruangan. Upayakan menyediakan fasilitas belajar yang memadai yang memungkinkan si anak akan terdorong dan betah duduk dan membaca.
Kedua, berikan hadiah atau oleh-oleh berupa buku atau majalah. Ketika si kecil mendapat suatu prestasi di sekolahnya, sekecil apapun prestasi itu, berikan hadiah bacaan, baik berupa buku maupun majalah anak-anak. Ketika ia berulang tahun pun, elok sekali kalau dihadiahi bahan bacaan. Tentu saja dipilihkan bacaan yang sesuai dengan usia dan kesukaannya. Mungkin ia suka buku cerita, barangkali pula ia senang dengan majalah anak-anak. Bila dana memungkinkan, ada baiknya berlangganan sehingga si kecil secara kontinyu dapat membacanya. Tatkala orang tua datang dari bepergian jauh, akan bagus sekali kalau dibawakan buku dan majalah untuk si kecil sebagai oleh-oleh.

Ketiga, berkunjung ke toko buku atau ke perpustakaan. Mengajak anak berkunjung ke pusat-pusat buku seperti toko buku dan perpustakaan akan membawa anak tidak asing lagi dengan berbagai buku, sekaligus agar ia kenal bahwa buku itu beragam jenisnya dan banyak sekali judulnya. Agar si kecil juga tahu bahwa ada bacaan yang cocok untuk anak-anak, remaja dan orang dewasa. Kalau mengajaknya toko buku, selagi ada dana yang cukup, bagus sekali untuk membelikannya satu atau dua buku atau majalah. Demikian pula, saat berkunjung ke perpustakaan, jika ada satu-dua buku yang disukainya, ada baiknya dipinjamkan untuk dibaca di rumah.

Keempat, ajak ia belajar merawat buku. Caranya, antara lain dengan melibatkan anak pada saat menyampuli buku. Beritahu pula dia bagaimana cara membuka-buka lembar demi lembar halaman buku agar tidak cepat kucek dan rusak. Latih dia untuk menata buku di atas meja atau di rak dengan rapi. Sesekali berikan pujian kalau caranya sudah benar. Beri petunjuk kalau masih ada yang salah. Buatlah agar si kecil mencintai buku dengan membaca dan merawatnya dengan baik.

Kelima, sesekali mintalah anak menceritakan isi buku. Dorong si kecil untuk mau menceritakan isi buku atau bacaan. Ajak dia berbincang-bincang tentang isi buku itu. Kalau perlu minta pendapatnya tentang tokoh-tokoh dalam buku cerita itu dengan bertanya mana tokoh yang baik, mana pula tokoh yang jahat. Dengan begini, isi buku itu akan lebih melekat di benak si kecil. Kalau ia dapat memaparkan kembali isi cerita itu dengan cukup baik, beri dia imbalan berupa bacaan.

Keenam, latihan mengarang yang sederhana. Beberapa majalah anak-anak yang memberikan kesempatan kepada si kecil untuk ikut menulis pada majalah itu. Ajaklah ia untuk mencoba menuliskan gagasannya. Mungkin dengan menulis hal-hal yang paling sederhana. Misalnya, pengalaman yang unik dan tak terlupakan yang pernah dialaminya. Atau, menuliskan pendapatnya tentang sesuatu hal. Bantulah untuk mengoreksi hasil karyanya. Beritahu pula langkah-langkah mengirimkan tulisan ke majalah itu. Bantu dia mengirim naskahnya melalui e-mail atau ajak ia ikut ke kantor pos untuk mengirimkan hasil karyanya itu ke Redaksi majalah tersebut. Kalau ada kesempatan mengikuti lomba mengarang yang sesuai dengan usianya, libatkan dia sebagai peserta.

Keenam, menjadi teladan yang baik. Kata pepatah, perbuatan terdengar lebih nyaring daripada kata-kata. Kalau ingin mendorong sang anak agar rajin membaca, maka orang tua harus menjadi teladan. Caranya, antara lain dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan nyaman. Televisi atau radio dan sejenisnya yang dinyalakan pada saat anak sedang membaca atau belajar hanya akan mengganggu konsentrasinya. Oleh karena itu, sebaiknya dimatikan. Dampingi si kecil pada saat ia membaca. Baik juga kalau orang tua pun ikut membaca seraya duduk tak jauh dari si anak. Ini bagus sebagai bentuk teladan yang baik.
Menumbuhkan kegemaran membaca pada anak tidak bisa hanya dengan perintah atau dengan menyuruh-nyuruh. Mereka harus dimotivasi, difasilitasi, dan diberi contoh real sebagai bentuk keteladanan. Semoga dengan begitu, kegemaran membaca dapat ditumbuhkan, keluhan orang tua bahwa anaknya malas membaca pun, dapat diatasi.
Read more ...

Menjadikan Blog sebagai Wahana Berlatih Menulis

Oleh I Ketut Suweca

Blog merupakan jenis website atau situs yang banyak dikenal belakangan ini. Blog banyak diminati masyarakat sebagai tempatmenyalurkan pemikiran, karena dapat diperoleh secara gratis. Beberapa situs menyediakan layanan blog gratis ini, diantaranya  Blogger dan Wordpress. Kalau mau berlatih menulis lewat blog, maka pertama-tama kita harus memiliki sebuah blog dulu di internet.Caranya cukup sederhana. Kalau tidak mengetahui cara membuat blog, hanya diperlukan seorang teman yang tahu hal ini untuk diminta bantuan membuatkan. Atau, boleh dicari melalui search engine Google dengan mengetik, misalnya: cara membuat blog. Ikuti prosesnya sesuai petunjuk yang dicantumkan di dalam situs yang memuat tata cara membuat blog itu. Kita juga bisa mendapatkan cara membuat blog dari buku-buku panduan yang dijual di toko-toko buku. Nah, kalau sudah mempunyai blog, maka tinggal kita memposting artikel ke dalamnya secara berkala.

Mulai Berlatih Menulis
Setelah mempunyai blog, lalu apa yang kemudian dilakukan? Tiada lain selain mengisinya dengan tulisan/artikel. Untuk menjadi mahir dalam dunia tulis-menulis, maka berlatih menulis itu sangat penting. Sama dengan orang yang ingin pintar berenang, ia mesti berlatih berenang dengan terjun langsung ke air. Tidak bisa hanya dengan membaca buku bagaimana berenang dengan baik saja seseorang akan langsung bisa mahir berenang. Proses pembelajaran harus dilalui untuk menjadi mahir berenang. Demikian pula dalam hal menulis. Seorang calon penulis atau penulis pemula membutuhkan latihan yang terus-menerus untuk mendapatkan ketrampilan atau keahlian menulis. Ala bisa karena biasa, bukan?
Banyak orang menganjurkan untuk menggunakan buku harian sebagai sarana awal berlatih menulis. Tidaklah salah kalau orang memilih buku harian dalam menuliskan unek-uneknya. Menulis di buku harian, acapkali menyangkut hal-hal yang pribadi yang tidak perlu diketahui publik. Kerahasiaan dan aspek privasinya lebih terjaga. Tulisan di dalam buku harian menjadi semata-mata sebagai dokumen pribadi. Sama sekali tidak untuk dipublikasikan. Berbeda dengan buku harian, blog memiliki banyak kelebihan. 

Manfaat Berlatih Menulis di Blog
Dengan blog, tulisan pasti dimuat. Tidak ada pihak lain yang menentukan sebuah naskah layak dimuat di blog atau tidak. Semuanya ditentukan oleh pemilik blog yang juga sebagai penulis naskah yang hendak di-posting. Kalau di koran/majalah ada Redaksi yang bakal menyeleksi naskah kita, apakah dipandang layak muat ataukah tidak. Sebaik atau sejelek apapun naskah tersebut, tetap ia dapat dipostingke dalam blog sendiri sebagai konten.
Melalui blog, penulis blog dapat berbagi. Ilmu kalau tak digunakan bakal hilang dan percuma. Tapi, ilmu kalau diamalkan akan menjadi sangat berguna. Berguna bagi diri sendiri dan berguna pula bagi orang lain.Oleh karena itu, penting sekali bagi kita untuk berbagi pengetahuan atau ilmu. Bukankah berbagi ilmu merupakan salah satu bentuk amal yang luhur? Melalui blog itulah kita bisa membagikan pemikiran kepada orang lain.
Blog juga dapat dimafaatkan sebagai arena atau wadah menyimpan tulisan (dokumentasi). Blog dapat berfungsi sebagai documentary bagi seseorang. Naskah yang disimpan di komputer atau di flashdisk, acapkali hilang karena dimakan virus. Nah, kalau kita‘menyimpan’ naskah di blog, di samping dapat dibaca dan dimanfaatkan oleh pembaca lain, juga terdokumentasi dengan aman tanpa takut terkena virus.
Melalui tulisan-tulisan di blog, secara tidak langsung kitamemperkenalkan diri kepada dunia. Kalau pengunjung blog bertambah banyak, maka kita akan semakin dikenal. Kunjungan ke blog banyak tergantung pada isi blog kita. Kalau isi blog itu berkualitas sehingga diperlukan oleh pembaca, maka akan semakin banyak pembaca yang membuka blog kita. Sebaliknya, kalau kita mengisi blog sekadarnya saja, seperti sekedar copy-paste dari konten blog lain, maka tak pelak lagi, blog kitatidak akan pernah berkembang dengan baik. Pembaca akan meninggalkan blog semacam itu.
Jangan lupa, blog juga bisa dimanfaatkan untuk mencari duit. Istilah populernya adalah bisnis online. Beberapa tahun terakhir banyak sekali situs atau blog yang dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk monetisasi atau meraup duit. Ada banyak jurus untuk mendapatkan income dari blog tersebut. Ambilah contoh, dengan memasang iklan di blog bekerjasama dengan KumpulBloger atau Adsense. Ada banyak orang menjadi kaya dengan monetisasi blog. Tapi, satu hal yang menjadi kunci keberhasilan sebuah blog adalah postingan-nya harus yang berkualitas dan kontinyu. Tulisan-tulisan yang bagus akan mampu menarik pengunjung. Dari sekian banyak pengunjung itu tentu ada diantaranya yang meng-klik iklan yang kita letakkan di blog. Setiap klik terhadap iklan tersebut, kita akan mendapatkan duit dari pemasang iklan.Istilahnya : pay per click (ppc).
Apa yang kita posting ke blog menunjukkan kesungguhan dan jati diri kita. Dan, blog itu tak sekali atau dua kali diisi dengan naskah, kemudian selesai. Dituntut kontinyuitas untuk merawat dan menyempurnakannya secara berkesinambungan sehingga semakin lama semakin dikenal sebagai blog yang memiliki kualitas. Penulis (saya) sendiri memiliki sebuah blog sederhana beralamat di http//www.economist-suweca.blogspot.com. Blog itu saya maksudkan sebagai wahana untuk berbagi dengan pengunjung sekaligus sebagai tempat mendokumentasikan sejumlah naskah yang sudah pernah dipublikasikan sebelumnya. Sebagai contoh, naskah yang sudah pernah dimuat di Bali Express saya posting di blog untuk tujuan berbagi dan dokumentasi.
Berlatihlah menulis dengan sungguh-sungguh. Posting (masukkan) tulisan itu ke blog yang sudah dibangun. Usahakan memasukkan tulisan terbaik yang bisa dibuat. Postinglah naskah-naskah itu secara periodik, misalnya seminggu dua kali, dua hari sekali, bahkan setiap hari. Jadi, di samping untuk berbagai pengetahuan, mengangkat popularitas, arena menyimpan tulisan, mendapatkan duit, maka lambat laun kemampuan menulis kita pun semakin terasah.
Sudah tak terhitung jumlah orang yang memiliki kemampuan menulis dengan mengasahnya melalui media blog. Maka, jangan ditunda lagi, marisering-sering berlatih menulis di blog. Setelah merasa mantap, lanjutkan dengan memasuki mainstream: menulis untuk media massa, seperti koran atau majalah.
Read more ...

Bencana, Solidaritas, dan Ekonomi Rakyat

Oleh I Ketut Suweca

Hati terasa sangat sedih saat melihat laporan televisi dan membaca surat kabar yang menayangkan tentang penderitaan para korban bencana Gunung Merapi. Hati bertambah sedih lagi tatkala menyaksikan gambar-gambar korban gunung Merapi yang berjuang keras mempertahankan hidup dari terjangan wedhus gembel dan material gunung lainnya. Bencana ini demikian dahsyat hingga merenggut nyawa 141 orang korban, dengan rawat inap 435 orang, dan mengungsi 279.702 orang. Ini data per 9 November 2010 yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 

Solidaritas Sosial
Keadaan yang luluh-lantak oleh terjangan letusan Merapi menyisakan kepahitan hidup pada para korbannya. Ribuan rakyat menderita karenanya. Akan tetapi, di tengah-tengah kesulitan dan keterpurukan itu, ternyata telah terlahir sesuatu yang selama ini mungkin dianggap sudah menyusut, yakni solidaritas sosial. Karena, ternyata banyak sukarelawan yang terjun ke daerah bencana untuk membantu. Banyak pula para dermawan yang dengan tulus memberikan sumbangan untuk sesama anak bangsa yang terkena bencana. Berbagai bentuk bantuan disumbangkan oleh masyarakat untuk meringankan beban para korban Merapi. Dengan semangat yang tinggi, mereka menyujudkan solidaritas dan empatinya, tanpa merasa perlu berpidato kesana ke mari untuk mengumumkan bahwa mereka telah berkontribusi. Tidak pula ada motif-motif politik atau pamrih di balik itu. Mereka ikhlas. Sangat ikhlas. Ini sungguh mengharukan.
Tidak kurang dari media massa yang mempublikasikan bencana tersebut sehingga diketahui banyak orang, di dalam maupun di luar negeri. Media massa, baik cetak maupun elektronik, dengan setia menunaikan tugasnya memberitakan perkembangan terakhir gunung Merapi dan penanganan korban. Dari laporan awak media itulah masyarakat luas mengetahui kondisi terakhir wilayah bencana. Tanpa para jurnalis media, masyarakat yang jauh dari lokasi kejadian tentu akan kesulitan mendapatkan informasi tentang meletusnya Merapi berikut perkembangan keadaan masyarakat di sekitarnya. Di sinilah peran media massa demikian besar, penting, dan strategis dalam melaporkan situasi krisis yang sedang terjadi.
Di samping melalui pemberitaan, sejumlah media massa juga membuka dompet peduli: menghimpun dana untuk membantu korban bencana. Beberapa media elektronik dan cetak membuka nomor rekening bank untuk menampung dana masyarakat yang peduli, dan setelah terkumpul lalu disalurkan kepada para korban Merapi. Para dermawan pun berduyun-duyun membantu dengan mengikhlaskan sebagian dari penghasilannya guna meringankan saudara-saudaranya yang tengah ditimpa kemalangan. Ungkapan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” benar-benar menjadi nyata. 

Ekonomi Rakyat
Bencana Merapi menimbulkan derita yang tiada tara bagi para korban. Banyak infrastuktur yang hancur, seperti instalasi listrik, air minum, dan jaringan telepon. Ribuan rumah warga mengalami rusak berat sehingga tak mungkin ditempati lagi kecuali dibangun ulang dari awal. Banyak lahan perkebunan dan pertanian yang rusak. Tak kurang pula hewan-hewan peliharaan petani yang mati. Ketika Merapi berhenti memuntahkan wedhus gembel, lava panas, dan material lain dari perutnya, persolannya belum lagi selesai.
Life must going on. Masyarakat mesti membangun rumahnya kembali. Mereka harus pula mengolah kembali lahan pertaniannya yang telah rusak agar bisa produktif demi menyambung hidup. Ekonomi rakyat harus bangkit dan dibangkitkan. Infrastruktur mesti dibangun kembali oleh pemerintah daerah setempat bersama-sama dengan pemerintah pusat. Kantor-kantor pemerintah yang selama ini sementara terpaksa ditutup, harus diaktifkan lagi. Seluruh pelayanan dan fasilitas publik mesti dibangun lagi. Tentu saja dibutuhkan dana yang besar untuk membangun kembali semua yang kini porak-poranda. Belum lagi memulihkan trauma psikhologis yang ditimbulkannya. Dana recovery tersebut tentu bukan menjadi persoalan yang sangat besar. Asal pemerintah mau pasti mampu melakukan pemulihan dari bencana ini bersama rakyat. Uang rakyat memang seyogianya kembali ke rakyat, bukan dipakai pelesiran ke negeri seberang sementara rakyat menderita dan membutuhkan bantuan saat ini.
Kita memang seharusnya tak perlu pesimis. Di balik bencana pasti akan ada hikmah. Tuhan tentu akan menunjukkan jalan terbaik bagi kita untuk menata kembali semua yang kini porak-poranda. Asal kita semua berusaha, asal kita semua tetap semangat untuk bangkit lagi dari kesulitan. Seperti slogan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono : bersama kita bisa! Maka, janganlah pernah berhenti untuk menjaga dan memelihara solidaritas sosial dan empati yang telah tampak nyata saat bencana tengah terjadi. Marilah lanjutkan perjuangan untuk beramal dengan membantu saudara-saudara kita yang tertimpa bencana. Semoga kian banyak yang tersentuh hatinya untuk tidak tinggal diam. Ingatlah, saudara-saudara kita masih menunggu uluran tangan kita. Bergegaslah.
Read more ...

Anak, Orang Tua, dan Internet

Oleh I Ketut Suweca

Deru teknologi informasi dan komunikasi demikian dahsyat. Bagai pesawat, ia melesat cepat membubung ke angkasa menembus langit. Lalu, sebagian dari kita lantas terlibat dalam pemanfaatannya, sebagian lagi hanya duduk terkesima menonton kedahsyatannya. Ada yang cepat dapat merespon kehadirannya, ada pula yang lambat dan menderita gagap.
Yang paling cepat beradaptasi pada umumnya adalah anak-anak kita, terutama yang berada diperkotaan, komunitas pertama yang terkena sentuhan teknologi. Mereka cepat bisa memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, yang salah satunya adalah internet. Di Indonesia, jumlah pengguna internet mencapai 25 juta orang (10,5% dari populasi). Dari jumlah tersebut, pengguna internet paling dominan di Indonesia adalah kalangan remaja (15-19 tahun) sebesar 64%.
Internet memberikan kemudahan dalam banyak hal. Informasi apapun demikian mudah dijangkau seolah-olah berada di ujung jari kita. Lihatlah, hanya dengan memencet tutskeyboardkomputer yang terkoneksi dengan internet, kita dan anak-anak sudah akan dengan segera mendapatkan berbagai informasi yang kita butuhkan. Kalau pada jaman dulu para murid akan memeras otakuntuk menyelesaikan tugas membuat paper dari gurunya, anak-anak kita kini dengan santainya meng-copy-paste konten tertentu di sebuah website lalu disistematisasi sesuai kebutuhan, dan jadilah paper itu. Tak usah ditanya apakah cara itu salah atau benar, kondisi kekinian dan kemudahan kiranya yang mendorong cara-cara seperti itu terjadi. Internet memang sangat banyak memberikan kemudahan: kemudahan mendapatkan informasi dan berkomunikasi (misalnya lewat facebook, dan twitter). 

Mengenal Bahaya Internet
Akses informasi yang kaya tersebut bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, internet merupakan sarana edukasi yang menyenangkan bagi anak. Di sisi lain, internetdapat juga menjadi akses bagi anak untuk mengetahui informasi yang tidak sesuai dengan umur mereka. Belum lagi kemungkinan anak berinteraksi dengan orang asing yang tidak ia kenal yang dapat membahayakan anak kita. Oleh karena itu, orang tua perlu terus meningkatkan pengetahuan mengenai internet sehingga dapat memahami aktivitas yang dilakukan anaknya di internet.
SitusFBI dalam A Parent’s Guide to Internet Safety, menyebutkan bahwa ada beberapa ciri anak kita berada dalam bahaya dalam kaitannya dengan berinternet :
1. Anak menghabiskan waktu yang lama untuk online terutama malam hari
2. Anda menemukan materi ponografi di komputer anak.
3. Anak sering menerima atau melakukan panggilan telepon dari orang yang tidak Anda kenal dan diantaranya sering panggilan jarak jauh.
4. Anak Anda menerima hadiah atau surat dari orang yang tidak Anda kenal.
5. Dengan cepat anak mematikan monitor atau mengganti layar pada saat Anda mendekat
6. Menarik diri dari keluarga.

Sementara itu, praktisi internetJudith MS Lubiskepada sebuah media menyatakan, bahwa data pada Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada bulan Februari 2010 menunjukkan ada 7 kasus penculikan dengan kondisi korban sebelumnya berkomunikasi melalui jejaring sosial facebook dengan pelaku. Beberapa kasus yang terkuak ke publik diantaranya kasus Latifah di Jombang, Nova di Tangerang, dan Dewi di Pondok Aren, Tangerang. Kasus terakhir adalah Devie Permatasari, seorang siswi SMP di Kota Bandung, yang dibawa kabur oleh Reno Tofik alias Tofik Hidayat setelah berkenalan di facebook. “Korban-korban itu terjerat karena rayuan pria yang ia kenal di Facebook. Devie, Nova, Latifah, dan yang terbunuh, Dewi, di Pondok Aren, semuanya terkena rayuan pria yang dikenal di facebook,” ujar Judith MS Lubis. 

Yang Perlu Diingatkan
Sehubungan dengan kasus-kasus di atas, sebagai orang tua, kita perlu mengingatkan anak-anak agar dapat menggunakan internet secara sehat dan aman. Diantaranya adalah, pertama, jaga kerahasiaan informasi pribadi. Jangan berikan anak untuk mencantumkan informasi yang bersifat pribadi ke dalam facebook atau lainnya. Kedua, waspadai orang yang tak dikenal yang ingin bertemu secara pribadi. Orang tidak selalu memiliki niat baik. Ini dibuktikan dengan kasus-kasus yang dipaparkan di atas. Dua hal inilah yang paling penting yang seharusnya diberikan kepada anak sebagai rambu-rambu.
Selanjutnya, ketiga, ingatkan anak-anak kita akan waktu. Keasyikan berselancar di internet acapkali membuat mereka lupa waktu. Keempat, ingatkan anak-anak kita dengan biaya ‘ngenet’. Baik di rumah (kalau memakai sistem limited) maupun di luar (warnet), setiap jam adalah uang yang mesti dikeluarkan. Jangan biarkan ia berinternet dengan mencari konten yang tak perlu karena ini akan membuang-buang uang dan waktu.
Kelima, ingatkan dia akan kesehatan. Berinternet terlalu lama, lambat laun dapat mengganggu kesehatan, terutama kesehatan mata. Mata perih dan berair karena lelah menonton layar monitor merupakan salah satu faktor yang mesti dihindari. Keenam, ingatkan anak-anak bahwa ia mempunyai tugas lain yang tak kalah pentingnya. Diantaranya, belajar untuk kepentingan sekolah misalnya membuat ‘PR’, dan belajar mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah.
Menggali informasi itu dari internet memang perlu bagi anak untuk mencapai kemajuan pendidikannya. Tapi, kepadanya harus tetap diberikan rambu-rambu dengan mengingatkannya akan bahayanya dan mendorongnya untuk berinternet sehat dan aman. Orang tua pun perlu meningkatkan pengetahuannya tentang internet. Semoga dengan demikian, anak-anak kita dapat memetik hasil yang terbaik dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini sekaligus terhindar dari bahaya.***
Read more ...